Save the last date (21+)

29.6K 2.5K 1.1K
                                    


Setelah pulih, hal pertama yang Tria lakukan adalah mengendarai skuter matic-nya. Tapi bukan untuk bersenang – senang.

"Konsen ya, Dis." Ia menepuk pundak tegang Gadis di depannya, "nyawa saya di tangan kamu. Kalau kita jatuh lagi, kayanya saya nggak gegar otak lagi. Tapi gila."

Gadis mengedikkan bahu sementara tangannya menggenggam kemudi terlalu kencang, "Pak Tria jangan bilang gitu. Lagian kenapa Bapak ngotot ajarin saya sih? Kan baru sembuh."

Pertanyaan yang seharusnya retoris itu mendapatkan jawaban dari Tria setelah kedua bahunya diremas dengan lembut, dan wajah pria itu mendekat ke telinga Gadis.

"Soalnya waktu kita udah nggak banyak, Dis."

Bisikan Tria tentu buat hati Gadis nyeri tapi ia tak ingin memperjelasnya. Alih – alih ia balas menggoda Tria.

"Pak, saya nggak tanggung jawab ya kalau motornya lecet lagi. Ini Bapak yang maksa lho."

Di belakangnya, Tria tergelak. "Ganti rugi seperti biasalah."

Gadis menarik gas di tangannya dengan hati – hati, bibirnya mengulum senyum bersamaan dengan laju pelan skuternya.

"Saya cuma mau kamu dapat sesuatu dari hubungan kita," ujar Tria pelan ketika Gadis sudah mulai bisa mengendalikan kemudinya, "setelah kita nggak sama - sama, kamu bisa mandiri. Bisa kendarai motor akan permudah mobilitas kamu. Kalau pengen beli kain, antar order, kamu nggak perlu jalan kaki lagi. Menjahit dan bikin pola aja sudah cukup menguras energi, kan."

"Pak Tria visioner ya. Saya merasa beruntung."

"Beruntung ya?" Tria mendengus, mengejek dirinya sendiri. "Ada beberapa hal yang ingin saya lakukan dengan kamu sebelum acara lamaran."

Mendengar nada muram Tria di akhir kalimat, Gadis mencoba menghiburnya, "kok bisa sih, Mba Sella mau gitu aja terima Pak Tria."

"Harusnya pertanyaan itu buat kamu. 'Kok bisa ya, Yoga mau gitu aja terima kamu?'"

Gadis mengulas senyum kering dan berkata, "iya juga."

*

"Gimana ngajinya?"

Tria menyambut Gadis dan Adiba yang baru saja turun dari becak. Diarahkannya mereka ke dalam mobil yang sudah ia siapkan sepulang kerja. Gadis pasti tidak menduga rencana Tria sore ini.

"Aku drill jilid 2-nya lancar soalnya udah diajarin Mba Gadis," jawabnya, lalu ia bertanya dengan polos, "kita mau ke mana, Pa?"

Tria menarik senyum miring di bibirnya sambil melirik wajah Gadis. "Diajarin Gadis ya?"

"Iya," Adiba mengangguk mantap lalu masuk ke jok belakang, "kita mau ke mana, Pa?"

"Diba nginep di rumah Oma ya. Papa mau lembur, Gadis mau pergi ke rumah singgah."

Perut Gadis menegang. Oh! Apa yang direncanakan duda kualitas premium ini?

Masih belum ada percakapan berarti sejak mereka meninggalkan Adiba di rumah Omanya. Tria bungkam, sementara Gadis takut untuk bertanya. Perempuan itu hanya meremas tangan di pangkuan dan menatap ke balik kaca. Ia terkejut saat tiba – tiba saja Tria meraih salah satu tangannya dan menyisipkan jarinya di sela jari – jari Gadis. Ia genggam Gadis dengan posesif.

Gadis tidak merasa asing dengan mall tempat mobil Tria berbelok. Mall di mana restoran steak yang dulu pernah mereka kunjungi berada. Tapi mereka tidak pergi ke restoran itu, Tria menariknya ke lantai atas tempat bioskop berada.

"Kita nonton film apa?" tanya Gadis penasaran.

Tria tak menjawab. Justru mengucapkan terimakasih pada petugas tiket, "Makasih ya, Mba!" Tangannya tak pernah melepaskan Gadis, sekarang pun ia menggandeng perempuan itu menuju counter makanan.

Buat Gadis Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang