Hey Stupid, I love you

Mulai dari awal
                                    

.

.

.

"Ah, sebentar! Ponselku berdering-"

"Moshi-moshi, Sasuke-kun?"

"....."

"Aku sedang melewati taman kampus."

"....."

"Ah, tidak. Setelah ini aku mau pergi ke kedai es cream bersama Sakura, Ino dan Karin."

"....."

"Tidak, sungguh aku tak marah." Dan ketiga sahabat Hinata lantas berdecak sebal ketika Hinata berbohong.

"......"

"Ya, kau juga hati-hati di jalan. Jaa."

"Kenapa kau tidak jujur saja sih, Hin?" Karin adalah orang pertama yang protes.

"Aku hanya tak mau memperkeruh keadaan. LDR sudah cukup sulit bagi kami. Jika aku marah-marah yang ada hanya masalah tanpa solusi." Ya, Hinata harus bersabar, 2 tahun lagi ia akan lulus. Dan setelahnya ia akan meninggalkan Suna, kembali Konoha dan dapat bertemu dengan kekasihnya setiap hari.

"Tapi kan-"

"Nata!"

Karin belum sempat melayangkan protes selanjutnya tepat saat mereka mendengar panggilan. Ya, 'Nata' adalah panggilan khusus dari Sasuke untuk Hinata.

Mereka berempat menoleh ke sumber suara. Terpaku sesaat ketika Sasuke berlari terlampau semangat. Kakinya yang jenjang melompati pagar pembatas taman yang rendah. Rambutnya tertiup angin musim semi. Dan jangan lupakan senyuman yang tak pernah ditampilkannya di tempat umum.

Hinata menahan napas saat Sasuke tepat berdiri di hadapannya. Napasnya terengah, rambutnya yang sedikit acak-acakan dan senyuman yang belum luntur menyambut Hinata dengan telak.

Dibawah pohon sakura, Hinata dapat merasakan kehangatan menjalari punggungnya dan merambat sampai ke hati tanpa ia duga. Jangan tanyakan siapa tersangkanya. Sasuke memeluk erat kekasihnya. Menyalurkan kerinduan yang menyiksanya dua tahun belakangan. Jarak Konoha dengan Suna tidaklah dekat. Dan mereka harus mengorbankan waktu dan ego untuk meraih cita-cita mereka di kota yang berbeda. Sasuke yang kuliah di Universitas ternama Konoha sedangkan Hinata kuliah di Suna.

Mereka memang saling bertukar kabar tiap hari. Namun, apakah itu cukup? Tentu tidak. Jauh di dalam hati mereka, ada keinginan memiliki kekasih yang dapat ditemuinya, bertatap muka, dapat digenggam dengan nyata. Bukan hanya suara ataupun gambar 2D lewat layar ponsel.

"Hiks..hiks"

Sasuke dapat merasakan bahu mungil di dekapannya bergetar, juga isakan lirih yang menyapa gendang telinganya. Ia tahu bahwa Hinata sedih, marah dan senang dalam waktu bersamaan. Sungguh, ia bahkan tahu bagaimana rasa was-was gadisnya tiap hari. Ia juga hafal jika Hinata yang kadang terdiam saat sedang bertelepon dengannya adalah Hinata yang sedang berusaha mati-matian menahan rindu padanya. Demi Tuhan, Sasuke pun sama rindunya pada gadis indigo di depannya.

"Hei!" panggilnya kemudian tanpa melepaskan pelukan. "Apa kau sangat merindukanku?" godanya yang langsung mendapat tinju tak bertenaga dari Hinata.

Sasuke tersenyum, dielusnya hidung kekasihnya yang memerah. "Kau semakin cantik saja,"

"Jangan menggodaku!"

"Marahlah. Aku tahu kau sedang sedih mengenai pemotretan itu kan?"

Hinata mengerjap, lalu menundukkan kepala, "Aku benci padamu! Aku marah padamu" selorohnya lirih. Ya, Hinata berusaha melepaskan kekesalannya.

SASUHINA : OUR SONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang