Day 25

12 3 0
                                    

Tema: random karakter

This character is a woman in her early forties, who is very rebellious. She comes from a comfortable background, lives in a country cottage and tends to always say the wrong thing.

Genre: SoL, mungkin

****

Siapa yang begitu sering salah bicara?

Tidak ada. Dua deskripsi pertama mungkin masih terbayang, tapi yang terakhir ....

"Perlu bantuan?"

Terlalu lama melamun, aku kaget karena si hantu tiba-tiba sudah di sebelahku.

"Bukan hantu!" Ia mengentakkan kaki.

Aku nyengir kuda. "Jangan sok baca pikiran, Rin."

Arin mendengkus. "Aku iri melihat mereka yang masih hidup bisa berkumpul di sini, bermain dengan keluarga lain dan menjalin kekerabatan. Tapi, bukan itu poinku sekarang."

"Apa?"

"Aku membaca pikiranmu," sahut Arin. "Kamu lihat sekitar? Deha lagi main sama Terra, mungkin sedang membicarakan kehancuran dunia. Keluargaku baru tiba, sibuk disambut tuan rumah. Kamu cuma duduk sambil bengong di sini. Mau melihat sedikit masa lalu?"

"Masa lalu ... siapa?"

Arin menghela napas. "Sedikit soal masa lalu orang tua Ray."

"Lah?" Aku mengangkat alis. "Memang, kamu tahu?" Aku saja enggak tahu.

"Aku sudah melihat semua masa lalu yang terekam. Lagipula, di sini 'kan ada Bunga Kenangan. Semua orang di Hayalan bisa dipastikan pernah menyentuhnya. Semua memori mereka beresonansi antarbunga, membuat kita bisa mengetahui ingatan siapa saja dengan menyentuh bunga yang mana pun."

Aku geleng-geleng kepala, bingung dengan penjelasan Arin.

"Sudahlah, ayo ikut aku." Arin menarik tanganku. Hantu itu membawaku ke tepi danau. Suasana menjelang matahari terbenam ini ....

"Sekalian masukkan ingatanmu ke dalam bunga. Kelak, kalau kamu ke sini lagi, kamu bisa ingat apa yang terjadi di sini."

Aku tersenyum, teringat sisa waktuku yang tinggal tiga hari. Kuambil setangkai bunga, kuarahkan ke arah matahari terbenam.

Tidak semua masa lalu ingin dikenang, bukan?

****

Siapa yang tak kenal Nana? Anak kedua Pak Syafei yang nyinyir luar biasa. Jangan salah, usia Nana sudah menginjak 40 tahun. Sudah berkeluarga dan punya anak.

Mungkin, saudara-saudaranya yang lain tidak terlalu peduli dengan ucapannya. Namun, tidak demikian dengan Iskandar. Ia anak keenam Pak Syafei, sudah hampir berumur 30 tahun, tetapi tidak juga menikah.

"Kerja, kerja mulu! Mentang-mentang anak kesayangan. Kenapa enggak nikah? Enggak laku?"

Iskandar tidak mengerti mengapa Nana gemar mengomentarinya, padahal Hasan, si anak keempat, juga belum menikah. Ditambah olokan, anak kesayangan.

Memang benar. Nana benci Iskandar karena Pak Syafei jelas sekali melebih-lebihkan Iskandar. Penerus terbaik pekerjaan luthier-nya dari semua anaknya yang menekuni biola. Bukan hanya itu, Iskandar terlihat memiliki pribadi yang luar biasa. Baik, rendah hati, dermawan ... definisi sempurna.

Nana tidak suka. Ia benci perhatian ayahnya pada Iskandar. Padahal, Nana sudah berkeluarga. Padahal, hidupnya sangat baik-baik saja. Keluarganya cukup kaya, memiliki satu kompleks sendiri di Kampung Pelabuhan. Pak Syafei memang luar biasa. Beliau yang merintis usaha biolanya dan menjadi salah satu pengrajin terbaik.

Trapped in Hayalan (Again)Where stories live. Discover now