•5

893 230 18
                                    

| Why We Should Break Up |

***

“Lis, mending lo putus aja deh sama Damian.” Gadis dengan potongan rambut sebahu juga poni ratanya itu kini tengah mengacungkan garpu yang ujungnya tertancap bakso daging ukuran sedang kearah wajah Lisa. Sebelum akhirnya melahapnya tanpa ampun, membuat pipi chubbynya semakin mengembung, “Gue nggak habis pikir! Kata Oje kalian udah baikan. Tapi tadi gue lihat lo sama Damian papasan udah kayak orang lewat aja, senyum doang”.

Lisa memutar bola matanya jengah, sudah cukup tadi pagi mendengar ocehan sahabatnya Rose. Kenapa disaat jam makan siang pun dirinya harus mendengar ceramah dari sahabat mungilnya, Yena. Perempuan jurusan ilmu komunikasi itu tak henti-hentinya berbicara, terkadang Lalisa bingung. Kenapa seorang Yena Mariesca bisa punya kapasitas pita suara yang sangat nyaring dan juga presentase baterai kehidupan yang selalu tak ada habisnya.

“Hih, itu bibir nggak capek apa dibuat ngomong terus? Bosen dengerin lo ngoceh mulu Yenaaa.” Gerutu Rose yang tengah mengaduk-aduk es jeruk pesanannya.

Yena mencoba melotot meski hanya terlihat alisnya yang terangkat, “Ya emang fungsinya buat ngomong. Terus kalau bukan ngomong buat apa dong?”

“Makan! Nih, makan itu baksonya yang kenyang ya, yenaku sayang.” Ujar Lisa yang kini tengah menyuapi bakso terakhir yang ada di mangkok Yena kedalam mulut gadis tersebut.

“Nah, makan yang banyak ya. Ngomelnya udahan dulu, panas kuping gue dengernya.” Imbuh Lalisa yang kini tersenyum puas melihat pipi chubby seorang Yena yang mengembang sempurna.

Rose tertawa mengejek, "Udah mirip ikan kembung noh pipi lo." Dan dihadiahi pelototan dari Yena yang justru terkesan imut dibandingkan seram.

Rose kini beralih menatap Lisa. Tangan kanannya meraih satu kentang goreng dan mencelupkannya kedalam saus tomat dan berakhir menggigitnya sedikit demi sedikit.

"Lis, gue ya bukannya mau ngebenerin kata-kata Yena. Tapi lo udah baikan, kenapa Damiannya yang kelihatan aneh ya? Kalian itu kadang emang kelihatan kayak orang pacaran, tapi kadang juga kelihatan kayak temen kerja kelompok doang. Belum lagi udah berapa hari ini, gue juga jarang ngelihat kalian berdua barengan."

Tanpa suara Yena mengangguk mantap, mengiyakan perkataan Rose meski susah payah mengunyah bakso didalam mulutnya.

Lisa terdiam sebelum akhirnya mengalihkan atensinya dari piring mie ayam dihadapannya kearah Rose.

"Maksud lo? Ya itukan karena.." Sebelum Lisa bisa menyelesaikan kalimatnya, telunjuk Rose membungkam bibir Lisa. Mengisyaratkannya untuk tidak lagi melanjutkan perkataannya.

"Shhh...shut up, diem! Tidak mau saya mendengar alasan itu lagi. Si Damian kan juga sibuk Rose, dia kuliah, organisasi, baseball, bla bla bla. Sudah basi sekali kalau anda mau berkata begitu." Ujar Rose sembari memutar bola matanya jengah.

"Bener apa kata Oje, ya Lis. Hubungan lo sama Damian itu lama-lama udah kayak lagu dangdut yang dinyanyiin Moza, Moza siapa sih? Ahaa.. Mozarella, apa sih maumu!" Kata Yena.

"Lo kira keju! Moza Kirana dodol, aduh kebanyakan danusan kan lo! Jadinya gini nih."

"Yee... Kagak ya! Bukan tim danus gue, tapi paid promote." Tukas Yena tak terima.

"Apaan sih kalian berdua kok malah ribut!" Sela Lisa yang sedari tadi memperhatikan percakapan kedua sahabatnya yang semakin menjurus kemana-mana.

"Udah ya, makasih banget kalian udah perhatian sama gue dan Damian sampai detail sekecil itu. Tapi ini hubungan gue, jadi gue cuma butuh support dari kalian aja. Masalah kedepannya gimana, biar gue sama Damian yang urus. Okey?!" Imbuh Lisa meyakinkan.

✔ Why - We Should Break Up (?)Where stories live. Discover now