Bagian 29

26.4K 1.9K 67
                                    

"Please deh! Aku jadi nggak bisa nelan makanan gara-gara lihat Kak Dewa. Kak Ara nggak akan kemana-mana juga kali hingga harus dipelototi begitu."

Araya mengangkat kepala. Memperhatikan raut kesal di wajah adiknya yang duduk diseberang nya sebelum beralih kepada Dewa. Pria itu duduk di bagian ujung meja makan, tepat disebelah kiri Araya. Dia langsung tersedak hingga batuk keras ketika sadar pria itu sedang menahan dagu, memperhatikannya.

Entah sejak kapan Dewa melakukan itu, Araya sama sekali tidak sadar. Dia hanya terlarut dengan makanan yang dibuat Dewa sehingga tidak memperhatikan sekeliling termasuk pria itu. Jika Araya sadar dari awal, mungkin dia tidak akan makan selahap seperti yang dia lakukan beberapa saat yang lalu.

"Minum dulu," ucap Dewa. Dia segera mengambil gelas dan memberikannya kepada Araya. "Makannya pelan-pelan saja. Aku tau kamu suka masakan yang aku buat. Tapi jangan sampai tersedak begini juga."

Araya langsung meneguk air itu hingga habis. Setelah meletakkan gelasnya kembali ke atas meja, dia meraih tisu sebelum membersihkan sisa air yang melekat di bibirnya.

"Kamu sudah selesai?" tanya Araya sambil menunjuk piring Dewa yang sudah kosong. "Katanya lapar. Kenapa makannya cuma sedikit?"

"Melihat kamu makan saja rasanya aku sudah kenyang."

Ada rasa bangga di hati Dewa ketika melihat Araya makan dengan lahap. Padahal sejak selesai memasak tadi, dia sempat meragukan hasilnya. Entah akan sesuai dengan selera Araya atau tidak. Untungnya Araya sangat menikmatinya.

Ayasha yang melihat dan mendengar itu langsung mencibir sepasang manusia yang bersama dengannya saat ini. Si pria yang terlalu sibuk merayu dan si wanita yang bersemu hanya karena gombalan yang tidak masuk akal. Kesalahan apa yang sudah dia lakukan sehingga harus terjebak diantara pasangan yang terlihat kasmaran layaknya anak remaja ini?

Jika bukan karena tidak ingin memiliki keponakan dari kakak perempuannya ini sebelum status kakaknya jelas, Ayasha tidak akan mau repot-repot menjadi obat nyamuk seperti ini. Menyebalkan sekali!

"Kalau begitu mulai sekarang Kak Dewa nggak usah makan-makan. Setiap jam makan temui aja Kak Ara biar bisa kenyang."

Sayangnya ucapan ketus Ayasha hanya bagaikan angin lalu. Tidak ada balasan apapun yang dia terima dari Dewa maupun kakaknya sehingga dia kembali menikmati makanan di dalam piringnya. Kepalanya sengaja menunduk, berusaha untuk tidak terlibat dengan kedua orang yang semeja dengannya ini.

"Sejak kapan kamu pandai masak?" tanya Araya ketika mulai merasa gugup sehingga tidak bisa makan senyaman tadi.

Araya masih ingat bagaimana dulu Dewa tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Jangankan memasak, menyusun pakaian ke dalam lemari pun sulit dia lakukan sendiri. Dan melihat Dewa bisa memasak seperti ini membuat Araya ingin tahu bagaimana kehidupan Dewa selama ini. Perubahan positif yang terlihat itu sudah pasti ada hal yang mendorongnya.

"Sejak kuliah dulu. Makanan disana kurang cocok dengan perutku. Jadi, aku belajar dari yang paling mudah dulu sampai mencoba yang sedikit sulit. Untung hasilnya lumayan bisa dimakan."

Araya tersenyum. "Masakanmu enak. Aku suka."

"Benarkah?" tanya Dewa dengan mata berbinar senang. Dia mendorong mangkuk ayam asam manis buatannya agar lebih dekat dengan piring Araya. "Kalau suka, kamu bisa habiskan semuanya."

Ayasha yang tadinya hendak menambah ayam ke dalam piringnya mendengus. Gerakan tangannya kalah cepat dari tangan Dewa. Tangannya kini masih terangkat sejengkal dari atas meja. Dia menatap Dewa, Araya dan makanan dengan wajah miris. "Aku merasa nggak dianggap."

Araya terkekeh ketika melihat wajah adiknya yang menyedihkan. Dia mendorong mangkuk mendekati piring Ayasha. "Kalau begitu makan aja dengan tenang, Dek. Jangan mencoba untuk memancing perdebatan." Dia tersenyum dan kembali memakan makanannya.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now