Untung saja penjaga kuburan ini memberi izin untuk mengubur hewan disini. Ini juga atas dasar sogokan dari Arga, rela mengeluarkan uang sebesar satu juta demi pemakaman sang monyet.

Bunga terakhir Ziko taburkan diatas gundukan makam Janson. Sesekali ia mengusap batu nisan yang tertancap disana.

Ziko mengusap air matanya. "Yang tenang disana. Papi tau kamu kuat, makasih udah ngisi hari-hari papi. Makasih udah pernah hadir dikehidupan papi. Papi sayang kamu,"

"Setan-setan penghuni sini pada ketawa liat lo, Zik. Bangun lo," Johan menarik kerah baju milik Ziko.

"Papi pulang dulu. Nanti kapan-kapan papi kesini lagi, selamat jalan Janson." Terakhir Ziko mengecup nisan itu.

"Kalian gak mau ucapin apa-apa sama anak gue?" Ziko menatap teman-temannya dengan bergilir.

Elang berdeham singkat. "Sebagai om yang baik dan bijaksana. Gue merasa terpukul kehilangan lo, Son. Tapi ada alhamdulilah-nya juga. Gue seneng lo mati, karena gak ada yang suruh-suruh gue buat gantiin pampers lo lagi,"

Kini giliran Johan. Cowok itu membenarkan letak kopyah hitamnya dan menggulung kemejanya.

"Anak bandel, anak nakal, gak bakal selamat dari neraka. Hayoloh, Son. Lo bakal disiksa disana,"

Bugh!

"Doa yang bener!" Tegur Ziko setelah memukul bahu Johan dengan pecinya.

"Gue gak ada doa lagi buat Janson. Karena doa gue dari awal berharap dia mati dan gak ngusik hidup kita lagi, ternyata kejadian beneran,"

"Emang bener-bener manjur doa gue." Johan mengibaskan kerah bajunya.

"Setan lo, Jo!" Maki Ziko.

"Lo, Ga. Giliran lo buat kasih ucapan selamat jalan buat keponakan lo," suruh Ziko pada Arga.

Cowok dengan setelan Koko warna putih dan peci yang ia pakai miring, lantas menolehkan kepalanya tanpa minat.

Arga mendekat. Cowok itu berdiri tepat disamping kuburan Janson.

"Gue gak ada kata-kata lagi selain bersyukur karena lo udah mati."

"ARGA!"

°°°°°

Menyembulkan asap rokoknya diudara, cowok berjakun dengan empat temannya tengah berada di warkop mbah Mijan. Merayakan hari kematian Janson.

"Bang-bang! Sepatu gue baru nih! Bagus kan?! Bagus lah, Elang gitu loh!"

Elang mengangkat tinggi-tinggi sepatunya kemudian meletakkan diatas meja bundar yang dipenuhi dengan kopi dan para jajarannya.

"Berapa harganya, Lang? Bolehlah kalo murah," ucap Johan.

"Dua ratus ribu dapet itu," saut Arga. Cowok itu menginjak sepatu Elang dengan kuat.

"Bang! Anjing lo, bang. Sepatu mahal nih! Dua ratus juta cuma dapet sebelah doang!"

"Lo beli dimana? Dirumah gue banyak sepatu gituan, harga gak sampe dua ratus juta," ujar Arga. Meletakkan sisa rokoknya diatas asbak kemudian menyesap kopinya.

"Ditanah abang. Banyak disana,"

Johan mengangakan mulutnya. "Itu bukan dua ratus juta! Tapi dua ratus ribu!" Johan menghempas kaki Elang.

"Udah gue duga sih, perasaan gue dari awal udah gak enak." Ucap Arga.

"Mau-mau aja dikibulin. Sayang beli yang dua ratus juta, bisa buat biaya hidup gue selama satu tahun tuh duitnya," ucap Elang. Cowok itu mengambil rokok disaku bajunya.

ARGANTARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang