59. Sidang Pertama BPUPKI

2.8K 448 216
                                    

Assalamualaikum...

Permisi, para srikandi yang badas dan keceh mo lewaatthh😎

Rindu gak?

Rindu gak?

RINDU LAH MASA NGGAK!

PARA SRIKANDI MENGUCAPKAN, MARHABAN YAA RAMADHAN! MOHON MAAF LAHIR & BATIN SEMUA PARA READERS KAMI TERCINTA😘🥰

PARA SRIKANDI MENGUCAPKAN, MARHABAN YAA RAMADHAN! MOHON MAAF LAHIR & BATIN SEMUA PARA READERS KAMI TERCINTA😘🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Okeehh, langsung aja yak! Seperti biasa kami ingatkan untuk jangan lupa vote & comment. Happy reading, MERDEKA🇮🇩

°°°

29 Mei 1945, jam 10 pagi di gedung Chuo Sang In, sidang perdana BPUPKI resmi dibuka. Sebanyak 67 peserta hadir di sidang tersebut. Dr. Radjiman dan dua wakilnya duduk berhadapan dengan panitia. Nafla dan temannya duduk berjejer. Dari kiri ke kanan, Vee, Nafla, Pipit dan Farah. Farah menghadap ke kanannya, di mana duduk Haji Agus Salim dan Ki Hajar Dewantara. Seperti biasa, Farah semangat sekali membahas seputar BPUPKI, maupun kisah hidup Ki Hajar dan Haji Agus Salim. Banyak hal tentang dua orang itu yang belum termuat oleh media.

"Kakek Agus Salim keren, deh. Bisa ke Arab, terus berguru sama Imam besar Masjidil Haram, berguru sama Kiayi Ahmad Dahlan juga. Berarti Kakek belajar Muhammadiyah sama Nahdatul Ulama juga?"

Haji Agus Salim mengangguk. Pria itu ingin tertawa melihat betapa antusiasnya Farah menyimak ceritanya kala berangkat ke Arab, untuk bekerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda. Puncak antusias Farah ada di kisah, ia yang pernah berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam besar Masjidil Haram. Selain itu, ia juga pernah berguru kepada Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdatul Ulama.

"Saya udah pernah ketemu Kiayi Hasyim, tapi Kiayi Ahmad Dahlan belum. Pengen deh, ketemu sama beliau." ucap Farah penuh harap.

"Kamu bisa menemui istrinya,"

"Istrinya? Nyai Ahmad Dahlan?"

Pertanyaan Farah dibalas anggukan oleh Haji Agus Salim. Muncul lipatan di dahi Farah. "Kenapa ke istrinya? Kenapa nggak sekalian ke Kiayi Ahmad Dahlan? Kan, mereka satu paket."

"Loh? Kamu tidak tahu, Kiayi Ahmad Dahlan sudah meninggal? Beliau meninggal tahun 1932."

Farah terenyak. Jujur, ia baru mengetahui bahwa pendiri Muhammadiyah itu telah berpulang ke Rahmatullah sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, sebelum kongres sumpah pemuda diadakan. Wajar saja bila Farah tidak tahu. Selain buta akan sejarah, Farah belum pernah menonton film Sang Pencerah selama hidup. Film yang ia tonton hanya sang kiayi, itupun tidak disengaja waktu menukar acara siaran TV. Berhubung tidak ada film bagus, yasudah, dia tonton saja film Sang Kiayi.

"Nggak tau." cengir Farah. Untuk menghilangkan rasa malu, Farah langsung mengalihkan pembicaraan dengan pertanyaan lain. "Gimana ceritanya Kakek bisa nyampe ke Arab? Dapat beasiswa kah?"

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang