56. Kado Mengejutkan Bung Kecil

Mulai dari awal
                                    

"Tapi, Anaknya bisa jadi Dokter."

"Orang tua yang baik, akan berusaha memperbaiki masa depan Anaknya." balas Nafla menunduk malu.

Langkah Hatta yang hendak keluar teras, mendadak terhenti. Hampir Nafla menabrak punggung Hatta, kalau saja ia tidak cekatan berhenti.

Nafla menengok ke arah depan Hatta. Penasaran apa yang membuat pria itu mendadak berhenti. Sampai Hatta terlihat diam bak patung bernyawa saat ini.

Setelah Nafla mengetahui apa yang menyebabkan Hatta begini, reaksinya pun tak jauh beda dari Hatta. Malah lebih parah. Mata wanita itu membulat sempurna dengan mulut terbuka lebar.

"Tan... Tan..."

"Tan Malaka," ucap Hatta mendahului Nafla.

Pria yang duduk di salah satu kursi teras itu, nampak tersenyum dari balik topinya yang menutupi sebagian muka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria yang duduk di salah satu kursi teras itu, nampak tersenyum dari balik topinya yang menutupi sebagian muka. Setelahnya, topi itu ia lepas. Wajahnya pun nampak dengan leluasa.

"Sudah lama ya, kita tidak berdebat? Apa kabar?"

"Kau masih hidup ya? Ku pikir, kau sudah mati. Pasalnya aku baca di surat kabar, bahwa kau disebut menjadi korban dalam kerusuhan Birma, ada lagi kabar bahwa kau berada di Yerusalem, dan dikatakan mati dalam kerusuhan Israel. Hidupmu luntang lantung sekali."

Nafla yang berdiri di sebelah Hatta, terbelalak mendengar ucapan pria itu. Dibandingkan kelakuannya tadi yang sembarangan memotong pembicaraan orang di telepon, sikap Hatta jauh lebih tidak sopan.

"Alang-alang toh, tak dapat musnah kalau tidak dicabut dengan akar-akarnya. Sudah biasa untuk zwerver. (Gelandangan)." jawab pria itu, sama sekali tidak ada unsur ketersinggungan.

"Widiihh, hebat banget jawabannya! Cocok nih, dijadiin dialog adegan aksi di film-film!" seru Nafla spontan. Tan Malaka dan Hatta pun spontan pula menatap wanita itu.

Nafla menepuk tangan, mengapresiasi jawaban Tan Malaka yang ia anggap keren. Sementara Tan Malaka mengangkat satu alis. Asing dengan wanita yang ia rasa baru pertama kali ditemui.

"Siapa dia?"

"Pembantu. Nafla, sana buatkan minum." suruh Hatta, sedetik menjawab pertanyaan Tan Malaka.

"Siap laksanakan perintah, Tuan Hatta." balas Nafla, menyelipkan sindiran. Nafla melengos kesal sebelum berlalu pergi.

"Serius, dia pembantumu?" tanya Tan Malaka, masih tidak percaya. Perawakan dan gaya pakaian Nafla sangat jauh dari pembantu pada umumnya.

"Ya,"

"Ku pikir, dia Anak angkatmu yang lain."

"Sudah cukup di empat."

Tan Malaka terkekeh. "Kenapa tidak dijadikan istri? Sayang bila jadi pembantu. Cantik begitu Anaknya,"

"Anak? Umur dia dua puluh tujuh. Dia bukan lagi Anak, tapi dia yang menghasilkan Anak."

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang