Goodbye

7.9K 870 54
                                    

Komentar dan Vote jangan lupa. Siapkan hati guys. Btw bantu aku koreksi kalau ada yg typo

***

Baby we don't stand a chance. It's sad but It's true. [Sam smith-Too good at godbyes]

***

Mama tak bisa melarang keputusan Nana tiba-tiba percepat keberangkatan. Besok sore Nana akan berangkat menempuh perjalanan jauh, kurang lebih delapan belas jam membelah dunia untuk sampai di Kota yang akan ditinggali beberapa tahun.

Persiapan sudah sembilan puluh sembilan persen, satu persen sisanya adalah perpisahan yang tinggal menunggu waktu tak sampai 24 jam. Nana tak banyak bawa perlengkapan, satu koper besar dan satu koper kecil.

Huft! Itu malah tak bisa di bilang sedikit juga.

Kembali cek ulang Nana berharap tak ada yang terlewati. Dia menghela napas panjang, lalu merebahkan punggung di karpet putih berbulu kamarnya. Rasanya lelah lengkap rasa tak sabar untuk hari ini segera berlalu.

Nana memejamkan mata, tak sadari sosok manusia lain sudah berdiri di ambang pintu sembari menatapnya dengan sorot mata sulit di baca sejak tadi. Seakan sedang menimbang untuk masuk atau biarkan Nana tak sadari kehadirannya.

"Jadi lo benaran akan pergi, Na? Di percepat, dan gue harus dengar dari Dina baru kemarin." Nada suaranya yang berat, sontak berhasil menggelitik telinganya, mata Nana terbuka lebar.

"Aska?" Nana bergerak, kembali duduk dengan mendongak menatap wajah tampan Aska yang malah tertangkap sendu, apa karena Aska tak rela atas kepergiannya?

Pertanyaan yang malah menyudutkan hatinya. Sebagai sahabat, seperti Dina pun terlihat berat akan keputusannya.

Ya, pasti itu juga di rasakan Aska. Pikir Nana.

Aska menghela napas, "Gue boleh masuk?" biasanya Aska tak perlu bertanya untuk sekedar minta ijin darinya.

Nana tersenyum kecil, perasaannya jauh lebih ringan setelah belajar untuk ikhlas. "Masuk tinggal masuk kali, Aska."

"Kenapa di percepat?" Dia mengulang.

"Bukan di percepat, tapi sudah waktunya." Nana mengelak.

Sudut bibirnya tertarik tipis dengan langkah ragu-ragu masuk kian dalam, lalu ambil posisi di sisi kanan Nana, matanya tak luput memerhatikan koper-koper yang sudah siap. Perasaan lelaki itu tak ada yang bisa menebaknya, termasuk Nana.

"Sepertinya gue terlambat untuk bantu-bantu packing." Aska tak lagi memaksa Nana, dia tak punya pilihan untuk menahan kepergian Nana yang sudah bertekad.

Menarik kedua kaki dengan tangan yang berlipat di atas lutut sambil memiringkan wajah membuat rambutnya bergerak jatuh di satu sisi.

"Makasih tapi, untungnya gue udah selesai." ujar Nana agak ambigu.

"Untungnya?" Aska mengerutkan kening.

Tawa renyah Nana berderai, rasanya sudah lama dia tak selepas ini.

"ingat nggak? Beberapa tahun lalu saat lo packing perlengkapan buat ke Makassar dan gue bantu yang ada kita buang-buang waktu terlalu lama saling mengacau dan perang baju."

Aska ikut tertawa, tak akan lupa hari itu. Nana datang membantu, tapi karena percakapan mereka lalu membahas beberapa hal sampai berdebat, Nana yang kesal dan tak terima karena kalah debat mulai menyerang dengan melempar baju Aska hingga mendarat di wajahnya dan berakhir dengan Aska  membalas-nya. Bukannya rapi dengan cepat, mereka malah harus bekerja dua kali dengan kembali mengumpulkan barang-barang berserakan di mana-mana, melipat baju yang sudah kusut belum lagi Mama Aska yang datang melihat kelakuan dua anak manusia tersebut, berdecak dan marah.

KITA [Pernah Singgah, Sebatas Teman]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang