13. Tiga Belas

Mulai dari awal
                                    

Cewek itu turun dengan muka sebal. "Gue lebih baik naik motor butut lo, Val! Daripada Ducati rental ini!"

Astaga. Sampai kapan Ducatinya ini terfitnah. Padahal kenyataannya Rival tidak segembel itu.

"Kenapa, sih? Marah-marah mulu? Ducati gue kena imbasnya."

Jelaslah. Rival naik motor ngebut apalagi cara itu mengharuskan Cahya untuk memeluknya. Modus Rival hari ini berjalan lancar.

"Taulah. Badmood gue."

"Lah?!"

Cahya menghentakkan kakinya kesal lalu pergi menuju kelas meninggalkan Rival.

"Cewek gue cantik banget kalo lagi marah," gumam Rival terkikik geli.

"SIAPA YANG KEMAREN BILANG NGGAK CINTA CAHYA?" teriak Lego yang sedang di atas motor.

"RIVAL!" sahut Genta dan Gilang.

Ya ampun! Saking fokusnya memandang Cahya, Rival tidak sadar, ada ketiga temannya di sekitarnya. Malunya ....

"SIAPA YANG KAMAREN NGAKU MAU NYARI PENGGANTI CAHYA?!" teriak Lego lagi. Ia sebal sekali dengan Rival.

"RIVAL!"

"SIAPA YANG PANTAS UNTUK DIPUKULI RAMAI-RAMAI?"

"RIVAL!"

"Gue tadi ngomongnya typo, sumpah dah," elak Rival.

"HALAH BACOT!"

"Serah lu pada. Yang penting ayo ikut gue nyolong mangga di belakang sekolah."

Ketiganya menggeleng tak habis pikir. Inilah alasan mereka tidak percaya bahwa Rival kaya. Tingkah-tingkah cowok itu selalu mencerminkan bukan anak sultan.

"Katanya bokap lo Sultan, mau mangga aja harus nyolong," sinis Genta.

"Sebenernya, bokap gue bisa beliin kebun mangga seratus hektar buat gue. Tapi gimana ya sensasinya beda, nggak ada tantangannya itu jadi nggak enak. Jadi ... mari kita nyolong!"

Lego mengangguk setuju. Ia juga ingin makan mangga. "Yuk lah. Bolos sekali nggak pa-pa."

"Gue ikut, deh. Pengen mangga juga," sambung Gilang.

Jadi akhirnya, kedua orang itu terhasut dengan jiwa kriminal Rival. Genta menatap tak percaya Gilang dan Lego, kedua orang itu tadi yang menggebu-gebu ingin memukuli Rival, tapi karena sebuah mangga jadi sekutu lagi.

"Sinting!"

****

Jam istirahat hari ini Cahya malas untuk ke kantin demi menghindari Rival. Ia masih marah atas insiden tadi pagi. Cahya setia di kelas sambil membaca novel.

"Cahya!" Teriakan Sasa selalu menandakan pacar setresnya itu pasti membuat ulah.

"Sekarang apalagi?"

Sasa menyengir. "Cowok lo manjat pohon mangga di belakang sekolah. Nggak cuman manjat, tapi dia juga makan di atas pohon. Oh, iya, dia juga bolos pelajaran."

Laporan yang sangat lengkap. Pemegang akun lambe turah SMA Garuda itu memang top. Cahya melenguh kesal, ia malas mengurusi Rival hari ini.

"Gue lagi males. Biarin aja deh."

"Tapi, Cay---"

"Gue sampe heran, Rival itu punya jiwa berapa sih? Jiwa kriminal ada, jiwa stres ada, jiwa playboy ada, jiwa setan pun ada."

"Hust! Nggak boleh gitu, Cay. Itu cowok lo."

"Sebenernya, gue nggak cinta sama dia sih."

Sasa memutar bola matanya malas. Apa yang Cahya katakan itu bulshit.

"Lo yakin nggak mau nyamperin Rival?" tanya Sasa sekali lagi.

Cahya menggeleng. "Lagi males marah-marah."

"Di bawah pohon ada Sela. Rival juga metik mangga buat Sela."

Detik itu juga Cahya berdiri dari duduknya. Menaruh novel ke laci meja. Berniat untuk menghampiri Rival.

"Ke mana lo?" tanya Sasa sambil menahan tawanya.

"Nyamperin Rival."

"Katanya nggak cinta tapi kok kebakar?"

"Apa sih?! Gue ke sana cuman mau minta mangga, ya, Sa!" Cahya langsung keluar kelas.

Sasa heran dengan pasangan itu. Sama-sama sayang tapi gengsinya bukan main.

****

"TURUN NGGAK LO?!" bentak Cahya dari bawah pohon.

Rival menunduk untuk melihat wajah Cahya. Cowok itu santai nangkring di atas pohon bersama Lego dan Gilang. "Kenapa? Mau mangga?"

"Nggak!"

"Kenapa, sih, Cay? Dateng kok marah-marah?" ucap Sela sok lembut.

"Pacar gue bolos pelajaran, jelas gue marah lah!" sentak Cahya menekankan kata pacar.

Rival di atas pohon cengengesan girang. Baru kali ini Cahya mengakuinya sebagai pacar.

"Jangan ngomong sama dia, Sel. Gue nggak mau lo sakit hati, Cahya kalo ngomong pedes," ceramah Rival.

Mendengar itu Cahya langsung menatap tajam Rival. Itu artinya, Rival membela Sela 'kan?

Sadar akan perkataannya yang menyakiti Cahya, Rival langsung turun. Tak tanggung-tanggung, cowok itu langsung loncat dan mencekal tangan Cahya yang ingin pergi.

"Nggak usah pegang-pegang gue!" Cahya melepaskan paksa cekalan Rival.

"Mau mangga enggak, hm?" Rival menawari mangga yang sudah ada bekas gigitan.

Cahya menggeleng tegas. "Nggak. Bekas cewek lain mana mau gue!"

Rival tersenyum menyeringai. Ternyata Cahya cemburu. Rival menggandeng tangan Cahya dengan paksa, tak peduli berontakan gadis itu.

"Lo berontak. Gue gendong sampe kelas!"

Cahya langsung berhenti memberontak membiarkan Rival menggandeng tangannya. Rival berbalik menatap Sela.

"Gue ke kelas dulu, Sel. Cewek gue rewel soalnya." Pasangan itu langsung pergi. Meninggalkan sela dengan muka muramnya.

Lego yang sedang nangkring di atas pohon menatap malas punggung Rival yang sudah menjauh. "Gue pengen bunuh Rival sumpah!"

"Gue pengen nyantet dua-duanya," sahut Gilang.

"Kalo gue sih mau jadi PHO di hubungan mereka biar dapet pahala."

Lego dan Gilang menunduk untuk melihat asal suara itu.

"ASTAGA GENTA!" kaget Gilang. Teman warasnya sudah mulai terkikis otaknya. Ada Genta sedang menyender di pohon bawah. Entah kapan datangnya cowok itu.

"Impresif ...." lirih Lego tak habis pikir.

****

RIVAL (End) Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang