Four: Don't Wanna Cry

87 22 2
                                    



"Kita bisa bicara?"

"Aku sedang sibuk."

"Bicara sebagai teman."

Raeyoung menghembuskan nafas pasrah, ia tak memiliki alasan bagus lain untuk menghindar dari Minghao, padahal sudah lewat empat hari ia berhasil menghindar dengan segala aktifitas tetapi hari ini ia tak bisa mengelak.

"Ada apa?" Tanya Raeyoung pelan, mereka baru keluar kelas setelah berkutat dengan kuis matematika selama dua jam full, ia sudah pusing, dan ketika Raeyoung berada di perpustakaan untuk mengembalikan buku Minghao datang menghampirinya.

"Kita..." Minghao menjeda kalimatnya,"... sudah benar-benar berakhir?"

"Hhah..." Raeyoung membalikkan badan, sia-sia saja ia mendengarkan Minghao jika orang itu hanya ingin bicara perihal ini saja, dengan cepat Minghao menahan tangan Raeyoung agar kembali menatapnya, Raeyoung menepis tangan Minghao.

"Aku tidak ada waktu untuk meladenimu, bicara yang penting saja," ucap Raeyoung kesal.

"Menurutmu itu tidak penting?" Tanya Minghao lagi, ia hanya ingin meyakinkan diri, harus tetap berjuang atau berhenti.

Raeyoung menggeleng, "itu sudah berakhir, kau tidak bisa memaksaku."

"Aku tidak memaksamu," jawab Minghao, "aku hanya butuh kepastian."

"Kita. Sudah. Berakhir." Tekan Raeyoung, kepalanya pusing, "Aku sudah memberi tahu alasannya, apa yang harus dibicarakan lagi?"

"Aku tidak mau," rengek Mingaho, "aku berjanji akan berubah, aku yang bermasalah aku akan memperbaikinya, kembalilah."

"Aku tidak ingin kau memaksakan diri," balas Raeyoung pelan, "meskipun kau sudah memperbaiki diri tetapi aku masih tetap bermasalah dan tidak bisa memperbaikinya itu akan menyakiti kita berdua."

Minghao duduk bersimpuh di hadapan Raeyoung, berusaha menggapai tangannya namun segera ditepis oleh gadis itu.

"Kumohon kembalilah, kita bisa menghadapi ini, aku–aku tidak bisa menghadapi ini sendirian."

"Maka menyerahlah," ucap Raeyoung dingin, "menyerahlah karena aku tidak akan kembali padamu."

Minghao menggeleng, ia masih tidak bisa menerima kenyataan jika Raeyoung menolaknya, mereka tidak bisa kembali.

"Maafkan aku," ujar Raeyoung lagi, "kita sudah berakhir, tolong jangan sakiti aku dengan sikapmu yang begini."

"Kau pikir tidak menyakiti aku dengan sikapmu yang begitu?!"

Raeyoung menggeleng, ia agak terkejut dengan Minghao yang berteriak padanya "mari kita jangan saling menyakiti, anggap saja ini tidak pernah terjadi."

"Bagaimana mungkin bisa?" Tanya Minghao dengan tatapan sendu, ia kembali berdiri, "setelah kau bawa separuh jiwaku pergi lalu kau memintaku untuk menganggap ini tidak pernah terjadi? Jahat sekali."

"Kau sudah tahu aku jahat, orang jahat sepertiku tidak akan cocok dengan orang baik sepertimu, kita tidak akan bisa melanjutkan ini, lupakan saja aku, aku juga akan melupakanmu dan kisah kita, jalan kita sudah berbeda, selamat tinggal."

Minghao kembali bersimpuh, air matanya jatuh, mengapa walaupun sudah disakiti seperti ini hatinya masih belum rela untuk melepaskan Raeyoung? Apa dia terlalu bodoh?

Mengusap jejak air mata di pipi, Minghao bangkit memandang lorong rak buku lalu bergegas berjalan keluar, dilihatnya Raeyoung sedang berbincang dengan Yuju, seolah melupakan masalah yang baru saja terjadi.

Minghao berjalan cepat menghampiri keduanya, meraih tangan Yuju lalu mencium pipi Yuju tepat di hadapan Raeyoung dan beberapa pengunjung perpustakaan lain.

"Yuju, ayo kita pacaran."

Yuju menautkan alis, ia masih terkejut dengan perlakuan aneh Minghao padanya, ia mendorong dada pria itu hingga terjatuh lalu memukulnya dengan buku sejarah yang tebal.

"Aku tidak mau," jawab Yuju tegas, "dasar tidak sopan."

Raeyoung menatap Yuju dengan ekspresi terkejut, setelahnya dua orang itu pergi meninggalkan Minghao sendiri dengan berbagai cibiran dari orang-orang tentang perilakunya barusan.

Minghao memukul kepalanya sendiri begitu sadar atas apa yang ia lakukan.

6 februari, Minghao mencium teman sekelasnya sekaligus menjadi hari penolakan Raeyoung kepadanya untuk kesekian kali, sepertinya Minghao harus menyerah.



 ✔ [1]30 Day's in February[Xu Minghao]Where stories live. Discover now