-𝙿𝚛𝚘𝚕𝚘𝚐-

29 10 8
                                    

Selamat Membaca 📖

***

Wijaya, seorang pengusaha sukses, memiliki aset kekayaan yang berlimpah dimana-mana.

"Hana nanti kalau udah gede jagain Hani, ya." Wijaya berkata lembut.

Kini ia sedang duduk bersama putri kesayangannya menonton acara sepak bola asal Inggris.

Hana mengangguk polos. "Aku janji, kalau aku udah gede bakal jagain Hani, 'kan aku kakaknya."

Wijaya memeluk anaknya erat, dan menciumi wajahnya.

Hingga bel rumah berbunyi, menghentikan aktivitas Wijaya. Mungkin itu istri, dan anak bungsunya yang sudah pulang belanja, pikirnya.

"Hana, buka pintu, gih," perintah Wijaya yang ditanggapi anggukan antusias oleh Hana.

Hana berlari dari pangkuan sang Papa untuk membuka pintu.

"MAMA ...." teriaknya dengan melirihkan intonasi ketika ia tidak mengenal siapa yang datang.

"Halo, adik manis," sapa seseorang berpakaian serba hitam, dan masker menutupi wajahnya.

"Halo, Om," balas Hana ramah.

Orang itu mengelus kepala Hana lalu menciumnya sebentar. Ia berjalan masuk kedalam rumah dengan santai, sedangkan Hana membuntutinya dari belakang.

"Hana, siapa yang da–"

Jleb

Wijaya menatap nanar orang di depannya. Kenapa dia ceroboh, harusnya, ia mendampingi Hana membuka pintu.

Kalau orang ini di sini lalu di mana Hana. Atau jangan-jangan.

"Papah," ucap Hana riang muncul di belakang orang itu. Wijaya langsung menghembuskan napasnya lega. Orang ini ternyata tidak setenga itu membunuh anaknya.

"7341. Kau membunuhku, maka kau harus menjaga putriku," tegas Wijaya.

Orang itu mundur lalu pergi meninggalkan Wijaya yang berada diujung nyawanya.

Hana terdiam sebentar, lalu berlari kearah ayahnya, dia memeluknya  saat melihat banyak darah keluar dari perut sang Papa. Wijaya menatap Hana dengan senyumannya lalu matanya kembali menutup.

Hana menangis bingung saat melihat mata Ayahnya tertutup. Dia menggerakkan tangannya ke arah perut mencabut pisau yang tertancap. Ia mengira ketika 'benda' itu dicabut, papanya akan kembali membuka mata.

"Mas, Jaya!" Seru seorang wanita paruh baya saat melihat suaminya berlumur darah.

Sarah menatap Hana yang memegang pisau membantunya tidak bisa berfikir jernih.

Plak

Sarah melayangkan tamparan kepada Hana yang sedang menangis menggengam pisau.

"Anak pembunuh!"

"Tidak tahu diri."

"Anak gila. Kenapa kamu membunuh ayah kamu sendiri!" Sarah histeris mendorong Hana.

Hana terisak.

Kenapa mama memarahinya? Apa salah Hana ...

Dan, kenapa papa tidak bangun setelah Hana mencabut 'benda' itu?

"T-tadi ada, Om dat–"

"DIAM!" teriak Sarah memotong perkataan Hana

Sarah menyesal meninggalkan keduanya. Apa yang terjadi hingga Hana membunuh Mas Jaya?

"T-tapi, H-hana ndak n-ngelti a-apa-apa," ucap Hana sesegukan.

Sarah menarik Hana ke dalam kamarnya lalu menguncinya. Hatinya sedih melihat putrinya menangis, tapi ... Tak bisa dipungkiri jika ia sangat marah kepada anaknya.

Di dalam kamar, Hana berteriak memukul-mukul pintu berharap Mama mau membukakannya, dan mendengarkan semua kebenaran tentang papanya.

***
TBC

Differentiated ; Hanasya WijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang