Bab 36. Sepatu Kecil

Mulai dari awal
                                    

Violetta menunduk sedih. Perasaan Sam tidak bisa disalahkan. Manusia tidak bisa memilih dengan siapa ia jatuh cinta. Xander lah yang terlalu egois memaksa dunia berputar sesuai dengan keinginannya.

**

Pukul tujuh malam, mobil Xander masuk ke lobi rumahnya. Ia langsung masuk ke dalam kamar dan tidak bisa menemukan dimana istrinya itu berada. 

"Annete!" teriak Xander keras. Annete tergopoh-gopoh menghampiri. 

"Iya, Tuan?" 

"Dimana Violetta?!" Bentakannya mengagetkan telinga Annette. Seketika dengung memenuhi telinganya. 

"Tadi..se..seharian..No..Nona di kamar, Tu..Tuan," Annette gemetaran. Xander terlihat sangat marah saat ini. 

"Maksudmu kamu tidak tahu, hah?!" 

Annette tertunduk takut. Gloria dan Margareth tidak berani untuk ikut campur. Mereka bersembunyi dari kejauhan, memastikan Annette akan tetap baik-baik saja. 

"Aku tidak kemana-mana," tiba-tiba Violetta muncul dari persimpangan lorong. Ia menatap Xander lekat-lekat. "Berhenti meneriaki siapapun yang tidak bersalah, Xander," 

Mata Xander terbelalak. "Lihat siapa yang bicara?!" geramnya. 

"Kau kenal siapa aku," Violetta kini berdiri di hadapan Xander. Tidak ada ketakutan dalam pandangannya. 

Merasa terhina, tangan Xander mengepal. Violetta menyadarinya. "Kenapa? Kau ingin memukulku? Memukul siapapun yang tidak bersalah hanya demi egomu?!" tantang Violetta. Suaranya mengeras dan berani. "Kau bukan Tuhan, Xander. Kau tidak bisa mengatur dunia sesuai kemauanmu!" 

"Aku bisa!" bantah Xander keras. "Aku bisa mendapatkan apa yang aku mau, termasuk kau! Kau lupa bagaimana aku bisa mendapatkanmu, hah?!" 

"Tidak. Kau tidak akan bisa mendapatkanku seutuhnya. Aku bukan robot. Kau tidak bisa mengaturku semaumu," balas Violetta. 

Suasana menengang. Annette, Gloria, dan Margareth menggelengkan kepala isyarat meminta Violetta untuk diam tak melawan. Sementara jawaban Violetta membuat Xander tersentak. Kepalan tangannya semakin menguat. Wajahnya memerah dan nafas amarahnya memburu. 

"Kau tidak memiliki kuasa atas diriku, Xander-!"

Bug! Tidak diduga oleh Violetta sebelumnya, Xander dengan berani memukul wajah Violetta. Violetta terjatuh. Kepalanya terasa pening. Hidungnya mengeluarkan darah. Annette, Gloria, dan Margareth berusaha untuk menolong Violetta namun Xander menahannya. 

"Siapapun yang menolong wanita jalang ini, kalian akan mati!" ancamnya mengintimidasi. Mereka bertiga membeku. 

Violetta yang tengah hamil, susah payah untuk bengkit. Wajah cantiknya terluka di bagian pipi, bibir dan hidung. "Kau memukulku?" Violetta tertawa sinis. 

Xander mencengkeram pipi Violetta. Ia mendorong Violetta hingga kepalanya terbentur dinding. Tidak bisa dibayangkan bagaimana rasa sakit yang harus dihadapi oleh Violetta. 

"Siapa yang mengajarimu untuk melawanku, hah?! Sam yang mengajarimu?! Bobby! Apa yang dia katakan padamu hari ini?!" Xander menatap Bobby penuh amarah. 

Bobby menjawab dengan begitu tenangnya, tidak memikirkan efek apa yang akan terjadi pada Violetta atas jawabannya. "Dia menanyakan soal keselamatan Sam," Violetta melirik Bobby. 

"Oh, masih soal Sam rupanya. Kau mengkhawatirkannya? Lihat! Apa sekarang Sam menyelamatkanmu, hah?!" Xander menarik rambut Violetta dengan kasar. "Apa yang kau rencanakan, bitch! Kau bersenang-senang dengannya di belakangku?! Itu sebabnya kau diam tidak mengatakan padaku soal perasaan Sam?!" Xander mencecari Violetta dengan semua tuduhannya. "Apa yang kau rencanakan, hah?! Pergi diam-diam bersamanya, begitu?!" tuduhnya. 

Violetta menggeleng. "Kau selalu seperti itu," Violetta tersenyum sinis menahan sakit. "Kau menuduh seseorang sesukamu,"

Jawaban Violetta membuat Xander semakin marah. "Rupanya kau sudah bercinta dengannya, ya?! Berapa kali?!" wajah Xander yang merah marah mendekat. "Siapa anak dalam perutmu ini, hah?! Anak bajingan brengsek itu?!" tudingan Xander membuat Violetta tersentak. Ia merasa kecewa dan patah hati mendengar semua tuduhan yang Xander tujukan padanya. Selama ini, ia begitu menjaga diri. Tidak ada pria lain yang bisa menjamah tubuhnya selain Xander. Ia mendedikasikan dirinya untuk Xander setelah ia jatuh cinta pada sisi lain Xander. Tidak bisa dipungkiri, ia benar-benar mencintai Xander dan janin di perutnya adalah buah hati Xander. 

"Kenapa? Kau diam?! Kau tidak melawanku seperti beberapa menit yang lalu?! Kau mengakui itu anaknya?!" Xander masih dengan tuduhan kejamnya. Air mata Violetta yang sekuat tadi ia tahan, akhirnya mengalir menyapu darah di pipinya. Rasa perih di luka pipinya tidak ia hiraukan. 

Violetta mengeluarkan sepasang sepatu bayi dari sakunya yang pernah ia temukan dulu. Ia kemudian memberikannya pada Xander. Tanpa mengatakan apapun, Violetta melepas cengkeraman tangan Sam dan masuk ke dalam kamarnya. 


ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang