Mendadak semua ruangan menjadi terang, dan hanya beberapa detik setelahnya pembangkit listrik bekerja lagi.

"Apa itu?" Jungkook tak bisa bergerak lebih dari ini. Hantaman kuat membuat seolah tempat itu menjadi terguncang gempa. Ledakan sebesar itu sangat membahayakan, tapi mungkin saja separuh manusia ada yang selamat. "Cepat hidupkan televisinya." Pinta Taehyung dengan kembali ke tempat duduk, dia masih terpaku di arah sana. Jungkook menggunakan remote control dan menunggu respon agar televisi segera menampilkan siaran berita lokal.

"Bukankah itu arah rumah. Kenapa biasa ada ledakan sebesar itu. Apakah pabrik minyak meledak atau memang kecelakaan besar?" Jungkook menerka sendiri. Dia tahu tidak ada kilang minyak di tengah perkotaan yang besar seperti ini. Sementara dia tidak tahu harus apa dan mengapa, tangannya gemetar dan mulutnya terbuka ketika melihat kepulan asap diantara kita yang sempat padam listriknya.

Ya, televisi telah menyiarkan berita. Setelah Taehyung berdebat dengan lamanya Chanel ini menyala akibat listrik padam sebentar.

"Tidak mungkin ini kecelakaan. Ini seperti ledakan yang disengaja." Dia masih bicara sendiri. Sementara Taehyung anteng dalam keadaan melihat siaran. Dalam hatinya dia menjerit bahwa seseorang telah melakukan suatu kebodohan. Bodoh dan tamak menjadi satu. Alasan kenapa dia tidak bisa mengatakan dengan benar karena dia membenci apa itu petaka sepihak.

"Baik. Dilaporkan dari pusat kota Chongdang. Sebuah ledakan besar terjadi di Busan, mengakibatkan luka berat dan juga jumlah kematian masyarakat sekitar delapan belas orang. Untuk korban luka masih belum bisa dipastikan dan korban kematian bisa bertambah. Dilaporkan bahwa serangan ini dikaitkan dengan teroris. Tapi masyarakat sekitar bersih keras, jika serangan ini dikaitkan dengan komplotan bersenjata. Terjadi di perumahan elit, Busan. Dekat dengan sungai ChongDong. Dalam area perumahan besar di taman kanak-kanak distrik ChongDong."

Jungkook menoleh, mengetahui dimana alamat kejadian itu membuat dia tak bisa bicara benar sepertinya. Dia bahkan melangkah maju dengan pandangan mata tak percaya. Dia seperti pria melompong tanpa arah. Tangannya menopang pada kursi untuk menjaga keseimbangan.

Tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Sementara ada begitu banyak alasan kenapa bisa dia bertahan dalam satu situasi yang seharusnya Taehyung membaginya. Sang kakak membantunya berdiri, di tengah rasa bimbang sang adik menangis.

"Apakah itu perbatasan tempat tinggal ku. Apakah ayah melakukan ini? Dia membuat ulah dan kejadian seperti ini?" Runtuk tidak terima. Deretan akan kesedihan semakin menjadi dalam hidupnya. Satu titik lebur menjadi satu. Dia membenci dimana semua orang melakukannya hanya demi harta singkat saja. "Apakah kau mau memastikannya? Jika Hoseok tidak mau mengantarmu. Aku bisa melakukannya. Apakah kau mau?" Tawarnya. Entah kenapa dia juga ingin ayahnya jujur. Pamannya juga Seokjin tentunya, dia cukup pintar dan cakap dalam menyadari setitik masalah. Meski dia terlambat akan banyak kesalahan disembunyikan.

"Bisa saja Hoseok mati karena ledakan itu. Jika dia hidup itu adalah mukjizat. Kalau dia kalah, artinya kau harus membantunya." Taehyung tidak punya solusi. Dia hanya punya rencana tahan banting, jika Jungkook mau akhiri semua ini dia harus ikut maju. "Katakan apa yang harus aku lakukan. Jika kau mau membantu ku Taehyung Hyung." Cara bicaranya penuh naluri. Dia sendiri bertatap langsung dengan kakaknya penuh arti.

"Bisa. Jika kau mau mental pembunuh seperti ku." Ini yang diharapkan oleh Taehyung. Jika dia bisa membunuh manusia, setidaknya Jungkook bisa membantai para manusia Jahanam.

"Ayah." Langsung disambung dengan kata mantap. "Ayah adalah saksi bagaimana ibumu mati." Jungkook ingat. Dia sekarang ingat bagaimana semua itu bisa terjadi, saat itu dia menyadari bahwa ayahnya dan juga ibu Hera. Bertengkar, saling menusuk satu sama lain dengan bicara yang kasar. Ketika di temukan dengan tubuh bersimbah darah semua terjadi dengan singkat.

Descendant (Sad Story Vkook) [END]✓Where stories live. Discover now