Cerita pertama aku yang mengajarkan untuk lebih baik lagi dalam membuat cerita.
Sebenarnya bukan pertama sih. Udah pernah publish beberapa cerita hanya saja aku unpublish lagi soalnya mager buat lanjut serta ke buru ada ide lagi heheh. Dan alhamdulillah ini pertama kali cerita yang sampai bisa tamat. Biasanya berhenti di tengah jalan xixi.
~~~~~
Aku harap kalian menyukainya dan memberi support dengan cara membaca, menvote serta komen.
~~~~~~
Happy Reading😚
《JIWATRISNA》
Seorang anak perempuan menangis histeris di bawah kaki seorang pria paruh baya. Kelopak matanya tak henti-hentinya mengeluarkan air mata.
Sudah hampir tiga jam anak itu menangis, tapi pria paruh baya itu sama sekali tak menggubris atau bahkan merasa terganggu.
Begitu banyak cairan bening yang terus keluar dari matanya, bahkan cairan itu sudah membuat bajunya basah. "Rain minta maaf, Rain akan belajar lagi, maafin Rain pa."
"Lepas," Pria itu melepas tangan mungil Rain dari kakinya. Tapi tak berselang lama tangan itu kembali bersandar di sebelah kakinya.
Pria paruh baya itu berdiri dari duduknya. Ia menatap geram anak yang saat ini memegang sebelah kakinya.
Sejak tadi pria itu hanya duduk membaca koran sambil meminum kopi. Ia seperti menulikan telinganya, seperti tidak terjadi apa-apa padahal sudah tiga jam anak itu menangis di bawah kakinya.
"Kau itu lemah. Sekali lemah pasti akan tetap lemah. Dasar tak berguna. Cih!" umpat pria itu sambil meludah tepat di samping anak itu.
Ia hanya menatap sendu. Apa yang harus di lakukan,jika sejak dulu saja apa yang ia lakukan selalu salah di mata papanya. Ia sudah berusaha tapi papanya selalu merendahkan. Selalu menganggap lemah. Tidak pernah sedikit saja anak itu mendapatkan pujian atas apa yang sudah ia lakukan. Pujian? Mungkin itu hanya akan tetap menjadi angan-angan. Jika di pandang papanya saja ia tak pernah. Pria itu selalu mengalihkan wajah saat mata indah anak itu menatap wajahnya.
Matanya menatap ragu pria paruh baya itu. "Rain sudah berusaha Pa, Rain sudah berusaha semampu Rain. Rain gak bohong," Setetes cairan bening kembali keluar dari matanya.
Pria itu mengalihkan wajahnya dan bertanya lantang,"Berusaha?"
Anak itu mengigit bibir bawahnya. Ia takut mendengar suara keras milik papanya. Tubuhnya sudah bergetar hebat.
"Apa yang kau usahakan, hah?"
"Kau itu bodoh. Sangat bodoh, mengerjakan itu saja tidak bisa. Apa, sih, bisamu, hah?"
"Merengek? Menangis?"
"Hanya itu kan yang kau bisa, yah?"
"Dasar tidak berguna!"
"Pergi dari sini," Mencengkeram lengan Rain kuat-kuat. Pria itu mendorongnya hingga kepala bocah itu terbentur ujung meja.
Cairan berwarna merah keluar dari samping kepala. Rambutnya mulai basah akan cairan kental itu. Gadis itu memegang kepalanya. Ia semakin histeris begitu melihat darah yang melumuri tangannya.
"Darah hiks, Pa tolong Rain, Pa," Gadis itu merangkak menuju kursi papanya.
Bukannya menolong pria itu justru kembali mencengkeram lengan polos Rain. "Akh, hiks sakit, Pa," Anak itu diseret paksa menaiki tangga menuju lantai atas rumahnya.
"Pa maafin Rain, Rain mohon, Pa."
"Ini benar-benar sakit Pa, Rain gak kuat," Rain mencoba memegang pinggiran tangga. Ia berharap jika itu bisa membuat papanya berhenti melangkahkan kakinya.
"Lemah," Pria itu sama sekali tak berbalik, hanya untuk melihat keadaan Rain saja, tidak. Cairan kental terus merembes keluar dari kepala dan lengannya. Cengkeraman pria paruh baya itu begitu kuat bahkan kuku panjangnya sudah dengan leluasa menancap di lengan terbuka Rain.
Rain melihat ke belakang. Anak itu menatap lemah darah yang sudah berceceran di lantai putih rumahnya. Ia tak bisa lagi memberontak. Tubuhnya mulai melemas. Lengannya sangat perih. Kepalanya semakin berdenyut sakit. Anak itu menggigit bibir bawahnya. Ia menatap punggung papanya tapi pandangannya mulai kabur, anak itu mengerjapkan beberapa kali matanya berharap jika pandangannya kembali normal seperti semula, tapi nihil.
Bruk....
Pria paruh baya itu melepaskan cengkeraman saat sampai di kamar mandi anak perempuan itu.
Ia menatap sekilas mata putrinya yang sudah tertutup. "Lemah." Sedetik kemudiam ia berjalan keluar meninggalkannya.
Darah terus mengalir dari kepala dan lengannya. Lantai keramik itu sudah seperti lautan darah, tidak ada yang menolong, papanya bahkan meninggalkannya begitu saja.
《JIWATRISNA》
Selasa,16 Maret 2021
Salam
cahya0905
YOU ARE READING
JIWATRISNA (Complete)
Teen Fiction{FOLLOW SEBELUM MEMBACA} MASA PERBAIKAN DENGAN WAKTU YANG TIDAK DI TENTUKAN Tema : Family Problem [General fiction, Teen fiction, Chicklit] ~●~●~●~●~ Sebuah kisah yang penuh akan lara. Sebuah kehidupan yang tak pernah jauh dari luka. Duka selalu had...
