Chapter XVIII : Kali Terakhir

9 3 0
                                    

Setelah acara promnight hari itu, dan Adit tidak datang untuk menjadi pasangan Adisa, membuat gadis sipit itu kesal setengah mati. Mencoba menghubungi Adit beberapa kali, tapi tak ada jawaban.

Gadis itu akhirnya menelpon teman kelas Adit, menanyai adakah yang tau Adit ke mana. Dan benar saja sesuai dugaan gadis itu, tak ada yang tau Adit di mana. Dia kali ini merasa dejavu. Adit hilang, ia lantas mencari. Seperti itu saja terus sampai benar-benar hidup di dunia ini berakhir.

Adisa pernah sengaja ke sekolah setelah acara perpisahan benar-benar berakhir. Ia bermaksud menemui Bagas atau Anggun yang mungkin tahu di mana keberadaan Adit.

Namun, harapan tinggal harapan. Keduanya tak ada Adisa temui, kata sebagian guru bahwa keduanya mengajukan cuti bersama selama dua minggu ke depan. Hal itu membuat Adisa putus asa untuk mencari Adit.

Memilih melupakan Adit sejenak, dan fokus belajar untuk persiapan ujian masuk perguruan tinggi.

Hingga pada bulan agustus, Adisa diterima di salah satu universitas negeri. Ia sangat senang dengan hal itu membuat ia lupa dengan Adit yang belum terlihat batang hidung hingga kini.

Awalnya Adisa memilih akan kuliah di Jakarta, tapi kedua orang tuanya tak mengizinkan Adisa. Sementara Arisa, sang kakak sudah menikah dengan pacarnya di Jakarta sebulan sebelum Adisa diterima di universitas itu.

Adisa pasrah saja, ia tak mau membantah kedua orang tuanya.

Hingga beberapa hari setelah masuk universitas, ia memikirkan Adit. Berharap Adit akan datang ke rumahnya menjelaskan kehilangannya selama ini.

Namun, karena terlalu lama merasa berharap, Adisa putus asa. Tak ingin lagi mengingat Adit dalam hidupnya, walau setiap malam ia akan memandangi langit sambil memikirkan Adit.

***

Setelah cukup lama Adisa dan Adit tak bertemu, akhirnya Adit mengunjungi Adisa ke rumahnya. Hal yang ditunggu-tunggu oleh Adisa. Namun karena Adisa masih kesal, ia menyuruh Arisa (yang kebetulan datang ke Lombok untuk liburan) untuk menemui Adit dan mengatakan bahwa Adisa tak ingin menemuinya.

Adit awalnya bersikeras akan menunggu Adisa keluar, tapi hingga malam tiba Adisa tak kunjung keluar untuk menemui Adit barang semenit.

Arisa mempersilakan Adit untuk masuk, tapi Adit menggeleng. Ia bertekad menunggu Adisa di luar sampai gadis itu benar-benar keluar.

Namun sangat disayangkan, Adisa tak kunjung keluar untuk menemuinya. Membuat Adit kecewa. Tapi pemuda itu tetap diam menunggu Adisa, walau hujan mulai mengguyur tubuhnya.

Hujan semakin deras, dan pemuda itu tak bergerak barang sesenti dari tempat berdirinya. Pakaiannya basah, dengan seluruh tubuh yang juga terasa lembab dan menggigil.

Tak ia hiraukan, karena tekadnya hanya satu. Yaitu menemui Adisa malam ini mungkin untuk terakhir kalinya.

Satu jam-dua jam, pemuda itu menyerah. Bibirnya memucat dengan tubuh yang menggigil. Ia memutuskan akan datang lagi besok pagi. Berusaha untuk menemui Adisa, ingin meminta maaf dan menjelaskan segalanya.

Akhirnya Adit memilih menyingkir dari rumah itu. Ia menaiki sepedanya dan berlalu pergi ditemani derasnya hujan ini sepanjang jalan ia mengayuh.

***

Keesokan harinya, Adisa pergi berbelanja keperluan kuliahnya. Ia berinisiatif menuju toko seberang, hanya dengan menyeberang jalanan yang tak terlalu ramai itu.

Adisa menengok kanan dan kiri, beberapa orang di trotoar menunggu jemputan dan beberapa lagi sibuk berteleponan.

Adisa diam, ia ragu untuk menyeberang. Terlebih lagi jalan ini tidak memiliki lampu lalu lintas yang bisa membantunya menyeberang.

Adisa menghela napas pelan. Kemudian mulai menginjakan kaki di aspal itu.

Tanpa ia sadari, setelah Adisa berjarak dua meter dari trotoar, sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi. Harusnya truk itu bisa mengerem, tapi supirnya berteriak panik karena remnya blong. Membuat orang-orang di sekitar jalanan itu berlari panik menepi ke pinggir trotoar.

Sementara Adisa diam mematung. Dengan mata terbelalak ke arah truk yang sebentar lagi akan menghantamnya.

Orang-orang berteriak untuk menyuruhnya menyingkir, kembali ke trotoar. Namun, Adisa merasakan kakinya tertancap di tempatnya berdiri sekarang. Serta lidah yang kelu tak dapat berteriak meminta tolong.

Detik terakhir truk itu siap menabrak tubuh Adisa yang mematung, ternyata seseorang mendorong Adisa hingga terguling ke pinggir trotoar dengan kepala yang menghantam keras aspal.

Sementara pemuda yang mendorong Adisa itu sangat naas. Ia menggantikan Adisa tertabrak truk itu, membuat ia terpental beberapa meter di depan truk. Dengan truk itu yang seketika berhenti dan mengeluarkan asap dari body depannya.

Orang-orang sekitar yang memperhatikan itu segera berlari mengerumuni. Dan menghubungi pihak rumah sakit agar mendatangkan ambulan.

Beberapa saat kemudian, ketiganya dilarikan ke rumah sakit.

***

"Ruangan atas nama Aditya di mana?" Anggun sudah sangat panik mengetahui anak semata wayangnya itu dilarikan ke rumah sakit. Ditemani sang suami yang kali ini tak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya.

Keduanya bergegas menuju ruangan yang dikatakan suster tadi. Langkah keduanya terburu-buru.

Sampai akhirnya, keduanya tiba di depan sebuah ruangan. Tanpa menunggu lagi, keduanya menerobos masuk. Melihat hal yang tak mereka inginkan.

Anggun mendekat dengan takut-takut ke arah ranjang. Di sana sudah ada seorang pasien tertutup dengan kain.

Anggun menyingkap kain itu, dan seketika ia luruh ke lantai karena sosok di balik kain itu.

"ADIIIIT ..." teriaknya histeris dengan air mata yang sudah berurai.

Sementara sang suami menatap sosok Adit di atas ranjang dengan tatapan menyendu, sebelum akhirnya ia ikut terduduk di lantai bersama sang istri.

Istrinya meraung memanggil nama Adit berkali-kali. Sementara ia mendekap sang istri dengan hangat. Kini keduanya sama-sama menangis.

Pria itu merasa menyesal selama ini mengacuhkan Adit, terlalu sibuk dengan harta yang ia gunungkan. Sampai melupakan keluarganya yang hingga detik ini masih menemaninya.

Seperkian detik, ia dan istrinya bangkit dari duduk dengan posisi masih mendekap sang istri. Kembali melihat sosok Adit yang terlihat tersenyum dengan mata teduhnya tertutup rapat.

***

"Adisa Pa, Adisa hiks ..." isak wanita itu sambil memeluk suaminya erat. Beberapa menit yang lalu sempat pingsan karena kabar Adisa dibawa ke rumah sakit.

Seorang dokter keluar dari ruangan. Segera disambut oleh papa dan mama Adisa.

"Bagaimana, Dok?"

Dokter menggeleng, "maaf, kami masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Perkiraannya anak ibu dan bapak mengalami benturan keras di kepalanya saat kecelakaan. Bisa jadi menyebabkan Adisa kehilangan ingatannya," jelas dokter itu membuat mama Adisa menutup mulutnya dengan telapak tangan, kembali menangis dalam dekapan suaminya.

Dokter itu permisi, meninggalkan dua insan itu yang sedang berduka.

***

.

.

.

.

.

● Diikutsertakan dalam #challangenovelet45hari yang diadakan oleh KomunitasCIA

A/n:

Sedihnya kurang ya bund:)

 Sang Masa Lalu [END]Där berättelser lever. Upptäck nu