S1 [6]

83.8K 8K 1.4K
                                    

asekk sebulan di ghosting:v

Pagi harinya, Jaemin sudah siap berangkat ke mansion Jeno. Tak lupa, ia juga memasakan Kimchi Jiggae untuk sarapan Jeno. Ia sengaja bangun pagi-pagi untuk memasakan itu, ia tak mau sang tuan terlambat ke kantor. Sekarang sudah jam 6 pagi, ia harus pergi kerumah tuannya dan membangunkannya.

Jaemin keluar dari rumah flatnya. Flatnya berada di lantai 7, ia harus menuruni tangga untuk sampai di bawah. Tidak ada lift, hanya ada tangga akses utama untuk turun dan naik. Flat ini ada 10 lantai, dan termasuk flat termurah yang Jaemin temukan. Sengaja memang, ia tak mau menyewa flat yang terlalu mahal, ia juga harus memikirkan ekonominya untuk bertahan hidup.

"Astaga, dimana si mamang supir bus? Dia tidak mau uang, kah?" Kesalnya, karena biasanya jam 6 pagi bus itu sudah datang. Si mamang juga sudah mengenal Jaemin sejak dia masih di panti asuhan, karena Jaemin sudah langganan menaiki bus nya saat masih sekolah.

"Itu dia!" Jaemin melambaikan tangannya, supaya bus tersebut berhenti.

Jaemin memasuki bus, ia melihat si mamang yang banyak sekali memakai koyo cabai di area leher, dan juga jidat kanan kirinya. Jaemin mengerutkan keningnya, "Mamang kenapa? Sakit?" Tanya Jaemin.

"Tidak, ini digigit semut." Kata si mamang sembari melanjutkan kembali menyetirnya.

"Tapikan koyo panas mang, kok digigit semut pakai koyo?" Tanya polos Jaemin.

"Astaga Nana, kau diam saja. Kepalaku pusing, dan aku sedang fokus menyetir," Kata si mamang.

Jaemin mengangguk paham, "Oh oke mamang!" Serunya dengan suara yang kencang, membuat beberapa penumpang dibelakang melihat kearahnya. Jaemin hanya tersenyum kikuk saja, ia malu.

"Polos keserempet bego." Gumam si mamang pelan dengan wajah yang hampir ingin menangis.

"Hah apa mamang?" Ah ternyata Jaemin mendengarnya.

"Tidak, tadi ada gajah lewat." Kata si mamang.

"Mana mang? Apakah dia tertabrak?" Tanya Jaemin dengan menolehkan kepalanya ke arah jendela, mencari si gajah yang dibicarakan mamang supir.

"Tidak nak, silahkan turun karena sudah sampai." Kata si mamang yang memberhentikan mobilnya tepat di halte depan rumah Jeno.

Jaemin mengangguk, "Terimakasih mamang," Jaemin hendak turun dari bus, namun ia membalikkan badannya.

"Ada yang tertinggal?" Jaemin menggelengkan kepalanya.

"Sampai jumpa besok, mamang Udin!"

Dan sekarang, mamang Udin sedang membenturkan kepalanya di stir mobil.

***

Jaemin sampai di rumah Jeno tepat pada pukul setengah tujuh, ia langsung memasuki kamar utama dan membangunkan sang tuannya. Dugaan selalu benar, sang tuan masih tertidur di atas ranjang king size nya. Jaemin hampir tertawa melihat posisi tidur Jeno yang meringkuk seperti bayi. Ia yakin, jika Jeno adalah uke. Jaemin terkekeh geli, hingga sebuah suara detak khas orang bangun tidur menghentikannya.

"Kenapa kau tertawa? Ada yang lucu kah?" Tanya Jeno yang baru saja bangun dari tidurnya, ia merasa terganggu dengan kekehan geli Jaemin yang menyeruak masuk ke telinganya.

Jaemin menggeleng, ia berjalan mendekati ranjang Jeno dan menyuruhnya untuk segara bersiap untuk pergi ke kantor. "Bangun tuan, kau harus pergi ke kantor, bukankah jam 9 nanti kau ada rapat?" Kata Jaemin.

Bukannya menuruti Jaemin, Jeno malah menarik tangan si manis hingga membuatnya berbaring di sebalahnya. Jeno memeluk tubuh mungil itu, membuatnya tenggelam dalam pelukannya. Tubuh Jaemin sangat kecil, pantas saja jika tenggelam dalam pelukannya.

"Aku boss nya, jadi terserah ku." Kata Jeno dengan kembali memejamkan matanya.

Jaemin memukul dada bidang Jeno, "Justru itu, kau harus mencontoh karyawan mu agar disiplin. Jika boss nya malas begini, bagaimana karyawannya akan benar? Kau harus semangat."

Jeno tersenyum kecil, ia melepaskan pelukannya dan melihat wajah Jaemin. "Lihatlah, kau sudah seperti istriku. Membangunkan ku pagi-pagi, dan menyemangati ku untuk bekerja," ujar Jeno dengan senyuman yang membaut matanya menyipit.

"Ish. Cepat mandi, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu!" Kata Jaemin yang beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar Jeno.

Sedangkan Jeno hanya terkekeh geli. Ia merasakan nyaman dan senang jika berada di samping Jaemin, semangatnya seakan memuncak. Semangat apa? Semangat untuk menikahi Jaemin. Bercanda, serius mulu hidupnya. Tapi nantinya juga Jaemin akan menjadi istrinya. Ia pastikan itu.

Setelah 15 menit menyiapkan diri, Jeno akhirnya turun untuk sarapan. Ia melihat Jaemin yang sedang menyiapkan piring dan juga minum di meja makan, lelaki itu seakan tak menyadari jika Jeno sudah menuruni tangga.

"Hai sayang, kau sedang apa?" Goda Jeno yang dibalas tatapan tajam oleh Jaemin.

"Panggil aku yang benar, tuan." Kesal Jaemin sembari memanyunkan bibirnya.

"Oh, kau sudah berani memerintah ku?"

"T-tidak bukan begitu maksud ku, a-aku..."

Jeno tertawa kencang saat melihat wajah Jaemin yang ketakutan. Sedangkan si manis semakin kesal.

"Ck. Aku kesal denganmu!"

Jeno merubah raut wajahnya seperti orang kaget, tak lama kemudian ia merubahnya lagi seperti seseorang yang sedang merayu bayinya. "Ututu, calon istriku merajuk,"

"Diam dan makanlah, tuan Lee!"

"Baiklah, aku akan menuruti perkataan calon istriku,"

"Terserah."

***

Berbeda dengan Mark, lelaki tampan itu seakan tak mempunyai semangat hidup. Mata yang bengkak dengan kantung mata yang terlihat jelas, dan juga wajah yang pucat. Ia bergadang karena memikirkan perkataan kekasihnya- ah ralat mantan kekasihnya yang mengakhiri hubungan mereka.

Mark sungguh tak paham, apa yang membuat Haechan berkata seperti itu. Mark tak pernah memandang siapapun dari materi atau pun orang itu berasal dari mana, menurut Mark semua orang sama saja tidak ada bedanya. Hanya saja, tuhan memberi takdir yang berbeda dan harus mereka syukuri.

"Tuan, kau terlihat tidak baik hari ini, kau bisa menyerahkan tugasmu padaku. Kau harus istirahat," Kata Mina yang melihat Mark kurang sehat hari ini.

"Tidak Mina, terimakasih."

Mark menyenderkan kepalanya di kursi kerjanya, "Kau bisa pergi keruangan mu."

"Tapi tuan-"

"Tolong jangan membantah!"

Gadis itu menghela napas, "Baiklah, jika kau butuh sesuatu kau bisa menghubungiku tuan,"

"Ya."

Mina meninggalkan ruangan Mark dengan air mata yang menggenang. Seharusnya ini kesempatannya untuk dekat dengan seseorang yang ia cintai, namun orang itu lagi-lagi menolaknya.

Mina menghela napas, menatap pintu ruangan Mark dengan tatapan sedu.

"Cara apa lagi yang harus kulakukan? Tidak bisakah kau peka terhadap perasaanku?"

Tbc.

Enak juga ya ngegantungin readers:v

Mr. J | NoMinWhere stories live. Discover now