00.15

89 3 2
                                    










—————BLISS—————







"Sialan, malah dimatiin." Gerutu Sasa geram, ia sudah menelepon Johnny berkali kali, dan berulang kali juga Johnny mereject panggilan tersebut. Sasa yang kesal akhirnya menghentakkan kaki masuk kedalam ruangan Viel.

Baru saja membuka pintu, pemandangan kakak adik didepannya ini membuat iri. Ya, Jungwoo baru saja datang. Sasa yang tidak ingin menganggu moment kakak dan adik ini memutuskan untuk keluar menghubungi abangnya itu. Hal yang membuat Sasa iri kepada Viel adalah perbedaan signifikan antara abangnya dengan abang Viel.

Jungwoo yang sedang menggemblok Viel dipunggungnya berjalan mendekati Sasa yang melamun di depan pintu ruangan, "Sa? Kita duluan ya, mami udah nelfonin dari tadi." Pamit Viel kepada Sasa.

Sasa tersadar dari lamunannya, "Eh iya El, hati hati."

"Duluan ya dek," Jungwoo mengumbar senyum manis, siapapun yang melihat senyuman itu akan pingsan seketika. Sasa hanya membalas dengan senyuman kecil.

Sekelebat bayangan adik kakak itu telah hilang di peredaran penglihatan Sasa. Sasa makin kesal saat ingat dia kesini tadi itu naik taxi, biaya taxi itu sangat mahal dan yeah, uang saku yang Sasa bawa hanya tersisa 5 ribu rupiah. Bodohnya seorang Sasa.

Sasa seharusnya tidak berharap bahwa Jungwoo dan Viel akan mengajaknya pulang bersama, sekadar kata terimakasih karena sudah mengantarkan Viel begitu. Tapi harapan Sasa pupus, Jungwoo dan Viel berlalu begitu cepat, tanpa menanyakan keadaan Sasa disini. Sasa mengerti, bahwa Jungwoo dan Viel itu adalah seorang anak yang takut dengan teriakan orangtua perempuan; mami—mereka memanggilnya begitu. Sasapun turut memanggil beliau begitu, mami Viel yang menyuruhnya.

Sepertinya Sasa tau darimana bakat suara cempreng Viel, ya pasti menurun dari maminya! Kadang jika Viel sedang mendapat telpon mendadak dari maminya itu, Sasa dengan cepat melangkah menjauh sejauh mungkin, karena suara teriakkan maminya Viel memekakkan telinga. Oh tentu, Sasa melakukan hal lebay tersebut karena tidak ingin kehilangan fungsi pendengarannya.

Dengan langkah gontai ia berjalan ke arah kantin rumah sakit, melewati taman yang asri nan indah. Membuat mata sejuk jika memandang hamparan tanaman hijau. Netranya membulat sempurna, saat dari kejauhan melihat siluet tubuh orang yang sangat ia kenali. Dengan buru buru ia berlari menghampiri lelaki itu.

"DEJUN!" Teriak Sasa saat baru saja sampai didepan lelaki ini, dan menyadari bahwa itu Dejun. Ia mendekati lelaki tinggi tersebut.

Dejun yang sedang berdiri langsung menoleh ke arah Sasa yang terlihat sedikit terkejut dengan keberadaanya, "Eh Sa??"

Sasa mengambil langkah dan berpindah di samping kanan Dejun, "lo sakit?" Tanya Sasa.

Dejun menggaruk alisnya canggung; menggeleng pelan, "ngga." Balasnya singkat, tidak tau apa yang harus dibahas lagi.

"Terus ngapain?" Tanya Sasa, ia sepertinya benar benar kepo, ada urusan apa Dejun dirumah sakit ini.

Dejun memegang pundak Sasa dan menatap manik coklat teduh milik gadis itu, "Adek gue drop Sa, lo sendiri ngapain? Lo sakit?!" Dejun menghela nafas, dan membuang muka saat dirinya tak sanggup menatap mata polos Sasa, melepas pegangan di pundak gadis itu lalu menatap kearah depan.

Sasa yang awalnya kaget dengan tingkah Dejun, hanya berdeham. "Ngga, gue ga sakit. Gue cuma nganterin Viel yang tiba tiba pingsan tadi pas disekolah, by the way gue boleh jenguk adik lu kan?" Izin Sasa, walau Sasa belum pernah bertemu adik Dejun, ia sangat ingin sekali mengenalnya. Berharap dengan mengenal sosok itu, hubungannya makin dekat dengan Dejun.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 21, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BLISS | Lee HaechanWhere stories live. Discover now