02. Si Pencuri Motor

145 31 34
                                    

☁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Deket kantin, deket kantin," gumam Gibran berulang kali. Kepalanya menoleh ke sana ke mari untuk mencari di mana letak kantin SMA Juanda berada. Menurut lokasi yang telah diberikan Alif-ralat, Bu Lara-sekolah itulah yang menjadi tuan rumah dalam olimpiade kali ini. Dan ini, kala pertama kalinya Gibran menginjakkan kakinya di sini. Kemudian berjanji pada dirinya sendiri kalau dia pokoknya tidak akan pernah mau kembali ke mari lagi! Kecuali kalau dia ingin membeli sekolah itu untuk dijadikan bisnis kos-kosan.

"Nah, itu dia!" ucap Gibran pelan, seusai netranya menangkap sosok yang sama persis seperti guru dan teman sekolahnya.

"Bu Lara!"

Gibran datang ke sana setengah berlari. Dia tersenyum lebar dan menyalami tangan Bu Lara. Sejujurnya, sekarang ini Gibran juga ketar-ketir, dia terkejut saat Alif bilang kalau yang mengirim pesan padanya itu gurunya sendiri. Sudahlah, jangan dibayangkan bagaimana rasa malunya Gibran.

"Gi, lo ngapain? Mau jadi inspektur senam?"

Gibran menoleh pada Satria yang berada di samping Bu Lara. Cowok itu terlihat mati-matian menahan tawa karena pakaian Gibran yang lebih cocok untuk mengikuti zumba bersama ibu-ibu komplek daripada acara olimpiade.

Kaos hitam, jaket denim, dan topi abu-abu, itu keren, 'kan?

Tidak, bukan hanya itu. Yang jadi penyebab Satria menahan tawanya hingga wajahnya memerah seperti sedang menahan buang hajat adalah karena celana Gibran yang mencolok warnanya.

Warna merah muda.

Gibran mengerutkan dahinya heran, lalu memandangi pakaiannya sendiri, "Nggak," jawabnya.

"Terus lo ngapain pakai baju kayak begitu?" tanya Satria lagi.

"Ya emang kenapa? Ini, kan, style trendi. Boyfriendable, kan, gue jadinya?"

"Lo, mah, kangsayur-able!"

"Kurang ajar lo, kerupuk seblak!"

Satria kemudian tertawa puas melihat Gibran. Temannya itu memang tidak bisa ditebak, dan tingkahnya yang membuat siapa pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Namun itu tetap tak mengurangi kadar kekaguman Satria pada Gibran, karena mau bagaimana pun, Gibran itu keren-Satria berani jujur perihal ini.

"Satria benar, kenapa kamu berpakaian seperti ini, Gi? Kamu bercanda, ya?" timpal Alif seraya berkacak pinggang.

"Heh, yang bikin gue bangun pagi-pagi kayak gini siapa kalau bukan lo?" balas Gibran.

"Tapi kan, saya tidak salah, Gi? Kamu itu pintar, bahkan lebih dari saya sendiri. Hanya kamu itu pemalas, makanya saya ajukan kamu untuk jadi gantinya Annisa supaya sifat pemalasmu itu hilang!"

"Percuma, Lif. Sel-sel malas gue udah telanjur mengalir jauh dari jantung ke seluruh tubuh."

"Terserah kamu saja, sekarang masalahnya kenapa kamu malah pakai baju seperti ini? Seharusnya kamu pakai seragam seperti kita."

This is GibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang