1. After Three Years

14.9K 403 6
                                    

Saat akhir pekan, biasanya Niken memilih untuk mencari informasi apapun mengenai dekorasi ruang. Namun akhir pekan kali ini, Hana—sahabatnya sejak masih sekolah dulu—mengajaknya untuk window shopping. Setelah beberapa lama mereka bereliling pusat perbelanjaan itu, mereka memutuskan untuk beristirahat di toko kue. Lampu kekuningan yang diletakkan di langit-langit toko itu mendukung kesan lezat pada potongan kue di dalam etalase.

"Lo mau apa?" tanya Hana.

"Brownies dan satu cup es krim vanila. Gue nyari tempat ya." Pamit Niken.

Hana mengangguk lalu berjalan menuju antrian sambil menatap punggung Niken yang sedang mencari meja kosong untuk mereka berdua. Setelah Niken menemukan meja kosong, ia melambai pada Hana menyiratkan bahwa ia sudah mendapatkan tempat.

"Mas, red velvet satu, brownies satu, es krim vanila dua cup." Hana memesan apa yang ia dan Niken inginkan.

Toko kue itu menjual berbagai macam kue kering dan cake. Cake disana bisa dipesan dengan porsi kecil. Keuntungan bagi pembeli karena bisa mencicipi berbagai cake tanpa harus membelinya secara porsi besar.

Hana mendatangi meja yang Niken tempati sambil membawa nampan. "Gimana kerjaan lo?" katanya setelah benar-benar duduk dengan nyaman.

"Oke. Semuanya oke. Bos besar baik sama gue. Gak enak juga sih karena temen-temen tau kalo gue kenal bos besar, mereka awalnya segan sama gue. Takut gue ngapa-ngapain katanya." Niken terkikik mengingat satu bulan pertama dia bekerja dengan Dave. Saat itu tiba-tiba Dave mengajak Niken untuk mampir ke rumahnya karena memang Hana meminta Dave supaya mengajak Niken dan Alex untuk makan malam bersama. Teman-teman seprofesi Niken yang melihat Dave, Alex dan Niken bejalan bersamaan itu menjadi mendadak canggung keesokan harinya. Mereka menganggap jika Niken adalah teman dekat Dave dan Alex. Jika sudah menjadi teman dekat, besar kemungkinan jika Niken punya hak istimewa untuk mendepak siapa saja yang tidak ia sukai. Namun setelah berminggu-minggu Niken menjelaskan, akhirnya semua temannya mulai mendekat kembali dengannya serta meminta maaf karena telah berpikiran tentang Niken yang seperti itu.

"Orangtua lo?"

"Mereka sehat. Tinggal di Bandung sekarang. Mereka masih maksa gue buat kerja sama mereka aja. Tapi kan gimanapun juga gue ingin mandiri. Kalo udah sama temen aja gue dianggap punya hak istimewa, gimana sama orangtua coba? Yaa, tapi dari seminggu kemaren mereka udah gak ngungkit apapun tentang kerjaan gue. Mungkin mereka udah mencoba menerima keputusan gue karena mereka gak mendengar keluhan apapun sampai lima bulan ini gue kerja. Atau.. udah capek kali maksa gue tapi gue nolak mulu." Niken mengambil sesendok red velvet milik Hana. "Mama kurusan ya? Papa kerja mulu sih, kasian kan mama ngintilin papa kemana-mana." Papa dan mama yang Niken maksud adalah orangtua Hana.

"Yah gitulah. Gak beda jauh sama orangtua lo. Bedanya sih orangtua lo lebih sibuk dari orangtua gue." Hana tersenyum geli.

"Lo sama bos besar gimana? Lagi bermasalah ya? Firasat gue sih iya, abisnya setelah sekian lama, lo baru ngajak gue ketemuan ya sekarang ini."

"Enggak. Kita baik-baik aja. Gue pengen aja ketemu lo. Terakhir ketemu kan waktu makan malem bareng itu. udah berapa bulan sih? Lama banget kan? Gue kangen lo masa gak boleh." Hana langusng sewot.

"Yaudah ngalem aja, mbak. Kita kan cuma becanda. Kalo udah ada yang sensian gini sih, kemungkinan besar emang ada sesuatu. Ada apa? Udah deh gak usah sok jual mahal gak mau cerita ke gue. Gue udah rela nih gak ngebo di rumah cuma buat dengerin lo."

"Kan gue udah bilang, gak ada apa-apa ya gak ada apa-apa." Namun setelah Hana melihat Niken mengangkat sebelah alisnya sambil menampakkan wajah jengah, saat itu juga Hana mengaku. "Oke, emang ada apa-apa."

InsanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang