Pelukan Manis

1.5K 118 14
                                    

Sebelum mulai ceritanya, saya cuma mau minta maaf karena baru up saat ini. Habisnya saya super sibuk beberapa bulan ini. Di mulai dengan saya yg telah masuk sekolah offline sampai tugas menumpuk. Belum lagi saya terkena sindrom malas nulis, rasanya tulisan saya seperti nggk ada feel, jadi harus saya revisi ulang² baru bisa upload. Ok segitu saja bacotan saya.

.
.
.
.
.
.
.
 

"Tuan Puteri,ada apa dengan wajah anda?"

Lillian menatap Princessnya dengan heran, mengapa wajah gadis secantik peri itu terlihat berantakan? Dengan bagian bawah matanya yang menghitam,juga raut wajah yang lelah.

Wanita itu bahkan meringis sedikit melihat raut wajah merengut milik Athanasia.

Athanasia sendiri hanya menatap Lilly. Ia sendiri juga tak berencana membuat wajahnya seperti ini oke? Hanya saja,dari semalam ia kesulitan untuk tidur karena terus memikirkan bagaimana caranya membuat sang ayah berubah pikiran untuk mengizinkannya pergi ke Academy sihir tersebut.

Belum lagi si brengsek Lucas terus-terusan memuntahkan omong kosong seperti kau harus belajar sihir dariku. Daripada buang-buang waktu dengan pergi ke sekolah sampah itu,mending berlatih denganku saja. Dengan wajah yang ingin sekali Athanasia pukul dengan kepalan tangannya.

Menyebalkan.

"Aku tak apa Lilly. Siapkan saja air mandiku," sambil menyibak selimut,ia merapihkan anak rambut yang berserakan di wajahnya.

Lalu melangkahkan kakinya di ikuti Lilly di belakangnya menuju ke arah kamar mandinya.

***

"Tuan Puteri ingin rambutnya di ikat seperti apa?" Tanya wanita beriris shappire itu. Tangannya sibuk mengumpulkan rambut halus milik Athanasia, sambil memandang lembut melalui cermin.

Athanasia sendiri hanya menatap malas, "terserah saja. Kau harus cepat Lilly. Aku ingin sarapannya secepatnya."

Lilly hanya tersenyum. Wanita itu mengikat setengah rambut Athanasia, menambahkan beberapa pernak-pernik mini yang cantik pada rambut emas berkilau tersebut. Dan terciptalah gadis peri menakjubkan di cermin.

Athanasia semakin hari semakin mirip dengan mendiang Diana. Paras lembutnya, surai emasnya, bahkan sifatnya pun serupa dengan sang penari cantik Sioddona tersebut. Yang berbeda hanyalah iris permata Athanasia yang menandakan keturunan pewaris Obelia.

Seandainya saja nona Diana masih hidup. Pikir Lillian dengan wajah sendu. Tuan puterinya pasti akan hidup bahagia sejak kecil. Sang Kaisar pun tak perlu berlaku kejam seperti itu pada putri semata wayangnya. Dan tentu saja tak perlu ada 'orang asing' yang bergabung dalam lingkaran keluarga sempurna itu.

Tapi tidak ada kata seandainya di dunia ini. Kata itu hanya sebuah khayalan belaka yang membuat seseorang berandai-andai dan lari dari kenyataan pahit.

Athanasia menatap heran pengasuhnya itu. Dari tadi ia perhatikan, Lilly terus menerus melamun sambil menatap senduh dirinya. Ia heran. Apa yang membuat perempuan yang sudah ia anggap ibu itu menatapnya seakan-akan umurnya tinggal sedikit.

Ia belum akan mati oke? Setidaknya saat ini umurnya masih panjang. Ya kalau-kalau si Kaisar keji itu tidak berubah pikiran lagi untuk membunuhnya. Maka Athanasia dengan percaya diri akan mengatakan dengan lantang bahwa umurnya akan panjang. Setidaknya ia akan berusaha.

Tidak kuat lagi, "kau kenapa Lilly? Dari tadi kau menatapku dengan sedih begitu? Orang akan berpikir sisa waktuku sebentar lagi lho," matanya berputar malas.

Tersentak,mata shappire itu menatap kearahnya. Dilihatnya Lilly yang salah tingkah. Mungkin ia tak mengira akan tertangkap basah sedang menatap majikannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Un Autre FuturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang