1

2.6K 192 6
                                    


"Jika ingatan tentang kekasih yang meninggalkan Anda delapan tahun lalu masih membuat Anda tidak bisa tidur hingga malam ini ... buka aplikasi Memoria sekarang juga dan buat janji dengan dokter kami untuk pertemuan besok pagi ...."

Suara perempuan yang menarasikan iklan radio itu lirih mendayu, hampir terdengar seperti bujukan.

Felisita Lutfi menatap radio di dasbor mobilnya dengan pandangan nanar, sebelum mematikannya.

Sita tak punya masalah pribadi dengan Memoria, meskipun tiap kali ada iklan, poster, billboard Memoria, Sita rasanya ingin memutar bola mata. Minggu lalu, Memoria mengumumkan rencana pembukaan klinik ke-lima puluh mereka di Selandia Baru, disambut gegap gempita dari pemerintah dan publik luas. Sita hampir muntah saking muaknya.

Semua perusahaan menjual produk mereka dengan menggali rasa tidak aman dan rasa tidak puas konsumennya. Kulit kering bersisik? Pakai losion kami. Rambut mengembang sulit diatur? Pakai kondisioner kami. Anak sulit makan? Belilah kaldu kami. Kurang makan sayuran? Coba multivitamin kami.

Semua menjanjikan hidup yang lebih mudah, lebih mulus, lebih berkilau.

Namun, bagi Sita, tak ada perusahaan yang lebih jahat dari Memoria.

Anda hidup dalam derita tak tertanggungkan karena kenangan? Hapus kenangan Anda, raihlah kebahagiaan....

Apa yang ditawarkan Memoria terdengar seperti premis novel atau film sains fiksi. Mulanya layanan yang ditawarkan Memoria hanya sebatas gosip, sampai Memoria mulai mengumpulkan video testimoni pengguna jasa mereka. Semua berhasil, semua berbinar cerah, dengan senyum yang tak henti terulas. Semua tak punya kenangan buruk yang membebani mereka.

Mimpi buruk tentang Keheningan Besar masih menghantui? Datangilah kantor cabang kami...

Tak ada perusahaan yang lebih jahat dari Memoria. Memilih melupakan Keheningan Besar hanya karena kenangan tentangnya tak nyaman.

Bagian mana dari pepatah 'Siapa yang melupakan sejarah, akan ditakdirkan untuk mengalaminya lagi...' yang tidak dipahami orang-orang ini?

Tidak semua sanggup mengingat Keheningan Besar, kata Arifia Lutfi, ibunya suatu kali. Tanpa Memoria, lebih banyak lagi korban Sindroma Hari Akhir.

Keheningan Besar, istilah tak resmi yang sering digunakan untuk menyebut pandemi flu yang muncul di akhir 2019. Meski samar, Sita masih bisa mengingat kebingungan yang muncul ketika berita di Internet dan TV mulai melaporkan flu yang disebabkan virus jenis baru, menyerang pernapasan dan peredaran darah, disebut Flu-19, nama sederhana untuk penyakit yang mengubah takdir banyak orang di kemudian hari.

Ini hanya flu, kata semua orang kala itu, lebih dimaksudkan untuk menenangkan diri masing-masing.

Tapi Flu-19 nyatanya bukan sekadar flu. Sama-sama menular lewat udara, tiga puluh kali lebih mematikan daripada flu biasa. Diawali dengan sesak napas, kehilangan kemampuan penciuman dan perasa. Yang parah berlanjut dengan kegagalan organ dan berakhir dengan kematian. Mudah menular dan memburuk dengan cepat, dua kombinasi fatal yang membuat fasilitas kesehatan nyaris lumpuh.

Demi memperlambat penyebaran, hampir seluruh negara memberlakukan kebijakan serupa; mengurangi kontak antarmanusia dengan menutup mal, museum, pasar dan aneka fasilitas publik lainnya. Sesuatu yang kemudian dikenal sebagai The Great Empty-Keheningan Besar, yang kemudian digunakan untuk menyebut Pandemi 2019-2021 secara keseluruhan.

Tidak ada yang tahu kapan Keheningan Besar berakhir. Pada akhirnya, manusia belajar hidup berdampingan dengan Flu-19. Pada akhirnya, ini hanya sekadar flu menjadi kenyataan.

Yang Menjadikannya AbuWhere stories live. Discover now