0016

1.1K 150 26
                                    

Follow!
^
Vote!
^
Komen!

Tolong ya follow sama vote nya... Kalo mau komen kritik dan saran aku terima.

Maaf ya aku jarang update, aku agak sibuk revisi sama bikin laporan PKL.
Dan kalo ada typo tolong kasih tau.

"Surat lagi? Wanita itu benar-benar tak tahu malu!"

Sepucuk surat yang lusuh itu terlempar ke pojok ruangan, William mendesis marah saat melihat nama yang membuatnya sesak itu tertulis di surat itu. Jangankan untuk membacanya, membukanya saja William tak Sudi! Helena, wanita yang meninggalkan luka di hatinya itu sudah dua kali mengirimkan surat yang William tak sudi membacanya itu kerumah, William menyeringai ternyata mantan istrinya itu memang mempunyai nyali besar untuk membuang harga dirinya jatuh.

"Kau pikir aku bodoh? Semua wanita sama saja! Uang dan uang bahkan istri ku juga!" Ucap William sambil memukul meja kerjanya.

Mendengus sinis saat memikirkan mengapa mantan istrinya mengirimkan surat setelah bertahun-tahun berpisah, apa lelaki barunya jatuh miskin? Atau Helena dicampakkan sampai jatuh miskin? Memikirkan itu membuat William miris dengan Jongin, pasti putranya menderita.

"Jika saja ibumu tidak egois mungkin Jongiee sekarang masih bersama Papa, Papa merindukanmu."

Hanya sebatas lirihan yang bahkan tak bisa didengar siapapun yang William sampaikan, ingin mencari putranya namun terhalang oleh ego dan harga diri tinggi. William benar-benar merindukan Jongin-nya. Jika saja William tidak mengizinkan Helena membawa putra mungilnya mungkin dirinya tak se sesak ini.

"Aku membenci mu Helena."

_______

Suara langkah kaki terus terdengar di lorong rumah sakit, para tenaga medis berlari sekuat mungkin untuk menyelamatkan nyawa seseorang, decitan sepatu ikut meramaikan membuat Jongin takut setengah mati.
Para perawat berbondong-bondong memasuki ruangan operasi dengan tergesa, Jongin berlari berniat untuk bertemu Helena namun ditahan oleh perawat.

"Tidak nak! Jika kau masuk ke sana kami tidak bisa menyelamatkan ibumu!"

"Ijinkan aku masuk! Aku hanya ingin mendampingi Mama! Sekali saja!" Jongin memohon dengan linangan air mata, dia ketakutan setengah mati melihat ibunya terus kejang-kejang disana.

"Kau ingin ibumu selamat kan? Maka menurut lah padaku!" Ucap dokter itu menepuk pundak mungil Jongin dan pergi meninggalkan remaja manis itu terduduk lemas di depan pintu operasi.

Jika saja dia bekerja lebih keras pasti ibunya tidak akan seperti ini, jika saja dirinya bisa berguna pasti Helena tidak akan merasakan sakit seperti sekarang. Jongin terduduk di lantai dengan kedua telapak tangannya yang menutupi wajah, air matanya tak berhenti mengalir bahkan sampai hidungnya memerah dan nafasnya tersengal-sengal, dia takut! Jongin takut!

"Bukankah Papa itu Hero? Lalu mengapa Papa tidak menolong Jongiee?" Lirihnya menatap langit-langit rumah sakit, dan tak lama Jongin kehilangan kesadarannya karena terlalu lelah.

Dia ingin istirahat dari kejamnya dunia.

Tepukan lembut di pipinya dan guncangan pelan di bahunya membuat Jongin membuka matanya perlahan, netranya menyesuaikan cahaya yang masuk pada retina, mengerjap kecil saat melihat pria berbaju putih itu tersenyum ke arahnya.

"Kau Kim Jongin? Bangunlah, ibumu sudah sadar." Ucapnya dengan logat British nya.

Jongin yang mendengar itu langsung bangkit dan berlari ke arah ibunya yang tersenyum lembut, Jongin segera memeluk Helena dan menangis saat itu juga. Tangannya bergetar kecil saat mengusap rambut ibunya yang semakin hari semakin menghilang namun tak menghilangkan kecantikan wanita yang Jongin cintai itu.

"Mama baik-baik saja Jongiee." Helena merasa beruntung memiliki Jongin, putranya semakin tinggi namun Helena sedikit menyesal karena tidak menemani pertumbuhan putranya yang pesat.

"Jangan sakit lagi..." Hanya itu yang bisa Jongin ucapkan, terdengar mustahil memang tapi Jongin sangat frustasi sampai berkata demikian.

"Mama tidak berjanji, tapi Mama akan usahakan." Jawab Helena dan Jongin semakin terisak.

Setelah menumpahkan semua ketakutan dan kekalutan nya Jongin tersenyum kecil melihat sang ibu terlelap nyenyak, Mama sangat cantik!

"Permisi tuan Jongin, kita perlu bicara."

Jongin menoleh saat mendengar suara di pintu dan melihat seorang pria dewasa ber jas putih lengkap dengan atribut dokternya.
Jongin mengangguk dan berjalan keluar mengikuti langkah sang dokter. Jongin dibawa ke ruangan lain yang lebih privasi dan Jongin berfikir mungkin ini ruangan pribadi dokter tersebut.

"Duduklah dan makan itu, aku tahu kau belum makan." Ucapnya sambil tersenyum.

Jongin menatap ayam dan sebotol air mineral yang terdapat di hadapannya, sangat terlihat enak membuat perutnya berbunyi kelaparan.

"Habiskan makanannya lalu kita mulai pembicaraan inti." Ucap dokter itu.

"Terimakasih banyak atas makanannya." Ucap Jongin.

___

Setelah selesai menunggu kegiatan makan si pemuda manis itu, Richard langsung memulai pembicaraan pentingnya.

"Aku Richard dan aku adalah dokter yang menangani ibumu, disini aku ingin memberitahu keadaan Nyonya Helena yang semakin tak kunjung membaik." Ucap Richard.

Jongin menunduk saat tahu arah pembicaraan mereka. Jongin sangat ingin berlari keluar, Jongin tidak mau mendengar kabar menyakitkan tentang ibunya.
Richard yang melihat gelagat Jongin pun paham jika remaja yang dihadapannya itu sedikit enggan, namun Richard tetap memaksanya.

"Bakteri yang ada di otak ibumu sudah menyebar dan kami tidak bisa menetralisir bakteri itu, otak yang sudah di gerogoti bakteri akan membusuk dan terjadilah pembekuan darah. Tidak ada jalan keluar lagi, kami mohon maaf. Tetapi masih ada waktu untuk bertemu ibumu dan menghabiskan waktu mu dengannya selama satu Minggu." Jelas Richard menatap Jongin yang sudah berderai air mata dan menahan tangisnya.

"Kau bukan Tuhan! Kita tidak tahu umur seseorang!" Pekik Jongin.

Richard menghela nafasnya saat menerima respon dari Jongin, hal ini sering terjadi.

"Aku memang bukan Tuhan, dan karena itulah aku memprediksi. Kita tidak tahu jika prediksi ku meleset entah itu hidup bertahan lama atau tidak bisa hidup lebih lama dari prediksi ku Jongin. Aku sudah berusaha, bakteri ini menggerogoti otak ibumu perlahan." Richard terengah.

Jongin menggeleng kasar dan berteriak, ibunya pasti bisa sembuh! Jongin yakin! Jongin sudah mempersiapkan segalanya untuk nanti jika suatu saat Helena sembuh. Jongin akan memberikan makanan dan baju yang ibunya suka dengan uangnya, Jongin akan membawa Helena ke ladang bunga seperti yang dulu ibunya lakukan.

"Tidak! Mama pasti bisa sembuh!" Ucap Jongin menangis, kepalanya pening dan rasanya akan meledak.

"Hey tenanglah! Jongin sadarlah!" Ucap Richard panik saat melihat Jongin yang terlihat pucat pasi dengan nafas tersengal-sengal.

"Mama pasti ... sembuh-" ucap Jongin terbata lalu kegelapan menyapanya, Jongin ambruk tak sadarkan diri.

"Kim Jongin!"

Richard menahan tubuh Jongin dan mengangkatnya, membawa remaja itu ke ruangan brankar agar mendapatkan penanganan segera. Tubuh Jongin sangat kurus dan Richard bisa menebak jika anak laki-laki ini tidak memperhatikan pola makan dan pola hidupnya.

"Jika saja aku Tuhan maka aku tidak akan merasakan kehilangan nyawa seseorang dan hanya akan menghilangkan rasa sakitnya saja, tapi sayangnya aku bukan Tuhan." Gumam Richard menatap wajah manis Jongin terakhir dirinya menutup pintu.

TBC

Hug Me Papa! [Dipindahkan!]Where stories live. Discover now