Bab 8

48 13 0
                                    

Lebih dari Seratus Ribu (8)

"Sudah, Mbak, ikut aja!" kata Saliha pada kakak perempuannya.

"Tapi, Ibu gimana?" tanya Sakina.

"Mbak Ina tenang aja, kan ada aku sama mas Andri. Biasanya juga kalau Mbak ngajar, kami yang jaga."

"Itu 'kan, kalau Mbak ngajar. Ini beda Saliha, Mbak harus ke Jakarta, tiga hari lagi."

"Ya, enggak apa-apa. Memangnya menurut Mbak, aku gak bisa jaga ibu selama tiga hari, gitu?" Saliha cemberut.

Ibu satu anak itu tidak terima, dia merasa seolah-olah kakaknya memandang remeh dirinya dan juga suaminya.

"Eh, bukan gitu maksudnya," kata Sakina sambil mengibas-ngibaskan tangan. Dia merasa bersalah karena ketersinggungan sang adik.

"Terus maksudnya apa?"

"Maksud Mbak, kamu pasti repot, harus ngurusin Mayra, terus harus bikin dodol juga, terus harus ngurusin Ibu juga."

"Kan, aku gak sendirian, Mbak. Ada mas Andri, suamiku pasti bantu!"

Sakina hanya bisa menghela nafas.

Lima hari lalu, dia mendapatkan sebuah undangan pameran, di Jakarta. Pameran itu diadakan oleh Kementrian Koperasi dan UMKM, yang akan dipamerkan adalah produk-produk kerajinan dan produk UMKM lainnya yang diproduksi oleh masyarakat Boyolali.

Ada beberapa produsen dodol rumahan yang diundangan dalam pameran itu, salah satunya adalah Sakina. Undangan itu bahkan diantar langsung oleh kepala desa ke rumahnya.

Sakina meminta waktu, tidak bisa memutuskan hari itu juga. Karena, ia harus mengurus ibunya.

Dan sekarang, sudah sampai pada tenggat waktu. Sakina harus memutuskan segera. Jika dia bersedia, Sakina harus berangkat ke Jakarta besok pagi, bersama rombongan pelaku UMKM daerah Boyolali yang lainnya.

Tiga hari kemudian.

Akhirnya, pameran yang hanya berjalan dua hari itu sudah memasuki hari terakhir. Pemeran dilakukan di sebuah gedung yang cukup megah dan berada di tengah kota.

Sakina sangat senang. Dia bersyukur karena telah memutuskan untuk mengikuti saran adiknya berperan serta dalam acara ini. Meskipun hanya dua hari, tapi pengunjung pameran begitu ramai, mereka datang dari berbagai daerah, bahkan ada yang dari luar negeri. Sakina bersama dua orang rekannya berkesempatan memperkenalkan dodol susu khas Boyolali kepada para pengunjung. Ini adalah pengalaman baru baginya. Bertemu dan berkomunikasi dengan banyak orang.

***

Siang itu, Sakina terlihat berjalan ke arah toilet sambil memperhatikan telepon genggamnya. Dia ingin sekali menelepon Indra dan mengabarkan bahwa ia sedang ada di Jakarta. Tapi, rasanya segan. Sakina takut laki-laki itu terganggu, dia pasti sangat sibuk kan?!

"Hoek!"

Saat Sakina baru saja masuk ke dalam toilet, ia mendengar suara orang sedang muntah. Ternyata memang benar ada, seorang wanita sedang menunduk di depan wastafel, memuntahkan isi perutnya. Wanita itu juga terlihat sedang menangis.

"Masya Allah, Mbak sakit?" tanya Sakina. Dia berlari ke dispenser tissue yang ada di dinding kamar mandi dan mengambil beberapa lembar tisu lalu memberikannya kepada wanita yang sedang muntah tadi.

"Ini, Mbak, tisu buat lap mulutnya!"

Wanita itu mengambil tisu, dan melakukan apa yang disarankan Sakina, air mata masih mengalir di pipinya.

"Sabar, ya, Sayang," kata Sakina sambil mengelus punggung wanita itu.

Dia jadi teringat Saliha saat sedang hamil muda dulu, adiknya itu muntah hampir sepanjang hari, dia mudah lelah, bahkan sempat harus dirawat beberapa hari di rumah sakit.

Cintaku dalam Amplop Seratus RibuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang