4. Masa kelam

55 32 5
                                    

Sepuluh tahun lalu..

Cowok yang memakai baju dress selutut itu memasang wajah ketakutan. Rambutnya memakai pita berwarna pink, dia meringkuk ketakutan di pojok ruangan sambil berusaha menahan tangis.

Sekujur tubuh nya memiliki luka lembam. Di pahanya, ada bekas sunutan rokok. Bibirnya robek, wajahnya bengkak.

Dia menatap wanita yang di depannya yang sedang memasang wajah geram, "Ayo bilang, 'nama aku Chiro, aku anak perempuan yang baik'. " ucap sang ibu dengan lembut.

"AYO CEPET BILANG!!" bentak Serena.

Chiro ragu ragu membuka mulut, dia terlalu takut jika mendapat pukulan lebih dari ini, "N-Nama aku Chiro, aku anak perempuan yang baik."

Sedetik kemudian, yang Chiro dapatkan adalah tamparan keras yang mengenai pipi kirinya.

"NGOMONG YANG BENER! SUARA KAMU KURANG IMUT!"

Chiro menggigit bibirnya, berusaha menahan tangis, "Tapi Chiro itu laki lak-"

Serena berjongkok, dia melotot ke arah putra sulungnya. Wanita itu mencengkram kepala Chiro sampai anak itu mengaduh kesakitan, "Kalo kamu memang anak saya, artinya kamu harus perempuan. Sekali lagi kamu bilang kamu itu laki laki..." Serena mendesis, "saya bunuh kamu."

"Chiro perempuan." Chiro mengaduh kesakitan. Jambakan di rambutnya semakin kuat, "chiro perempuan, jadi tolong jangan bunuh Chiro." Anak itu terisak isak

"Mama.. sakit. Jangan pukul Chiro lagi. Jangan pukul Chiro lagi. Jangan jambak rambut Chiro lagi."

Chiro menangis sesenggukan.

"Ampun mama.."

***

Chiro sedang bersih bersih di kamar asrama Meisya. Sementara cewek itu sedang pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku.

Chiro mengelap debu debu yang ada di jendela, merapihkan buku buku pelajaran, dan menyapu lantai hingga mengepelnya sampai bersih.

Ya, mereka sudah setuju untuk memenuhi perjanjian.

Chiro yang membersihkan kamar asrama Meisya tiga kali seminggu, dan sebagai gantinya Meisya akan membalaskan semua dendam yang selama ini Chiro simpan.

"Ngapain lo di kamar Meisya? Habis macem macem, ya?"

Chiro menghentikan kegiatannya. Dia menoleh ke asal suara. Veren berdiri tegap disana, memasang senyuman miring mengerikan.

"Enggak kok, gue cuma lagi beres ber-"

"Gak usah banyak alasan, alasan lo gak penting." kata Veren dingin. Cowok itu memasukkan kedua tangannya ke saku celana lalu mulai menjauhi kamar asrama Meisya.

Sebelum Veren benar benar berjalan menjauh, Chiro sempat mendengar Veren menggumamkan, "Hm, ini bagus buat laporan gue ke kepsek biar lo di hukum."

***

Berdiri di tengah sinar matahari yang terik, cowok itu berusaha menguatkan kaki nya. Kepalanya berdengung pusing, kulit putihnya semakin memucat. Hidung nya mulai mengeluarkan cairan merah.

Chiro tetap berdiri dengan tegak. Ia menjadi pusat perhatian, banyak orang yang menertawakannya bahkan Veren dan Vanya sendiri pun tertawa terbahak bahak.

Chiro menunduk dalam, ia sudah terbiasa seperti ini. Jadi ia tidak perlu-

"Siapa yang nyuruh kamu berdiri panas panasan disini?"

REVENGEWhere stories live. Discover now