Bab 7

47 13 0
                                    

Lebih dari Seratus Ribu (7)

"Rianti!"

"Hei!"

"Hello!"

"Tok tok tok!"

Brak!

Rianti terperanjat saat ada orang yang menggebrak mejanya.

"Kamu kok bengong?" tanya Satya, atasannya.

Di perusahaan Indra ini, Rianti memang bekerja sebagai staf/bawahan Satya, sang manajer pemasaran.

"Eh. Enggak, hehe," jawab wanita itu dengan sikap kikuk.

"Lagi mikirin apa? Mikirin Indra?"

"Dih! Sok tahu kamu," sanggah Rianti.

"Kamu tuh yah. Tiada hari tanpa mikirin Indra ya?"

"Ih, apa sih? Enggak tahu."

Satya menghela nafas, lalu menatap wanita yang telah lama menarik perhatiannya itu.

"Kamu tahu kalau Indra punya pacar?" tanya Rianti kemudian.

"Nah, berarti bener kan? Kamu mikirin dia?!"

"Hehe, iya sih."

"Setahuku, emang ada orang yang dia suka."

"Siapa?" tanya Rianti penasaran.

"Aku gak tahu. Gak pernah ketemu, cuma denger ceritanya aja."

"Apa yang ngasih amplop jelek itu?"

"Hah?! Amplop jelek?"

"Iya. Kamu tahu kan? Dia punya amplop, warna cokelat, udah sobek-sobek, isinya uang seratus ribu yang udah lusuh. Tahu kan?!"

"Oooh, ya, aku tahu dia punya amplop kayak gitu."

"Itu dari perempuan itu?"

Satya terlihat berpikir. "Setahuku sih, emang ada hubungannya, tapi gak tahu siapa yang kasih amplop itu sebenarnya."

"Jadi...." Rianti berubah murung.

"Kamu gak capek ya ngejar-ngejar dia terus?" tanya Satya.

Rianti menghela nafas. "Capek sih," katanya.

"Mau sampai kapan?"

Rianti menggeleng.

"Kapan sih kamu mulai jatuh cinta sama dia?"

Saat mendengar pertanyaan Satya yang terakhir, tiba-tiba ekspresi wajah wanita itu berubah cerah.

Kilas balik dua belas tahun lalu.

Waktu itu, hubungan Rianti dan Lidia masih sangat dekat. Mereka satu sekolah, hampir setiap hari bermain bersama dan bergantian menginap di rumah masing-masing.

Seperti halnya kebiasaan seorang adik, Lidia sering meminjam barang-barang kakaknya, dari mulai baju, sepatu, jaket, tas, bahkan aksesoris. Kebetulan, tinggi badan dan postur tubuh mereka tidak jauh berbeda saat itu.

Suatu malam, Rianti menginap di rumah Lidia. Mereka hendak membicarakan tentang kegiatan rekreasi yang memang telah direncanakan sebelumnya. Keduanya datang ke kamar Indra untuk meminjam beberapa barang.

"Bang, nanti Lidia pinjem jaket hoodie yang abu-abu ya," kata Lidia pada kakaknya yang sedang sibuk bermain game gadget.

"Boleeeeh." Indra menjawab asal.

"Rianti boleh pinjam yang hitam gak?"

"Boleeeh."

"Kalau sepatu yang putih dipake gak besok?" tanya Lidia.

Cintaku dalam Amplop Seratus RibuWhere stories live. Discover now