Chapter XII : Panti

13 4 3
                                    

Paginya, Adisa dan Adit pergi jalan-jalan mengendarai delman. Adisa tadi yang awalnya takut untuk naik, sekarang malah tersenyum riang saat tahu bagaimana rasanya.

Adit yang memandangi itu tersenyum samar, dan saat Adisa membalas tatapannya membuat Adit gelagapan. Adisa mengedikan bahu, tak peduli. Kini melanjutkan aktivitasnya menikmati jalanan lengang di pagi ini di atas delman.

Adit mengembuskan napas lega, bersyukur Adisa sibuk kembali pada aktivitasnya. Dan karena tak ingin terciduk lagi, ia memilih melihat jalanan seperti yang dilakukan Adisa.

Hening. Hanya suara hentakan kaki kuda yang terdengar dengan angin pagi yang terasa sejuk.

Tak berapa lama, Adisa dan Adit turun dari delman setelah membayar. Adit kemudian mulai melangkah masuk ke dalam sebuah toko kecil. Membuat Adisa yang heran hanya bisa mengikuti.

"Adit, kita mau ngapain ke sini?" tanya Adisa berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Adit.

Adit yang ditanyai tak menjawab, terus saja melangkah membuat Adisa harus berlari kecil untuk mengejarnya.

Sampainya di rak berbagai makanan ringan, Adit segera mengambil beberapa jenis makanan yang ia perlukan. Dengan Adisa terbelalak melihat betapa banyaknya makanan di hadapannya.

"Dit, beli berapa sih? Ini mahal deh kayaknya," tegur Adisa takut uang yang dibawa Adit tidak cukup membeli makanan sebanyak ini.

"Udah tenang aja, Dis." Adit kembali mengambil beberapa roti di rak sebelahnya membuat Adisa meneguk ludah, makin takut uangnya kurang.

Adit berjalan menuju kasir, Adisa hanya bisa mengekorinya.

Adisa diam, membiarkan Adit mengatur sendiri belanjaannya di meja kasir. Dan dengan sigap penjaga kasir itu membantu Adit, kemudian membungkus semua belanjaan itu dengan plastik besar loreng-loreng.

"Den, apa lagi yang dibutuhin?" tanya penjaga kasir itu dibalas Adit dengan gelengan.

"Yakin, Den? Itu ceweknya gak mau apa-apa gitu?" tanyanya lagi membuat Adit jadi tersadar jika sedari tadi Adisa diam di belakangnya.

"Eh?" Adisa yang merasa pertanyaan itu ditujukan untuk dirinya jadi tersenyum kikuk.

"Oh iya, lupa. Ayo, Dis mau apa?" tanya Adit membuat Adisa mengulum bibir ke dalam sebelum menjawab.

Adit menaikkan alisnya, menunggu Adisa menjawab.

"Anu Adisa boleh ambil es krim?" Adit yang mendengar itu terkekeh pelan, segera menarik Adisa ke box es krim dan menyuruhnya memilih yang gadis itu inginkan.

Dengan antusias Adisa mengambil es krim coklat dengan wadah berukuran sedang. Alasannya supaya ia bisa makan es krim ini dengan Adit. Adit mengangguk saja, padahal dalam hati sudah berseru tak jelas karena ambyar.

Adit kembali ke meja kasir, menunjukkan es krim di tangan Adisa. Penjaga kasir itu hanya mengangguk, lantas menyodorkan plastik belanjaan itu kepada Adit.

"Berapa semuanya, Mbak?" tanya Adit dengan sebelah tangannya menenteng plastik belanjaannya.

"Aden, gak usah bayar. Toko ini kan punya Aden, jadi ambil aja apa yang mau diambil," cegah penjaga kasir itu membuat Adit menggeleng pelan. Sementara Adisa menggaruk kepalanya yang tak gatal, tak paham percakapan dua orang di hadapannya.

"Ini bukan punya Adit, Mbak. Ini kan punya papa," sanggah Adit.

"Tapi ..."

"Udah, ini ambil aja, Mbak. Berapa?" tanya Adit mengeluarkan sejumlah uang dari tas kecil yang tersampir di lengannya.

 Sang Masa Lalu [END]Where stories live. Discover now