***

"Kamu kenapa?" tanya Bian.

Mereka tengah duduk di cafe milik Ayya yang berada di seberang rumah sakit. Hari ini Bian masih harus di rumah sakit sampai sore makannya setelah pulang shift pagi Hanin mengajak Bian untuk bertemu disini.

"Gak papa." jawab Hanin singkat.

"Terima kasih." ucap Bian pada pelayan yang menyajikan kopi, dan hanya dibalas senyum ramah oleh pelayan yang memang telah mengenal Bian.

"Kamu cerita kalau ada apa-apa. Jangan bilangnya kamu baik-baik aja tapi nyatanya tidak." ujar Bian.

Hanin hanya memandang Bian yang masih mengenakan jas dokternya. Ketampanan pria ini selalu berlipat-lipat ketika mengenakan jas kebanggannya itu.

"Bisa dilepas gak itu jas kamu?" tanya Hanin.

"Kenapa?" Bian balik bertanya karena merasa aneh dengan permintaan Hanin.

"Kamu emangnya gak sadar jadi pusat perhatian dari tadi?" tanya Hanin sambil memandang beberapa perempuan yang memang diam-diam selalu melirik ke arah Bian.

"Kamu cemburu?" tanya Bian sambil terkekeh.

"Iya! Puas?" tanya Hanin.

"Aku senang kalau kamu cemburu." ucap Bian dengan senyum mengembang.

"Tapi aku bentar lagi balik ke rumah sakit lho Nin." ucap Bian.

Hanin melirik jam di pergelangan tangannya. Padahal baru 15 menit mereka bertemu.

"Yaudah gak usah dilepas." ucap Hanin sambil menyesap carramel machiato miliknya.

"Bisa gak sih kamu klarifikasi hubungan kamu dengan Dokter Carrol." ungkap Hanin sukses menghentikan kegiatan Bian yang tengah meminum ekspresso miliknya.

"Caranya?" tanya Bian.

"Ya pikirin lah. Aku tuh terganggu sama omongan rekan-rekan aku yang selalu membicarakan antara kamu dan Dokter Carrol." ucap Hanin.

"Jadi karena itu Hanin-ku ini cemberut terus dari tadi?" tanya Bian sambil terkekeh pelan.

"Nanti aku pikirin lagi caranya ya." ucap Bian sambil tersenyum menenangkan dan hanya dibalas anggukan oleh Hanin.

"Kak Ayya gak disini ya?" tanya Hanin.

"Kak Ayya lagi ke Singapura." jawab Bian.

"Ngapain?" tanya Hanin.

"Mau nyolong patung singa." ucap Bian santai.

Dengan segera Hanin menepuk dengan keras tangan Bian yang berada di atas meja, "Yang bener kalau ngomong!" ucap Hanin.

"Duh Nin gak usah pake acara nabok juga kali." ucap Bian sambil mengelus tangannya yang dipukul Hanin.

"Lebay." cibir Hanin.

"Kak Ayya nemani kak Adrian kunjungan ke kantor cabang yang disana." ucap Bian setelah hening beberapa saat.

"Enak ya kunjungan sambil jalan-jalan." ucap Hanin.

"Kamu mau ke luar negeri juga?" tanya Bian.

"Enggak. Masih banyak tempat di Indonesia yang belum aku kunjungi." jawab Hanin.

"Yaudah nanti kita jelajahi bersama." kata Bian.

"Hmm, kaya yang punya banyak waktu santai aja." ucap Hanin.

Bian hanya terkekeh mendengar ucapan Hanin.

"Atau aku berhenti kerja aya ya Nin? Biar kita punya banyak waktu bersama" tanya Bian.

"Jangan aneh deh Dok. Terus Dokter dari mana dapat uangnya?" tanya Hanin.

"Aku juga kan kebagian saham di perusahaan Dad, jadi kita gunain uang pendapatan dari sana aja." ujar Bian dengan mimik serius.

"Jangan gila deh Dok!" ucap Hanin sambil memandang sebal ke arah Bian.

"Aku gila karena kamu." ucap Bian dengan nada yang dibuat-buat.

"Merinding saya, jijik dengernya." ucap Hanin sambil bergidik.

Bian hanya tertawa mendengar ucapan Hanin.

"Eh, emangnya berapa pendapatan Dokter dari kepemilikan saham itu?" tanya Hanin penasaran.

"Nanti aku tunjukkin rekeningnya ke kamu ya. Jangan kaget lho Nin, nominalnya lebih gede dari pada pendapatan aku sebagai Dokter." jawab Bian sambil terkekeh.

"Udah bisa buat beli rumah?" tanya Hanin.

"Bisa mungkin. Aku belum cek lagi soalnya, uang itu gak aku pakai sih setelah aku kerja. Kan aku pakai uang dari pendapatan aku sebagai Dokter aja." jawab Bian.

"Kamu ngomongin rumah mulu. Gak sabar ya pengen hidup bersama denganku?" goda Bian.

"Gak kebalik tuh Dok." ucap Hanin santai.

"Yang usianya udah mau expired siapa?" tanya Hanin dengan senyum miring.

"Nin mulutnya astagfirullah! Yang kamu omongin umurnya udah mau expired itu calon suami mu lho." ucap Bian sambil mengusap wajahnya.

"Karena mulut aku itu terlalu jujur Dok. Maaf Hanin anak baik yang gak suka bohong." ucap Hanin sambil tertawa girang.

Bian hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah wanita di depannya.

"Kamu dari tadi panggil aku Dokter?" tanya Bian setelah menyadari panggilan Hanin.

"Iya. Kenapa?" tanya Hanin.

"Kan aku udah bilang jangan panggil aku begitu." ucap Bian.

"Kebiasaan aja sih. Enak manggil gitu sih, apalagi kamu pakai jas Dokter." ucap Hanin.

"Ya jangan dibiasain mulai sekarang." ucap Bian.

"Terus kalau di rumah sakit aku harus panggil kamu sayang gitu?" tanya Hanin sambil mendelik.

"Boleh sih aku seneng dengarnya. Itu juga cara biar orang-orang gak salah faham lagi tentang aku dan Carrol." ucap Bian.

"Seenaknya aja Dok. Auto resign saya kalau manggil begitu!" ucap Hanin dan dibalas tawa oleh Bian.

Hanin membayangkan apa yang akan terjadi ketika dirinya memanggil Bian seperti itu di depan rekan-rekannya. Ia bergidik ngeri walaupun hanya membayangkan itu. Memalukan!

"Kamu mau pulang sekarang?" tanya Bian tiba-tiba.

Hanin menatap jam di pergelangan tangannya, sudah hampir pukul tiga sore.

"Bentar lagi. Kamu mau balik ke rumah sakit?" tanya Hanin.

"Iya. Aku harus visit sekarang." ucap Bian setelah mengecek ponselnya.

"Yaudah kalau gitu sana pergi." ucap Hanin.

"Ngusir?" tanya Bian.

"Gak usah baper! Kan katanya mau visit." ucap Hanin sambil memutar bola matanya malas.

"Hahaha iya iya. Aku balik kerja lagi ya, kamu hati-hati di jalan jangan ngebut." ucap Bian.

"Baik Dokter perintah anda akan saya laksanakan." ujar Hanin sambil terkekeh.

Bian pun bangkit dari duduknya.

"I love you, sayang." bisik Bian sambil menepuk pelan kepala Hanin.

Hanin hanya mengulum senyum mendapatkan perlakuan Bian. Ia menatap kepergian pria itu yang berjalan santai menuju rumah sakit.





Ada yang lope lope gais, wkwkwk

Astaga yang nulis ampe melting, kelamaan ngejombi jadinya gini, hikss:')

Rencana [Telah Terbit]Where stories live. Discover now