"Sertifikat Hak Pakai"

15.1K 2.4K 564
                                    

"Kamu di depan!"

Gadis mengurungkan niatnya membuka pintu belakang mobil. Ia duduk di samping kemudi, menunggu dengan perasaan tegang saat Tria menyimpan kopernya di bagasi. Diam – diam Gadis memperhatikannya duduk dan memasang seatbelt, merasa berdebar ketika dengan penuh percaya diri Tria mengendalikan setir bundar itu. Menurutnya pria itu terlihat keren ketika mengambil tanggung jawab atas keselamatan orang lain.

"Adiba bobo, Pak." Gadis merasa perlu mengatakan sesuatu setelah mobil melaju.

"Karena itu saya suruh kamu di depan, supaya nggak gangguin dia." Jawab Tria tak acuh.

Melirik dengan ekor mata ia melihat Gadis menggigit bibir bawahnya dan memandang lurus ke depan. Ia sadar sudah buat Gadis kesal karena ucapannya barusan.

"Sepertinya Pak Tria kurang mengerti pekerjaan saya." Akhirnya Gadis berani menjelaskan hal yang ia anggap tabu terlebih jika dengan pria itu.

"Bagian mana yang tidak saya mengerti?"

"saya itu..." Gadis memikirkan cara paling tidak vulgar namun mudah dimengerti. Tapi saat melirik Tria sekilas ia langsung merasakan pipinya memerah. Tentu saja percakapan mereka akan vulgar. "Tugas saya menyenangkan Bos Galih di ranjang, Pak."

Gadis melihat senyum miring menarik bibir Tria yang masih fokus ke depan, "gimana caranya? Standup comedy? Dipijetin? Atau guling - guling kaya Sule?"

Walau yakin pria itu paham maksudnya, Gadis tetap menggeleng dan bergumam lirih, "bukan itu..."

Tria menoleh ke arah kanan sebelum memutar setirnya ke arah yang sama, setelah mobil kembali stabil ia melirik wajah Gadis dan berkata dengan santainya, "seks, kan?"

Menunduk semakin rendah, Gadis tiba – tiba saja tertarik memperhatikan kukunya sambil mengangguk malu.

Ia dengar Tria mendengus lalu mengemudikan mobilnya sesantai mungkin. "Saya sudah tidak hijau, Gadis. Dari awal saya mengerti."

Gadis mengangkat kepala dan memandangi wajah samping Tria, "berarti dengan saya, Pak Tria bukan mau... itu?"

"Siapa yang bilang?" tergelak sinis.

"Pak Tria mau tidur dengan saya?" Netra Gadis membulat, "Bapak masih punya Mba Sella, kan."

Sorot mata Tria yang tadinya santai berubah tajam, ia menarik napas dan membuangnya dengan kasar.

"Sella tetaplah Sella. Kamu tidak menggantikan posisinya. Saya pilih Sella untuk Diba, dia akan menjadi panutan yang sempurna." Ia melirik wajah Gadis yang tengah serius memperhatikan, "sedangkan kamu untuk saya sebagaimana kamu dijual. Setidaknya sampai hubungan kami sah."

Gadis merasa sedih karena harus mengkhianati Sella. Kenapa harus dia yang menyakiti wanita sebaik itu? terlepas dari itu Gadis tidak tahu harus bagaimana menata dan melindungi perasaannya yang rentan jika berkaitan dengan Tria.

"Dia pasti kecewa." Gumam Gadis.

"Kamu cuma kerja, Gadis." Sahut Tria malas, kesal karena Gadis mencoba memanipulasi nuraninya. "Lakukan saja tugasmu. Nggak usah baper, nggak usah pakai hati. Sella jadi urusan saya. Dan saya adalah urusan kamu."

Dia jadi urusanku... "Tapi sampai kapan, Pak? Bapak dan Mba Sella mau menikah, kan?"

Tria diam seakan tidak berniat menjawab. Ketika Gadis memalingkan wajah, pria itu menggerutu pelan. "Saya tidak mungkin biarkan kamu tetap dalam hubungan ini sementara Sella sudah menjadi istri saya. Kamu boleh pergi saat itu juga."

"Jadi kontrak ini sampai Pak Tria dan Mba Sella menikah?"

Tria menelan saliva dan alisnya mengedik cepat, lalu ia menegaskan, "iya."

Buat Gadis Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang