Chapter 21

1.5K 116 1
                                    

Makin sayang deh sama pembaca cerita ini,,, hehehehe


Happy Reading^^


Hanin terus bergerak gelisah di dalam mobil yang ia tumpangi. Hari ini seperti rencana awal mereka akan berkunjung ke kediaman orang tua Bian.

"Tenang aja, kamu kan udah tahu orang tua aku." ucap Bian dengan sebelah tangannya menggenggam tangan Hanin yang cukup dingin.

"Aku kenal orang tua kamu kan sebagai pemilik perusahaan bukan sebagai calon mertua." ucap Hanin sambil mendengkus pelan. Hanin memang membiasakan diri untuk berbicara menggunakan aku-kamu kepada Bian.

"Cie ... Yang bilangnya calon mertua." ucap Bian sambil tertawa.

"Gak usah banyak canda Dok." timpal Hanin.

"Jangan panggil aku Dokter lagi dong Nin." ucap Bian.

"Teserah saya dong." ucap Hanin semakin menjadi.

Bian membelokkan mobilnya memasuki kawasan perumahan elite. Keringat dingin mulai Hanin rasakan dan detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Suara klakson mobil menyadarkan Hanin bahwa sekarang dirinya tengah berada di depan gerbang rumah Bian. Sebuah rumah megah yang membuat Hanin menelan ludahnya susah payah membayangkan bagaimana reaksi ibunya Bian ketika putranya memperkenalkan seorang perempuan yang hanya seorang apoteker di rumah sakit miliknya.

Hanin keluar dari mobil tapi pandangannya terhenti ketika melihat satu mobil yang ia kenali juga terparkir disana.

"Ayo masuk." ajak Bian.

Hanin hanya menurut dan mengikuti langkah Bian. Bian menghentikan langkahnya dan membuat Hanin mengerutkan keningnya.

"Kenapa?" tanya Hanin.

"Aku serasa membawa calon pegawai baru kalau kamu jalannya di belakang aku." ucap Bian.

Ia langsung menggandeng Hanin untuk berjalan disampingnya.

"Tetaplah berjalan di sampingku ya." bisik Bian lembut.

Hanin mengulum senyum mendengar ucapan Bian.

"Assalamu'alaikum." Salam Bian dan Hanin ketika pintu terbuka.

"Wa'alaikumsalam." Carrol yang tengah duduk manis di ruang tamu menjawab salam mereka.

Seperti yang Hanin duga ketika melihat mobil itu di garasi Hanin yakin ada Carrol disini. Bagaimanapun rasa tidak nyaman mulai mengusik perasaan Hanin.

"Mommy sama daddy mana?" tanya Bian.

"Barusan mommy ke atas mau manggil daddy biar gabung kesini." jawab Carrol.

"Duduk Nin." ucap Bian dan dituruti oleh Hanin.

"Aku ke atas dulu ya manggil mom sama dad." ucap Bian dan hanya diangguki Hanin.

"Jadi perempuannya kamu ya Nin. Aku gak nyangka lho." ucap Carrol ketika hanya tinggal mereka berdua di ruang tamu.

Entah kenapa perkataan Carrol maknanya seperti ke arah yang negatif.

Hanin menepis semua pikiran buruknya itu.

"Iya Dok. Saya juga awalnya ragu tentang ini." jawab Hanin sambil memandang mata Carrol yang lain dari biasanya.

"Aku iri sama kamu." kalimat yang tercetus dari mulut Carrol membuat Hanin mengerutkan kening tak percaya.

Seorang perempuan yang dijadikan simbol kesempurnaan oleh seluruh warga rumah sakit mengatakan iri pada seorang Hanin yang bahkan mungkin hanya dikenali oleh sebagian kecil orang-orang di rumah sakit?

Rencana [Telah Terbit]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora