📚 Akhir

3.8K 179 2
                                    

Kawanan burung kembali ke habitatnya kembali, setelah seharian penuh berkutat dengan semesta yang indah ini. Mereka seolah-olah melambai-lambai dengan sayapnya yang terus saja bergerak menjauh ke langit jauh. Sepasang pasangan yang tengah menyaksikannya tersenyum, betapa indah melihat burung-burung itu, seolah-olah menjauh dari pandangan mereka untuk menghampiri senja.

Mereka bersyukur, sejauh umur mereka masih diberi kesempatan oleh Allah untuk melihat pemandangan yang indah ini. Dila melihat ke arah perutnya yang di sana terdapat janin yang masih berumur tujuh bulan, ia mengelus perutnya teratur. Rafa mengikuti kegiatan Dila sembari menatap manik Dila yang teduh, seteduh mata memandang senja yang sangat jingga tersebut.

Langit di bagian barat semakin menghadirkan senja yang sangat jingga, menusuk dalam kepada mata mereka. Adzan maghrib mulai berkumandang di beberapa masjid ataupun musholla di sekitar rumah mereka. Adzannya merdu, saling bersahutan dari masjid ke masjid atau pun musholla.

"Masuk yuk? Kita shalat maghrib dulu."

Dila mengangguk pelan, Rafa merangkul pundak Dila menuju ke dalam. Meninggalkan senja yang sehabis ini akan hilang tergantikan oleh gelapnya langit malam.

Mereka mengambil wudhu, lalu menyegerakan sholat maghrib secara berjama'ah di rumah mereka. Sholat hanya berdua saja, pasalnya Nadi tengah berkunjung ke rumah Aida sedari jam empat tadi, katanya rindu kepada Zaidan - putra Aida dan Bima sambil mencari hewan jangkrik untuk menyelesaikan tugas dari bu guru.

"Mau ke mana?" Rafa membalikan badannya setelah berdzikir bersama Dila.

Dila mengurungkan niat untuk beranjak dari duduknya, ia kembali duduk menghadap Rafa.

Suara jangkrik berdesir kuat, Rafa menatap mata Dila dengan intens membuat pipi Dila hampir saja memanas. Tapi, Dila segera mengalihkan pandangannya kepada yang lain agar pipinya tidak makin memanas.

"Kamu mau ke mana tadi?" tanya Rafa menaik turunkan alisnya, sembari mengusap puncak kepala Dila yang masih berbalut mukenah.

"Mau minum, mas," kata Dila sambil melepas mukenahnya kemudian melipatnya dengan rapih.

"Sini deh, kita deketan." Rafa melambaikan tangannya pada saat Dila membenahi khimar instannya yang senada dengan gamis yang ia pakai.

Dila memenuhi ajakan Rafa, ia mendekatkan letak tubuhnya dengan Rafa tepatnya kini ada di hadapan Rafa. Mata mereka saling beradu, sangat kuat. Sampai di mana Rafa memegang kepala Dila mendakat ke bibirnya, jantung Dila berdetak lebih kencang.

Rafa berbisik kepada Dila, bisikan yang tak aneh lagi di benak Dila akhir-akhir ini. Entah kenapa Dila bisa-bisanya lupa akan tradisi seusai sholat yang sudah disepakati oleh mereka berdua.

Ulasan senyum lesung pipi terpatri di bibir Rafa, Dila yang menerimanya sempat tak kuat karena manisnya senyuman itu. Tanpa aba-aba, Dila segera menjulurkan tangannya di hadapan Rafa sambil tersenyum tulus. Rafa menerima uluran tangan Dila, dengan mengusap puncak kepala Dila.

Ciuman di punggung tangan Rafa dari Dila cukup lama, tanpa sadar Dila menitikan air mata di sana. Rafa yang merasakan aliran hangat mengalir di punggung tangannya, ia segera mendongakkan kepala Dila sambil menyentuh dagunya.

Benar saja, air mata mengalir di pipi kemerah-merahan Dila. Rafa mengusapnya dengan halus, dirasa air mata sudah tidak ada lagi di pipi Dila, ia menarik Dila dalam dekapannya.

Dada bidang Rafa mendekup hangat tubuh Dila, isakan kecil lolos dari Dila. Sampai di mana Dila sudah tak menangis lagi, ia melapaskan dekapannya.

"Mas, maafin adek, ya? Belum bisa menjadi istri yang baik buat mas. Tapi, mas selalu menjadi suami terbaik buat adek." Dengan segala kegugupan, Dila menatap mata Rafa yang terkesan dengan bulu matanya yang lentik itu.

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang