BAB 4

1.7K 150 1
                                    

Sebuah kehidupan yang baru, mulai dirasakan Dita ketika kakaknya di persunting seorang laki-laki kaya bernama Evan Widaguna. Hidupnya yang dulu serba kekurangan menjadi jungkir balik 180 derajat berbeda. Apapun yang Dita kehendaki bisa begitu mudah ia dapatkan. Namun diluar itu semua, Dita tetap merindukan kehidupannya yang dulu, sahabatnya dan beberapa aktivitas yang tidak dapat Dita temukan saat ini.

Kemudian sosok Tian hadir dalam kehidupannya. Awalnya Dita berharap dia bisa berteman baik dengan laki-laki itu. Lelaki yang selalu menemani Dita kemanapun Dita pergi, menjaga Dita, membuat Dita merasa nyaman ketika berada didekatnya. Tetapi Dita sadar, Tian membangun tembok yang besar diantara mereka. Bagaimana pun Dita mendekat, akan ada alasan bagi Tian untuk menghindar darinya. Seperti saat ini, ketika mereka menikmati sarapan bersama, dengan adanya Meylin tentunya. Kak Tian cenderung hanya diam, memastikan bahwa Dita makan dengan lahap dan nyaman. Semua perhatian dan kenyamanan yang Tian berikan hanyalah sekedar tanggung jawab yang diberikan Mas Evan kepadanya.

Nada dering ponsel asing terdengar nyaring di tempat makan.

"Kak Tian sudah makannya?"

"Cukup." Tian berdiri beranjak dari kursi, mencari-cari sesuatu yang bisa ditebak adalah ponsel yang saat ini berbunyi.

"Hallo." Tian menerima panggilan ketika sudah menemukan telefon genggamnya.

"..."

"Iyaa baru saja makan, kamu sudah?"

"..."

Merasa bahwa komunikasi dengan lawan bicaranya menjadi konsumsi Dita dan Meylin, Tian berjalan menuju keluar apartment dan melanjutkan telefonnya.

"Telfon dari siapa ka?" Dita menghadang Tian dengan pertanyaan begitu laki-laki itu masuk kembali ke apartment.

"..."

"Kok ngga jawab?"

Meylin yang merasa hawa panas mulai melingkupi ruang makan minimalis di pagi ini, memilih menghindar dari pertengkaran sengit tak kasat mata. Mengendap tanpa permisi memasuki kamarnya.

"Aku punya kehidupan pribadi yang tidak bisa aku bagi dengan orang asing," jawab christian ketika Meylin sudah menutup pintunya dari dalam kamarnya.

"Oh gitu, maaf kalau sudah terlalu kepo."

Dita mengambil tas gendongnya, memasukkan beberapa barang yang hendak dibawanya ke kampus. Mengabaikan Christian yang dengan tatapan yang sulit diartikan, memandangnya penuh permohonan yang Dita sendiri tidak tahu.

"Ditaa," panggil Chritian. Laki-laki itu mengejar Dita, menggapai tangannya untuk menghentikan langkah Dita yang hendak berjalan keluar pintu.

Langkah Dita berhenti, kemudian berbalik sekilas. Wanita itu menunggu apa yang akan di ucapkan Christian, tetapi lama menunggu laki-laki itu tak kunjung membuka mulutnya.

Dita lalu menghempaskan tangan Tian dengan kasar.

"Gw mau berangkat dulu."

Christian menghela nafas lalu memejamkan matanya kuat-kuat. Tian menatap tangannya yang sebelumnya memegang tangan Dita, kemudian mengalihkan tatapannya kembali ke pintu yang baru saja tertutup rapat. Salahnya memang yang tidak bisa mengendalikan diri, disisi lain Tian sangat ingin menggapai Dita namun logikanya melarang.

Dibesarkan sebagai seorang laki-laki pesuruh, pengabdi kepada tuan yang berkuasa membuat Tian membatasi dirinya dengan Dita. Walaupun Dita berasal dari keluarga yang biasa, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kastanya sekarang berbeda dengan wanita itu. Tian paham, mencoba berkali-kali menyadarkan akal sehatnya yang sangat mudah terpengaruh dengan kehadiran Dita.

Kedua tangannya menggenggam erat, menahan emosi dan amarah dalam dirinya sendiri. Tian cenderung orang yang pandai mengontrol emosi tetapi tidak jika di hadapan Dita.

Berhasil mengembalikan kewarasannnya, Tian mencoba mengingatkan dirinya tentang tujuannya kesini. Ada beberapa schedule dan rapat penting yang harus Tian hadiri dikarenakan tuannya sedang ada kendala untuk datang kesini. Kesempatan yang Evan berikan kepada dirinya, mempercayakan Tian untuk menghandle acara bisnis yang cukup penting tidak akan Tian sia-siakan. Dia akan membuktikan kepada tuannya bahwa dia mampu, dan untuk saat ini dia harus menyingkirkan emosinya terkait Dita.

******

Disisi lain, Dita mengumpat disepanjang perjalanannya menuju kampus. Mencoba mencari-cari kemungkinan tentang apa yang diucapkan Tian baru saja, mungkin saja Tian hanya bercanda, atau mungkin saja laki-laki itu sedang banyak pikiran sehingga membuat omongannya ngelantur? Atau kemungkinan-kemungkinan yang lain. Dita berharap laki-laki itu tidak serius mengucapkan dirinya adalah orang asing. Namun semua itu buyar ketika Dita mengingat ucapan Tian yang lugas.

Aku punya kehidupan pribadi yang tidak bisa aku bagi dengan orang asing

Shittt !! Kata-kata Tian terdengar jelas tanpa jeda. Tian hanya menganggap dirinya adalah orang asing, adik dari tuannya yang memang dia harus jaga.

Tian brengsek...

Entah sudah keberapa kali Dita mengumpat dan mengucapkan sumpah serapahnya kepada laki-laki yang sudah masuk ke dalam kehidupannya terlalu dalam. Menyendarkan tubuhnya ke sisi jendela bis, menjadi dewasa memang menyebalkan.

Dita membayangkan kehidupannya dahulu, saat dimana hal yang paling memusingkannya hanyalah tentang nanti mau masak apa dan matematika. Dita menengadahkan kepalanya, lelah dengan perasaannya sendiri.

Kekesalan Dita terhenti ketika dia melihat ada notifikasi pesan dari ponselnya.

6585xxxxxxx
Saya menunggumu besuk malam di apartmen

Bara

HOODIE GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang