"W-wonwoo?!" Pekikmu tertahan.

Laki-laki dengan tatapan tajam dan raut wajah dingin itu menatapmu lekat.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya, sekretaris Ahn?" Tanyanya.

Seulas seringaian mengiringi pertanyaannya yang langsung membuatmu tersadar akan sesuatu.

Dokumennya.

Kau langsung berjongkok dan memunguti satu-persatu kertas yang berserakan itu lalu mulai menyusunnya kembali. Dengan kepala menunduk dan tangan bergetar, kau melangkah maju untuk meletakkan dokumen tersebut ke atas mejanya

"Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Pak." Ucapmu sembari berulang kali menunduk meminta maaf

Karena tak ada balasan sama sekali, kau pun melanjutkan kalimatmu untuk undur diri.

"Kalau begitu, saya permisi dulu Pak."

Baru saja kau ingin berbalik dan memegang gagang pintu, suaranya menghentikan langkahmu.

"Saya belum menyuruh anda untuk keluar, nona."

Saat kau membalikan tubuhmu kembali, kau mendapati laki-laki itu tengah berjalan ke arahmu sembari memasukan kedua tangannya ke saku celana. Entah mengapa aura laki-laki ini begitu menekanmu sehingga kau merasa harus tunduk dan hormat padanya.

Tangannya mulai menyentuh dagumu dan mengarahkan wajahmu yang tadinya menunduk untuk mendongak dan menatap wajahnya. Menatap tepat ke kedua matanya yang sangat tajam itu.

"Ada beberapa hal yang tak saya suka, dan saya harap anda tak mengulanginya, sekretaris Ahn. Pertama, saya tak suka jika ada orang yang berbicara tapi tak menatap lawan bicaranya. Kedua, saya tak suka orang yang mengingkari perkataannya. Ketiga, saya tak suka jika orang lain mengambil apapun yang sudah menjadi milik saya. Anda paham?"

Kau hanya bisa menganggukan kepalamu dengan ekspresi takut. Menatap setiap inchi pahatan wajahnya yang begitu megangumkan. Kau merasa kagum namun juga ketakutan di waktu yang bersamaan. Dan semua itu karena sosok Pak Jeon yang kini berdiri di hadapanmu. Lebih tepatnya, Jeon Wonwoo.

.

.

.

.

.

Begitu berhasil keluar dari ruangannya, kau seperti tengah berlomba meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Jantungmu berdegup tidak karuan. Pikiranmu mengarah pada adegan  erotis yang beberapa hari terakhir hinggap di mimpimu.

Jika dikatakan mimpi, semua itu terasa sangat aneh karena selalu saja sosok Wonwoo yang terbayang di benakmu. Tapi jika itu nyata, semuanya lebih tidak masuk akal lagi. Mengingat kehadiran Wonwoo yang begitu tiba-tiba.

"Jadi, yang selama ini aku mimpikan adalah ketua divisi yang baru? Ku pikir dia tak ada di dunia nyata, karena ketampanan yang tak manusiawinya itu tak masuk akal sama sekali." Gumammu

"Jadi aku bermimpi atau tidak? Arrghh!  Entahlah, yang jelas Pak Jeon itu sangat menakutkan." Gumammu lagi.

Setelah itu kau kembali fokus pada pekerjaanmu. Sebenarnya pekerjaanmu tak sebanyak itu, hanya saja bagimu satu pekerjaan membutuhkan banyak waktu untuk meyelesaikannya. Contohnya saja membuat slide show untuk presentasi divisi HRD pada rapat besar bersama direktur perusahaan yang akan diakan dua minggu lagi.

Pekerjaan semacam itu menguras cukup banyak waktumu selama satu hari. Bahkan terkadang kau menolak ajakan Heeyoung untuk makan siang bersama demi menuntaskan targetmu hari itu.

Tak terasa, lima belas menit lagi adalah jam pulang kerja sehingga kau merapikan meja kerjamu dan bersiap untuk pulang. Namun sialnya, lima menit sebelum jam pulang, Pak Jeon itu memanggilmu ke ruangannya. Jika sudah begini, kau yakin akan pulang terlambat.

Uncontrolled Lust [M] ✔Where stories live. Discover now