BAB 1

2.3K 185 2
                                    

Matahari mengintip dari sela-sela tirai kamar membangunkan Dita dalam tidur lelapnya. Hari ini adalah hari awal Dita memulai kehidupan baru di Singapura. Memilih bangun lebih awal, Dita menatap langit-langit kamarnya, merasakan setiap perasaan yang muncul dalam pikirannya. Mulai hari ini dan kedepan, kehidupannya akan berubah, namun Dita memantapkan hatinya bahwa ini adalah kesempatan yang bagus dan sayang untuk dilewatkan.

"Kak Tian." Dita mengetuk pintu kamar mandi beberapa kali, ia benar-benar menempatkan telinganya menempel di daun pintu untuk memastikan bahwa Tian benar-benar tidak ada di dalam kamar mandi. Tak kunjung mendapat jawaban Dita memberanikan diri untuk membuka pintu dan bernafas lega ketika kamar mandi kosong.

Amaaann... batinnya..

Namun Dita menarik kata-kata yang baru saja diucapkannya, ketika Tian baru saja memasuki apartmen dengan baju basah berkeringat. Laki-laki itu mengenakan baju ketat yang menonjolkan otot-otot keras yang dimilikinya, dengan nafas tersengal dan langkah tegap sehabis olahraga.

Matilah aku...

Tian memandang Dita dan mengabaikan keberadaannya. Tian memilih untuk mengambil air minum yang berada di dapur dekat kamar mandi kemudian menyenderkan badannya di sana.

"Udah?" Alis Tian terangkat.

"Dita cuma mengira-ngira kak Tian habis darimana pulang-pulang badan berkeringat."

"Apa perlu aku jelaskan ke kamu aktivitas apa aja yang membuat laki-laki berkeringat?"

Entah mengapa tiba-tiba Dita merona, merasakan panas di pipinya. Dita bukan gadis polos yang tidak tahu tentang aktivitas panas laki-laki dan perempuan. Tentu saja Dita pernah melihat beberapa film dewasa dengan teman-temannya !! Hey dia sudah cukup umur bukan?

Dita menanggapi kalimat Tian dengan enggan, memilih langsung memasuki kamar mandi. Mandi air dingin mungkin akan sedikit menambah kewarasan Dita pagi ini.

--

Aroma masakan tercium sampai kamar, membuat Dita mau tidak mau keluar dari kamarnya untuk memastikan presepsinya.

Pasti kak Tian masak! Batin Dita.

Wanita itu keluar dengan menggunakan outfit andalannya yaitu celana jeans skinny, hoodie dan juga sepatu kets, Dita langsung mengarah ke dapur. Disana terlihat Tian dengan cekatan mempersiapkan sarapan. Tak percaya, pandangan Dita terkunci ke arah Tian yang sedang menggoyangkan wajan dengan bibir yang sedikit terbuka.

"Waahh waaah, kak Tian memang hebat!" Dita bertepuk tangan memuji kemampuan memasak Tian yang mumpuni dengan gaya berlebihan. Dan seperti biasa, Tian tetap melanjutkan aktivitasnya tanpa merasa terganggu dengan kehadiran Dita.

"Kak Tian bisa masak?"

"Bisa," jawab Tian tanpa menatap ke arah Dita.

"Ini mau masak apa?"

"Omelet."

"Aku banyakin kejunya."

"Ya."

"Kak Tian tadi bangun jam berapa?"

"Subuh."

Dita malas mempertahankan perbincangan satu arah nya dengan Tian yang menurutnya sangat percuma. Menurutnya, arti komunikasi itu harus ada interaksi dari kedua belah pihak, namun berbicara dengan Tian membuatnya seperti sedang melakukan sesi interview. Duduk di mini bar didepan dapur, Dita membuka telefon genggamnya sambil menunggu masakan Tian matang.

"Makan," Titah Tian.

Dita mengambil makanan yang di sodorkan di hadapannya dengan mencebik. Tian memang menyebalkan jika sudah memberikan perintah.

"Hari ini aku akan mengantarkanmu ke kampus menggunakan transportasi umum, biar kamu tahu jalan."

"Aku bisa kesana sendiri."

"Aku akan mengantar, daripada nyasar."

"Nyasar itu seni dalam bepergian," kilah Dita di sela-sela tangannya yang sedang menyendokkan omelet ke mulutnya.

Tian menghela nafasnya dengan gusar, tak ingin lagi mendebat Dita sampai wanita itu benar-benar selesai makan.

"Tapi tidak di negara orang, jangan terlalu gegabah, berani boleh tapi pakai ini." Tian menunjuk kepalanya. Dia melanjutkan perbincangan mereka saat Dita sudah selesai sarapan.

Dita mendengus sebal, lalu memilih mengambil air minum. Berdebat dengan Tian membuat makannya seret di tenggorokkan.

Perjalanan ke kampus tidak terlalu melelahkan. Dita hanya cukup berjalan kaki kurang lebih tiga menit dari apartemennya dan langsung bisa menemukan jalan utama. Setelah itu, Dita bisa menggunakan transportasi bis, tidak sampai lima belas menit Dita dan Tian sudah sampai di tujuan.

Bangunan modern dengan tulisan NUS berada di hadapan mereka. Dita menghafal jengkap setiap jengkal bagian kampusnya, mulai dari fakultasnya, bagian administrasi, perpustakaan dan beberapa fasilitas lain yang ada di kampus barunya.

Setelah lelah mengelilingi kampus dan area terdekatnya. Mereka memutuskan untuk kembali ke apartment. Dita memaksa untuk tidak menggunakan transportasi dan memilih berjalan kaki. Cukup simple, Dita beralasan ingin jalan kaki untuk berolahraga dan untuk lebih mengenal lingkungan disekitar tempat tinggalnya padahal dia hanya ingin lebih berlama dengan Tian.

"Capek?" Tian melihat Dita sedikit kesulitan meneruskan jalan-nya, sedikit-sedikit minta beristrahat dan minum.

"Jauh juga ternyata, hahh," ucap Dita menyerah.

"Sekali-kali olahraga," sindir Tian. Laki-laki itu tersenyum meremehkan.

Dita mengangkat tangannya disela kesulitan mencari nafasnya yang hilang timbul, memberikan instruksi kepada Tian untuk menghentikan apapun yang ingin dia utarakan.

"Stop ngomongnya!"

"Udah diem dari tadi!" Tian tersenyum mengejek sambil menunjuk mulutnya.

"Aarrgghh!" Dita malas menanggapi dan memilih berjalan kembali mendahului Tian.

Laki-laki itu berjalan mendahului Dita dan berhenti di sebuah supermarket lalu keluar dengan membawa satu buah air mineral yang di arahkan ke Dita. Walaupun dengan wajah yang masih masam, DIta menerima botol minuman itu dan menegaknya sekali tandas.

Ia mengamati jalan di sekitarnya yang cukup lengang, mereka sudah memasuki kawasan apartment-apartment yang memang banyak di sewa oleh mahasiswa seperti dirinya.

"Kalau sudah tidak capek, kita jalan lagi."

Dita mengangguk, bagaimanapun dia harus bertanggung jawab dengan pilihan yang ia buat. Ia akan menyelesaikan perjalanan panjang yang melelahkan sore ini.

HOODIE GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang