Day 17

26 3 0
                                    

Judul: Pertemuan Keluarga Lintas Dimensi Waktu (2)

Prompt hari ini: Karaktermu bertemu dengan seseorang yang seharusnya sudah meninggal.

Genre: SoL, fantasi

Sedikit spoiler Our Land!

****

Keluarga besar masih berkumpul di Rumah Kota, tetapi segelintir anggota Keluarga Kekanakan itu memilih pamit pulang. Ke mana? Tentu saja, ke rumah mereka.

Rumah Bukit.

"Waktu yang terdistorsi ... apakah pertanda dari akhir sesuatu?" Ray menatap langit.

"Kamu dari tahun berapa?" tanyaku.

"Enggak tahu," jawab Ray.

"Kamu masih terlihat baik-baik saja. Matamu normal, tanganmu tidak tremor. Berarti, ini sebelum kejadian itu," simpulku.

"Tahun 2010?" sahut Arin.

"Mungkin, kalian berdua dari tahun-tahun itu. Tapi, Lia dan Tora ... mereka sudah dewasa."

Dua anak yang baru kusebut sudah tak terlihat. Mereka berlari merambah hutan, mendaki bukit, demi cepat-cepat mencapai rumah mereka.

"Kenapa aku merasa, aku berbeda?" tanya Arin. "Aku merasa begitu suram. Padahal, aku tahu, aku ceria."

"Seperti setelah ditinggal Eugeo?" tebak Ray.

Arin menggeleng. "Bukan, rasanya ... aku enggak berhak di sini."

"Rin, sadarlah!" Aku melonjak ke hadapan perempuan itu. "Kamu berhak ada di sini, sekarang ini. Kedua anakmu bukan cuma kangen rumah. Mereka--"

Aku terdiam. Nyaris saja rencana Tora bocor.

"Suram begitu, tambah mirip Lia pas dewasa," komentar Ray. "Aku enggak menyangka ia tumbuh jadi anak yang punya aura menyeramkan. Kamu merasa, Rin?"

"Jadi, selama ini, kami enggak mirip?"

"Bukan begitu!"

Lama kemudian, barulah kami sampai di puncak bukit. Jangankan mereka yang homesick, aku sendiri mau menangis melihat pemandangan ini. Danau di barat, gunung di timur laut, hutan di semua sisi. Bagaimana aku bisa menciptakan latar ini? Semuanya murni lahir dari imajinasi, atas dasar pemandangan yang paling ingin kulihat tetapi tak pernah kujumpai di dunia nyata.

"Kenapa ... ada piano?" Arin tertegun.

"Wah, beneran piano!" Aku melonjak. "Mereka serius!"

"Memang, apa yang direncanakan?" Arin tampak amat bimbang. Namun, Ray meraih tangannya, mengajaknya mendekat.

"Ini pertemuan dari aneka linimasa yang berbeda, Rin."

"Benar," jawabku. "Mungkin, ada dunia paralel di mana kamu belum mati. Ray juga tidak pergi. Kalian semua ada di sini, berkumpul, bahagia, tanpa ada perpisahan, tanpa terpencar-pencar. Ini impian anak-anak kalian sejak lama. Dari dulu, mereka mendambakan berkumpul sekeluarga dalam keadaan sehat dan bahagia, ketika mereka umur remaja. Kapan? Arin, kamu sudah meninggal ketika Tora masih 8 tahun. Ray, kamu pergi ketika Tora masih 10 tahun, dan tidak kunjung pulang sampai empat tahun berlalu."

"Mimpi ...." Arin bergumam. "Ya, aku juga bermimpi dari dulu. Aku ingin semuanya berkumpul dalam keadaan bahagia, bermain musik bersama ... sampai firasat itu datang."

Ray diam saja. Mungkin, aneka ingatan menyakitkan mengguncangnya.

"Aku menantikan penampilan kalian!" Aku bertepuk tangan. "Ray, Arin, sambut anak-anak kalian. Beri pertunjukan hebat kali ini, sebagai perwujudan aneka mimpi!"

Trapped in Hayalan (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang