Chapter XIII : Masuk Sekolah

8 4 0
                                    

Beberapa hari setelah kejadian di panti, Adit mulai masuk sekolah lagi. Kini ia lebih rajin dari sebelumnya. Ia tak pernah telat dan bolos lagi. Dan ia lebih terbuka kepada teman-teman sekelasnya, yang awalnya tak ada yang tahu jika Anggun adalah ibunya. Sekarang satu kelas sudah tahu bahwa Anggun adalah ibu Adit.

Adit tak masalah fakta itu beredar, asalkan ia tak perlu merepotkan orang lain lagi. Terlebih lagi merepotkan Adisa. Namun, sekarang malah Adisa yang sering ke kelas Adit meminta bantuan untuk diajarkan pelajaran matematika. Secara si Adit memiliki otak yang lancar dalam memahami rumus matematika.

Namun, sayangnya walau Adit memiliki otak yang encer, ia agak pemalas untuk belajar. Terlepas dari hal itu, nilai Adit baik-baik saja. Cukup standar untuk ukuran murid pintar seperti dia.

Kali ini Adit sedang duduk bersandar di kursinya, sibuk membaca buku. Dengan Dani di sampingnya sibuk mengobrol bersama Farisa membahas tentang ujian akhir yang sebentar lagi akan menyambut mereka.

"Dit, Adisa tuh!" Adit yang merasa bahunya dicolek Dani jadi menoleh. Benar saja di depan pintu itu sudah berdiri Adisa lengkap dengan bukunya.

Tanpa menyahuti Dani, Adit berdiri dan menghampiri Adisa yang diam menunggunya di depan pintu.

"Kenapa gak masuk aja?" tanya Adit setelah berada di depan Adisa.

Adisa menyengir, "malu, Dit. Kelas kamu gak pernah sepi sih," ujarnya membuat Adit menaikkan sebelah alisnya.

"Hm, anak kelas kan giat belajar, Dis." Adisa mengangguk, sudah tahu tentang kelas Adit yang maniak belajar. Padahal mereka kelas IPS, tapi rajinnya minta ampun. Siswanya saling bersaing untuk menjadi nomer satu di kelas.

Namun, Adisa heran dengan Adit. Adit malah tak minat meraih posisi atas di kelasnya. Lebih suka menjadi murid kebanyakan, yang diam-diam ternyata otaknya berisi banyak.

"Hei, kenapa diam?" tanya Adit membuyarkan terawangan Adisa mengenai kelas Adit.

"Eh, gak ada kok. Ayo jadi ajarin Adisa matematika, kan?" Adit mengangguk, lantas melangkah lebih dulu membuat Adisa mendecak dan segera menyusul Adit.

Sesampainya di kelas Adisa, Adit segera duduk. Beberapa siswi berbisik-bisik melihat Adit yang masuk tiba-tiba ke kelas mereka. Apalagi itu bersama dengan Adisa, yang notaben-nya masih menjadi murid baru bagi mereka.

Adisa yang duduk di samping Adit sebenarnya merasa risih dengan bisikan mereka yang bisa didengar jelas. Namun, melihat Adit yang santai saja membuat ia mengabaikan teman sekelasnya itu. Dan mulai membuka buku matematika yang ia bawa tadi.

Padahal ia mengira Adit akan mengajaknya masuk ke perpustakaan, tapi ternyata Adit mengajaknya ke kelas Adisa sendiri.

Adisa memperhatikan Adit yang fokus menatap buku yang terbuka itu. Adisa tersenyum memandangi wajah tampan Adit dari dekat begini. Hari ini ia harus banyak bersyukur. Puji Tuhan, Adit ganteng banget deh!

Adit yang merasa Adisa tak mendengar ucapannya jadi menoleh, membalas tatapan Adisa yang memandanginya lekat.

Adit menepuk tangan Adisa yang berada di atas meja. Membuat sang empunya mengerjap pelan dengan bibir terbuka kecil. Sementara Adit tersenyum saja melihat Adisa yang salah tingkah.

"Adit, ini yang nomer dua gimana?" tanya Adisa mengalihkan perhatian Adit yang mengetahui ia sedang salah tingkah akibat keciduk menatap Adit begitu dalam.

"Dit, ayo dong!" kesal Adisa karena Adit tak menanggapinya.

"Udah deh, Dit. Adisa malu tauuu!" aku Adisa sambil memajukan bibir bawahnya. Adit yang melihat itu, dengan gemas mengacak puncak kepala Adisa.

Adisa protes karena Adit yang mengacak sembarangan rambutnya yang sudah susah payah ia sisir. Membuat Adit malah semakin gemas, kali ini mencubit pipi cubby milik gadis itu. Kemudian tertawa lebar, yang tanpa ia sadari para siswi yang tadi berbisik-bisik terpana melihat hal itu.

Pasalnya Adit ini most wanted sekolah yang dingin-able, kecuali di dalam kelasnya. Terus tiba-tiba ketawa lebar dengan manisnya kayak gitu, siapa yang gak meleleh?

Para siswi itu masih stay memperhatikan Adit dengan Adisa. Layaknya penonton bayaran yang melihat adegan ke-uwu-an dari couple goals seperti di sinetron atau ftv.

Sampai sebuah teriakan nyaring dari luar kelas membuat mereka berlari ke kursi masing-masing.

"PAK BAGAS WOI! PAK BAGAS!"

Ucapan itu cukup mengagetkan Adisa dan Adit. Adisa segera menyuruh Adit keluar dari kelasnya, sementara ia sudah kembali duduk di kursinya dengan rapi. Dengan Reni sebagai toak kelas yang tadi berteriak nyaring, juga sudah duduk di samping Adisa.

Benar saja, menit berikutnya Bagas muncul dengan setelan kemeja hitam biru. Sudah mirip direktur muda sebuah perusahaan.

Bagas yang baru saja datang tak sengaja berpapasan dengan Adit. Tapi Adit mengabaikannya, terus melanjutkan langkahnya keluar kelas tanpa permisi pada guru muda itu. Bagas yang memandangi itu menggeleng pelan, tak percaya jika memiliki sepupu seperti Adit. Dengan sifatnya yang cuek bebek dan cool (kata sebagian siswi di kelas yang ia ajar).

Bagas menggeleng lagi, mengusir pikirannya tentang Adit. Segera duduk ke kursinya dan mulai mengajar. Sebelumnya ia selalu memberi soal sebagai pembuka untuk masuk ke materi selanjutnya.

Semuanya memperhatikan dengan saksama, tak ada yang berani sibuk sendiri karena mereka tahu bahwa selain menjadi guru matematika, Bagas itu juga merupakan seorang guru BK.

.

.

.

.

.

● Diikutsertakan dalam #challangenovelet45hari yang diadakan oleh KomunitasCIA

 Sang Masa Lalu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang