•8

957 244 37
                                    

|Why We Should Break Up|

***

Pepatah atau mungkin seseorang pernah berkata; Bahwa pria bisa bersahabat dengan seorang wanita jika dirinya mempunyai perasaan khusus didalamnya. Tetapi sebaliknya, wanita bisa bersahabat dengan seorang pria apabila dirinya tak mempunyai perasaan khusus didalamnya.

Entah apakah pernyataan tersebut benar adanya ataupun tidak. Tapi satu hal yang jelas. Bahwa hal tersebut berlaku bagi seorang Damian yang kini tengah tersenyum miris. Menatap perempuan dihadapannya yang tersenyum antusias sembari menatap Ipad yang menunjukan katalog pakaian serta gaun. Terpajang secara virtual dilayar yang kerap kali ia geser sembari tak henti-hentinya berdecak kagum. Terkadang alis bahkan keningnya berkerut bingung.

"Dam, gue kerumah lo itu mau minta saran baju apa yang sekiranya bagus buat gue pake pas engagement. Malah dari tadi diem mulu." Perempuan dengan setelan blouse peach kasual dan celana skinny jeans-nya itu kini menaruh Ipad-nya dimeja. Tangannya ia silangkan didepan dada sembari menatap laki-laki dihadapannya dengan kesal.

"Gue kan udah bilang tadi Ajeng. Apapun yang lo pakai itu bagus. Harusnya lo tanya ke Sean, bukan ke gue. Kan yang tunangan lo itu dia." Ujar Damian. Mati-matian agar kalimatnya tak terdengar sarkas.

Ajeng memutar bola matanya malas. Terkadang sahabatnya yang satu ini tidak bisa diajak berdiskusi. Dan saat dirinya akan kembali melontarkan kalimat protesnya. Ajeng terpaku, melihat Damian yang kini tengah menatap keluar jendela dengan bertopang dagu. Raut wajahnya dengan jelas mengatakan bahwa ada banyak hal yang saat ini sedang ia pikirkan.

"Dam..." Panggil Ajeng hati-hati.

"Hmm.. Apa?" Damian menyahut kemudian mengalihkan atensinya pada Ajeng.

"Mikirin apaan? Lo nggak kayak biasanya tau."

Damian menggeleng, "Nggak apa-apa. Cuma lagi mikirin pertandingan baseball selanjutnya sama jobdesc gue yang numpuk di organisasi." Jawab Damian.

Ajeng mendengus, merasa lucu jika melihat Damian; Seseorang yang telah ia kenal hampir enam tahun mencoba berbohong dihadapannya.

"Coba lagi. Next time kalau mau bohong yang pinteran dikit ya." Ejek Ajeng yang membuat Damian menggeleng pelan seraya tersenyum simpul.

"Lo lagi marahan ya sama Lisa? Akhir-akhir ini kalian berdua jarang kelihatan bareng." Tebak Ajeng yang membuat Damian menghela nafas lelah.

Ajeng menggeret sofa kecil yang ia duduki supaya mendekat kearah Damian.

"Buruan baikan gih. Gue kan mau undang kalian di acara tunangan gue. Hari bahagia gue masa iya sahabat gue nggak bahagia juga sih, malah menggalau ria." Imbuh Ajeng yang kini tengah menepuk-nepuk pundak Damian iba. Membuat Damian terhenyak dan tanpa sadar memegang tangan Ajeng refleks.

Sepersekian detik mereka terdiam dalam posisi saling berhadapan dengan satu tangan Damian yang masih menggenggam tangan Ajeng. Dengan cepat Ajeng menarik tangannya, melepaskan diri dari genggaman Damian.

"Lo aneh banget sumpah hari ini Dam. Saran gue, lo mending baikan sama Lisa. Dia orangnya tulus kalau gue lihat." Ujar Ajeng.

Damian mendecih, "Sok tau lo." Sembari mendorong kening Ajeng menjauh. Membuat empunya berdecak tak terima.

"Yee...si Bambang dibilangin kok! Entar lo nyesel tau nggak kalau sikap lo anget-anget tai ayam. Awalnya perhatian terus lama-lama dingin gara-gara masalah sepele." Gerutu Ajeng yang membuat Damian tertawa sinis.

Gue bersikap baik, perhatian dan tulus pun nyatanya nggak bisa bikin lo sadar sama gue. Batin Damian.

"Nggak semuanya tentang gue lo tau. Jadi urusin aja urusan lo ya. Calon tunangan Sean tercinta." Ucap Damian kesal.

✔ Why - We Should Break Up (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang