🐺 T u j u h

4.2K 881 293
                                    


Happy Reading! ❤

vote dulu kuy! ⭐

Tandai typo!  ✔

Tandai typo!  ✔

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kebanting bersama motornya sendiri, Haidar merasa tangan kirinya terkilir sekarang. Jika jaket hitamnya dibuka, sudah pasti kulitnya memiliki luka baret yang cukup parah karena tadi kegasruk aspal, beruntung jaketnya enggak sampai robek. Dan kakinya juga lumayan nyut-nyutan. Meskipun menurutnya dari skala satu sampai sepuluh, rasa sakit ini berada di taraf empat, tapi yang namanya sakit tetap saja sakit. Namun sebisa mungkin air muka Haidar tetap tenang, tidak mau terlihat cemen dengan terus mengaduh di samping cewek yang —ekhem, cukup imut ini.

Teringat motor yang dia biarkan tergeletak di pinggir jalan, Haidar buru-buru menelepon salah satu temannya.

"Oit, bos! Bolos lagi ya lo? Kata Braga lo cabut abis kelas Pak Maksum? Bu Kartini udah misuh-misuh tau absen lo bolong lagi, nyumpahin biar lo ketabrak mobil masa. Astagfirullah banget memang tuh ukhti," Kelana memberondong duluan.

Pantesan Haidar kena sial. Disumpahin guru agama ternyata.

"Bantuin gue, dong," kata Haidar dengan suara pelan. Niatnya sih supaya tidak terlalu terdengar oleh cewek di sampingnya, tetapi mengingat ruang di mobil ini terbatas, mau berbisik sepelan apapun kayaknya masih bisa kedengaran.

Di seberang sana, Kelana sampai terperangah mendengar bosnya minta bantuan. Hampir saja dia bergegas karena dipikir Haidar sedang dalam bahaya, tetapi permintaan Haidar selanjutnya membuat Kelana menahan gerakan.

"Do'a orang beriman emang kuat banget ternyata. Gue beneran ketabrak mobil. Tapi nggak terlalu parah. Cuma motor gue tinggal. Bawain, di Andini, depan toko sepatu pokonya."

"Wait ... maksudnya lo beneran jatuh dari motor?"

"Hm."

"Serius, bos?" Nada Kelana menaik panik. Seumur-umur kenal Haidar, baru kali ini dia mendengar ketua gengnya jatuh dari motor.

Iya ih anjing! "Hm."

"Parah nggak?!"

Bacooooot. "Nggak ter—"

"Anjir ih anjir! Ada yang bantuin gak? Tunggu-tunggu! Gue perlu kasih tau yang lain, coba lo—"

Sambungan teleponnya buru-buru diakhiri sebelum emosi Haidar meledak karena mendengar reaksi Kelana yang berlebihan. Lalu ia memilih mengirim pesan untuk mengingatkan kembali.

Haidar:
Di jalan Andini. Depan toko sepatu. Cari aja motor gue sekitaran situ. Kalo belom ada yang maling.

Lalu tanpa menunggu balasan, ia masukkan kembali ponselnya ke saku jaket.

Haidar sadar, di antara semua penumpang yang sedang duduk di dalam mobil itu, dialah yang sejak tadi tengah diperhatikan oleh orang-orang di sekelilingnya. Termasuk cewek bermata bulat dengan bola mata cokelat gelap yang diam-diam juga melirik ke arahnya.

In DangerWhere stories live. Discover now