27. Satpam Kasar.

Start from the beginning
                                    

Evelin yang hampir mendekat segera berkata, "Pak, Evelin sakit hati sama Bapak!"

Kirana memegangi pundaknya, saat Evelin menoleh, Kirana segera menggelengkan kepala pertanda tidak setuju kalau Satpam dilawan sendirian.

"Siapapun anda, kalau berani sama perempuan doang, maka anda tidak pantas disebut laki-laki!" Hito melangkah maju.

Evelin meneguk libido, yakin kalau perkelahian ini akan parah. Hito yang jago berkelahi memutuskan untuk melawan Satpam kasar. Semua dilakukan demi membela perempuan, demi menegaskan kepada dunia kalau perempuan tidak boleh diberi kekerasan.

Mungkin tidak ada untungnya, mereka akan sama-sama terluka, tetapi setidaknya Evelin lebih tenang, harga dirinya tidak serendah yang difikirkan. Ya. Hito akan membela perempuan cantiknya ketika sedang dihina.

Bukan hanya Evelin, mungkin saat perempuan lemah butuh bantuan setelah dihina habis-habisan, maka Hito datang dan membela sampai mati-matian.

"BERHENTI!" perintah seseorang.

Semua orang melirik, menatap sumber suara dari ujung kaki sampai kepala, ternyata orang tersebut adalah Ibu Dona Yati Yunaita yang berjalan semakin mendekati arah Satpam.

Plak!

Ibu Dona menampar pipi Satpam tersebut dengan begitu kencang seperti tidak terima kalau anak serta keponakannya menjadi korban kekerasan di SMA. Semua orang menjadi terkejut.

"Jangan macam-macam sama anak saya!" ancam Ibu Dona dengan nada kecil, "Saya bisa melaporkan tindakan anda ke Polisi, tapi sekarang dimaafkan saja."

"Saya hanya menampar, cepat pergi dari sini sebelum saya kehilangan akal!" lanjut Ibu Dona dengan nada lebih lantang dan jelas sampai membuat semua orang mendengarkannya.

"Maafkan saya, Bu!" pinta Satpam sambil menundukan kepala, nada bicaranya sangat perlahan seperti budak yang takut kepada majikan. "Saya hilap."

"Kamu bilang hilap?" Ibu Dona menaikan salah satu halis sampai membuat Evelin khawatir dan takut tantenya akan membela Satpam.

"Iya, Bu. Saya cuma hilap, tidak bermaksud apa-apa-"

"Sudah berulang kali kamu melakukan kekerasan, apa perlu saya lapor Polisi?" Ibu Dona melipat kedua tangan.

Satpam mendongak, wajahnya terlihat kaget dengan ucapan Ibu Dona. Dia segera berlutut sambil menyatukan telapak tangan dan berkata, "Tolong jangan laporkan saya, Bu!"

"Tapi tindakan kamu tidak bisa dimaafkan, Satpam!" jawab Ibu Dona dengan begitu enteng.

"Tolong, Bu! Saya mohon. Jangan laporkan ke Polisi!"

"Maaf, saya memilih melaporkan ke Polisi saja-"

Satpam hampir saja bersujud di kakinya, tetapi Ibu Dona segera menghindar. Semua orang jadi sangat bingung sekaligus kaget.

"Tolong, Bu! Jangan laporkan saya ke Polisi!"

"Saya harus melaporkannya, Satpam."

"Bagaimana nasib ibu saya yang sakit kalau anaknya dipenjara, Bu?"

"JANGAN MEMBODOHI SAYA! Ibu kamu sudah meninggal dua tahun lalu!"

"Saya janji, gak akan bilang ke siapapun kalau SMA ini memberi perintah semua murid untuk tanda tangan di atas materai dan menyatakan kalau mereka siap menerima didikan tegas-"

"Cukup!" Ibu Dona menelan ludahnya sendiri seperti merasa cemas kalau kekerasan di SMA diendus oleh Polisi. "Cepat pergi, kamu saya pecat!"

Satpam itu menatap Ibu Dona, membungkam selama beberapa saat, menganggukan kepala dan bergegas pergi dengan senyuman hambar.

Ada kekesalan setelah dipecat setelah mendorong Evelin menuju anak kepala Sekolah. Namun, dia juga bahagia karena tidak dijebloskan ke penjara karena menampar seorang gadis SMA.

Kirana memeluk dengan begitu erat, hatinya merasa lega, orang sekasar itu sudah tidak ada di SMA elit seperti ini. Dia menatap sang sepupu dengan perasaan iba, sementara Evelin masih bisa mengukir senyuman tipis. Sangat mengagumkan.

"Ayo, ikut!"

"Mau kemana sih?" Evelin menaikan salah satu halisnya.

"UKS," balas Hito, ekspresinya sangat datar dan hawa dingin terpancar jelas.

"Kaki gue terkilir nih, sakit banget!"

Evelin meringis kesakitan sambil memegangi pergelangan kaki yang terasa sakit. Dia menoleh, ternyata Hito hanya melihat sambil jongkok tanpa berniat menolong. Evelin pun langsung mendengus kesal, Hito terasa menyebalkan dan sedikit kejam.

Hito mengukir senyuman tipis. "Gue bantu jalan."

Evelin menggelengkan kepala. "Gue gak bisa jalan, Bodoh!"

"Gue gendong." Hito segera berdiri sambil memasukan tangan menuju saku.

Evelin merasa ragu, Hito terlihat kurang kuat kalau menggendong gadis seberat ini. Dia pun geleng-geleng karena takut dijatuhkan lagi seperti pertemuan mereka yang diawali oleh kejadian tidak enak.

"Jangan ragu!"

"Gue kuat gendong lo."

"Lo mau gue jadi IronMan?"

"Cepat naik ke pundak gue!"

Ibu Dona menghampiri mereka berdua sambil tersenyum manis bak aktivitas sejoli tersebut. Dia segera menepuk pundak Evelin dan berkata, "Hito menawarkan kebaikan, jangan ditolak, Sayang! Semuanya demi kamu supaya cepat sembuh."

Kirana menganggukan kepala. "Mama benar, Evelin! Cepat naik ke punggung Hito, apa gue harus bantu-"

"Gak usah, makasih!" ucapnya sambil naik menuju punggung Hito dengan perlahan. Dia segera menoleh kemudian tersenyum tipis. Tanpa basa-basi, mereka pun pergi bersama.

Walaupun terlalu pendiam hingga disebut bisu, Hito adalah orang yang sangat baik sampai tidak sungkan untuk membela perempuan ketika dihina dan mencintai Evelin dengan begitu tulus.

"Jaga diri kamu baik-baik," ucap Hito dengan suara berat yang memecah kesunyian. "Apalagi kamu adalah perempuan."

"Tanggung jawab untuk menjaga perempuan adalah berat, jangan buat kedua orangtua menyesal membesarkan kamu!" pinta Hito Fahreza seperti sedang meminta orang spesial untuk menjaga diri baik-baik.

🌾🌾🌾

Untuk kalian, tolong banget jaga diri baik-baik. 😊 Bukan sok care, tapi emang perduli banget sama orang-orang yang di sekeliling.

Aku emang sayang semua orang, termasuk kalian.
Aku gak mau kalian kenapa-kenapa. Jujur ini mah.

Pokoknya jaga kesehatan, ya! Aku maksa nih. Canda. 😂

Kalau suka part ini, jangan lupa vote, komen, and share ke teman-teman, ya?

Sampai berjumpa kembali!
Salam enam agama!

BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)Where stories live. Discover now