Titik 18 • Berharap Keputusan Terbaik

12 4 0
                                    

~Titik Terang~
Oleh: Faiza Isna

SELAMAT MEMBACA
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar, dan cek typo, ya ✨

🌀🌀🌀

Sampailah Dalilah dan Shaima di pekarangan rumah keluarga Dalilah. Setelah berdebat panjang dan penolakan, akhrinya Dalilah mau diantar pulang oleh sang sahabat asalkan dirinya yang membonceng. Itulah Dalilah, di sisi lain ia akan berusaha menolak jika seseorang memberinya bantuan. Jika dirasa dirinya melakukan dan menjalani sesuatu itu sendiri maka ia akan berusaha menutup diri dari uluran pertolongan orang lain. Meskipun itu orang terdekatnya.

"Makasih, ya, Im, udah mau ngasih tumpangan," ucapnya sambil menampakkan deretan giginya.

"Hmm, sama-sama."

"Ih, Ima! Kok mukanya datar gitu." Dalilah merasa heran dengan sang sahabat.

Shaima mengedikkan bahu sebagai jawaban.

"Tuh, kan! Ngomong bisa, kan, Im? Kamu kenapa tho? Aku ada salah, ya? Padahal kita habis maaf-maafan loh tadi." Tangannya menggosok-gosok bahu Shaima dengan bibirnya yang melengkung ke bawah.

Shaima mengembuskan napasnya perlahan. "Aku cuma rada kesel aja sama kamu, La. Kenapa, sih kamu selalu mau ngalah bahkan hal sekecil ini doang?"

Guratan di dahi Dalilah muncul seolah menanyakan hal yang dimaksud.

Shaima memutar bola mata malas. "Maksudnya tuh gini. Kamu itu lho, ngapaian maksa buat bonceng aku. Padahal 'kan ini motorku dan aku tadi udah bilang kalau aku yang nganterin kamu sampe ke rumah. Tapi, kamunya malah ngeyel mau mbonceng. Aku tuh jadi ngerasa gak enak, malah ngerepotin kamu. Apalagi kamu 'kan berangkat ke taman jalan kaki terus ditambah lagi pulangnya mboncengin aku. Capek banget pasti."

"Udah?"

"Sak karepmu La!"

Dalilah meledakkan tawanya tentu dengan suara yang cukup nyaring alias cempreng hingga sang sahabat menutup kedua telinganya.

Lalu hening beberapa saat.

"Im, mampir dulu, yuk! Ada yang mau aku omongin lagi. Tadi pas di taman kelupaan."

Shaima mengangguk saja, mengiyakan ajakan gadis berkaca mata itu.

🌀🌀🌀

Dalilah mempersilakan sahabatnya untuk duduk terlebih dulu sementara ia berlalu ke dapur untuk mengambilkan minum. Eh, tapi bukan Dalilah, ya, yang menawarkan tapi Shaima sendiri yang meminta. Katanya haus.

Sejurus kemudian gadis berkaca mata itu datang membawa dua gelas minuman nutrisari rasa jeruk maroko.
"Nih, Im, diminum dulu, katanya haus 'kan, tadi?"

Shaima menerimanya dan berkata, "Hehehe iya, La. Makasih ya." Dalilah membalasnya dengan senyum simpul.

"Eh, tadi katanya mau ngomongin sesuatu. Apa?" tanya Shaima setelah meneguk minuman itu hingga bersisa setengah.

"Semoga apa yang bakal aku omongin nggak menjadi beban pikiranmu, ya. Please! Pokoknya setelah aku cerita hal ini, kamu nggak boleh marah ataupun sedih. Oke?"

"Ih, Ila! Apaan? Jangan aneh-aneh kamu, ya!"

"Oke?" Dalilah menyodorkan jari kelingkingnya.

Shaima membalas hal itu. "Iya, oke."

Titik Terang Där berättelser lever. Upptäck nu