03. invitation

91 51 46
                                    

Pagi ini pertama kalinya aku bangun tidur sebelum alarm berbunyi. Karena terlalu bersemangat untuk hari spesialku.

Guess what... hari ini adalah hari liburku semenjak kelas XII. Sebenarnya aku lebih senang untuk Kak Taeyong sih—karena akhirnya dia mendapatkan jatah libur dalam tiga tahun terakhir.

Rasa bersalahku bisa terbayarkan walaupun tidak seberapa. Jujur, pekerjaan Kak Taeyong membuat waktunya banyak tersita hanya untukku. Jadi, saat dia mengetahui jadwalku kosong, dia segera menelpon Kakaknya. Dia bilang mau mengajak Kakaknya camping dan memancing sampai larut malam. Yea, just boys things.

Kembali ke aku. 

Beda halnya dengan Kak Taeyong yang memilih untuk berkegiatan di luar ruangan, aku memutuskan untuk tetap di rumah. Hal yang sangat jarang sebab aku selalu mencari alasan agar tidak berpapasan dengan Ibuku di rumah. Bukan untuk menghindari orangnya, tetapi menghindari celotehannya.

Masih jam 6 pagi, tapi aku tidak berhasrat sama sekali untuk berolahraga ataupun sekadar jogging. Aku turun ke lantai bawah, disana ada beberapa maid yang sedang bersih-bersih.

"Loh Mbak, Itu piring siapa? Tadi ada yang kesini?" tanyaku bingung saat melihat seorang maid sedang mencuci piring.

Maid tersebut berbalik kaget saat mendengar suaraku. Beberapa saat dia tampak berpikir sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku dengan salah tingkah, "Ini piring sarapan Mas Taeyong tadi, Non."

Aku mengangguk-angguk. As expected Lee Taeyong. Sudah aku bilang untuk langsung pergi, tapi dia masih sempat-sempatnya mampir kemari.

Mengabaikan tatapan heran dari para maid, aku lanjut sarapan sereal rendah gizi di meja makan. Hehe, memangnya mereka saja yang boleh makan enak?

Sesekali aku tertawa saat melihat tontonanku di iPad yang aku bawa dari kamar. Masih pagi tapi aku sudah melanggar 2 aturan. Walaupun begitu, aku mengabaikan semua orang seolah aku tidak berbuat kesalahan apapun, toh tidak ada yang akan memarahiku.

"Mbak-mbak hari ini kerja karas ya. Aku bakal malas-malasan." ujarku seolah memberi tahu mereka.

Setelah mengatakan itu, mereka semua tampak pasrah. Di situasi begini, mereka bisa saja mengadu ke Kak Taeyong tentang kelakuanku. Tapi mereka mana tega mengganggu liburan kesayangannya mereka itu? Apalagi ini adalah liburan pertamanya dalam tiga tahun. Lagi-lagi aku aman.

Dengan beberapa bungkus cemilan di genggaman, aku berpindah tempat ke sofa ruang keluarga. Seperti yang ku duga, acara televisi pagi hari selalu membosankan. Isinya tidak jauh dari berita dan itu sangat memuakkan.

"Kartun ada ga si?" gumamku kesal sambil kesusahan dengan remot tv. Maklum, aku jarang menggunakannya.

"Mbak!" aku mulai berteriak, lalu setelahnya muncul seorang maid, "Sofia the first mulainya jam berapa deh?"

Dia tampak bingung, kemudian aku tersadar kalau dia bukan salah satu maid pribadiku.

"Hadeh—don't mind me. Lanjutin aja kerjanya." ujarku. Setelah itu, dia melanjutkan pekerjaannya membersihkan debu di koleksi barang keramik antik milik Ibuku. Membuat aku sendirian lagi.

Pilihan terakhir, aku menjatuhkan seluruh antensiku ke iPad yang sedaritadi berada di pangkuanku. Selama beberapa saat aku fokus memainkan benda pipih itu sedangkan televisi di depanku masih menyala. Kedua barang elektronik itu seakan berlomba menarik perhatianku saat suatu berita dari siaran lokal membuatku terpaku.

"Perwakilan dari pemerintah Kota Burgin, Rosalia Zevanya, meresmikan pendirian panti yang turun-temurun aktif dijalankan oleh setiap Istri Walikota yang sedang menjabat pada Minggu, 03 November 2021,"

Aku mendengarkan dengan seksama. Sesekali mataku menyipit agar bisa melihat layar lebih jelas.

"Acara ini dihadiri oleh para pengurus dan beberapa perwakilan dari pihak Hana Lee. Acara peresmian ini adalah yang pertama kali tidak dihadiri langsung oleh ketua yayasan, Hana Lee, karena beliau dikonfirmasi berhalangan hadir,"

Alisku terangkat. Apa katanya?

"Selaku ketua pelaksana yayasan, Rosalia Zevanya berharap yayasan tersebut menjadi pusat pengembangan minat dan bakat bagi anak-anak terlantar sehingga mencetak generasi unggul,"

"Lebih lanjut, Rosalia menjelaskan yayasan akan terus berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan, untuk tetap mentaati peraturan yang berlaku, agar program pendidikan semi-formal tersebut dapat berjalan dengan lancar."

Begitu katanya. Tidak hadir? itu aneh. Aku pikir belakangan Ibu menjadi sangat sibuk karena persiapan pembangunan panti untuk anak-anak terlantar di kota. Atau apa aku salah?

●・○・●・○・●・○・●

Terhitung sudah 3 jam aku memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu aku pikirkan. Ya, tentunya, masih tentang berita tadi pagi.

Sekarang hampir tengah hari, dan aku memilih masuk ke kamarku lagi. Aku sempat menulusuri berita terkait di internet. Tapi yang aku temukan malah sebaliknya.

Satu pertanyaan muncul di kepalaku : mana yang lebih memungkinkan, kesalahan teknis di perusahaan televisi atau kesalahan pengetikan di situs internet?

"Arrrgh," aku mengusap wajahku. Apa sekarang aku jadi lebay lagi?

Sialan. Di saat-saat seperti ini aku sangat butuh Kak Taeyong. Dia mungkin bisa menjelaskan atau setidaknya menenangkan pikiranku.

Cara lain, seharusnya ada objek yang bisa aku marahi— objek itu biasanya mood ku yang suka berubah-ubah ini. Tapi seseorang mengatakan padaku kalau tidak boleh menyalahkan apalagi membenci diri sendiri. Dan dia lagi-lagi... Kak Taeyong! Dialah yang selalu aku marahi setiap mood swing, katanya lebih baik begitu.

Aku memalingkan wajah ke arah kanan, melihat ponsel yang tergeletak begitu saja di atas kasur. Lenganku hendak meraihnya, tapi hatiku menghentikannya. Yang benar saja? Aku juga tidak tega kalau harus mengganggu liburannya yang berharga. Apalagi kalau dia sampai memutuskan untuk kembali.

Tidak, tahan dirimu, Jeanne.

Di tengah-tengah kegalauanku itu, aku mendengar samar-samar bel berbunyi. Aku tetap di kamar karena membukakan pintu untuk tamu bukanlah tugasku. Aku pikir bukan siapa-siapa, tapi saat aku baru mau terlelap di atas kasur, aku diberitahu bahwa seseorang sedang menungguku.

Buru-buru aku turun ke bawah. Orang itu bisa saja yang sedang aku pikirkan saat ini, bukan? Dan aku harap juga begitu kenyataannya.

Tapi takdir berkata lain, bukannya berjumpa Kak Taeyong, aku malah berjumpa seorang pria berumur sekitar 40-an. Aku melihatnya lekat, mukanya familiar.

"Eum—Mr. Ho?" ujarku menerka-nerka.

Pria di hadapanku itu seketika mengembangkan senyum saat aku menebak namanya dengan benar, "Senang bertemu Anda kembali, Nyonya Muda,"

Aku membalas Mr. Ho sambil tersipu malu. Bukankah Nyonya Muda terlalu berlebihan?

"Nyonya Besar menyuruh saya untuk menyampaikan pesan," ujar Mr. Ho sambil memberiku sepucuk surat yang seperti terbuat dari kertas tua.

"Beliau meminta saya untuk mengundang Anda ke perayaan kecil di vila keluarga Zhong di perbukitan. Apakah Anda berkenan?"

tbc









Our Private Life | ChenleWhere stories live. Discover now