e n a m

117 25 1
                                    

--

Satu pesan.
Hanya butuh sebuah pesan singkat untuk mematahkan semangat seorang Lee Juyeon.

Padahal rasanya baru hari kemarin ia begitu dekat dan menunjukan afeksi penuh kepada sosok seorang Taehwa, kini lelaki itu justru berubah dingin dan pendiam.

Memang Taehwa ingin sang lelaki untuk tidak terlalu dekat dengan dirinya, tapi bukan ini yang ia inginkan. Ia tidak ingin jarak keduanya berakhiran merenggang terlalu jauh hingga titik dimana keduanya akan bertemu kembali sebagai dua orang asing yang saling 'tak kenal.

"Huft! gue kebangetan ya ngomong kayak gitu ke kak Juyeon?" Tanya Taehwa dalam hati.

Ia yang meminta ini semua, namun justru dirinya lah yang 'tak kuasa menanggung beban.

"Kenapa sih lo daritadi cemberut terus?" Dengan tangan yang penuh cemilan, Eunhye berangsur duduk di sebelah sang sahabat.

"Lagi mikirin apa sih? Atau jangan jangan lo masih belom bisa move-on ya?" Lanjut gadis berambut pendek itu.

Belum sempat Taehwa menjawab pertanyaan sang sahabat, ceramahan yang maha indah sudah terlebih dahulu dibeberkan oleh gadis bernama lengkap Bae Eunhye itu.

"Lo tuh jangan kelamaan berada di fase mellow gegara putus cinta. Kak Juyeon udah sama Kak Mirae, ya lo cari cowok lain lah! Hwa, di dunia ini tuh gak hanya kak Juyeon yang bisa tempatin hati lo. Ya.. asal lo mau membuka hati."

Bukannya membantu, kini malah ceramahan Eunhye-lah yang terngiang di kepala sang gadis. Dan sekali lagi, ia menelungkupkan kepalanya.

--

"Pertemuan hari selesai sampai sini. Saya harap para ketua kelas dapat berkontribusi dengan sepenuh hati."

Juyeon, yang menjabat jadi ketua OSIS tahun ini, membubarkan rapat.
Pensi sekolah kali ini membutuhkan tiap siswa dan siswi untuk turut ambil bagian, oleh karena itu rapat pun harus digelar antara Badan Kepengurusan OSIS dan perwakilan tiap kelas agar setiap anak didik dapat turut ambil bagian.

Taehwa yang tengah merapikan berkas berkas catatannya melirik sekilas ke arah lelaki yang mengusung gelar ketua OSIS itu. Taehwa tercengang melihat perubahan seorang Lee Juyeon. Dari seorang Juyeon penuh senyum yang ia kenal, kini berubah menjadi Juyeon dengan tatapan yang mematikan.

Apakah ini semua salah Taehwa? Gadis itu pun 'tak tahu. Tidak ada yang bisa menebak jalan pikiran sang lelaki. Namun yang Taehwa tahu betul, Juyeon telah berubah.

Gadis itu ingin sekali kembali berbicara dengan sang lelaki. Sekadar bertegur sapa atau setidaknya saling bertukar senyuman. Namun, apadaya ego Taehwa jauh lebih besar ketimbang rasa rindunya.

Layaknya manusia biasa, Taehwa juga ingin mempertahankan harga dirinya. Alhasil, ia pun urung mengambil langkah pertama untuk mengucapkan kata 'halo' kepada sang lelaki.

Sedangkan Juyeon? Lelaki itu sudah sedaritadi selesai berkemas dan kini berjalan meninggalkan ruangan.

Antara ego atau bego, keduanya beda tipis.
Baru beberapa detik yang lalu Taehwa membulatkan niat untuk tidak menyapa duluan, kini malah gadis itu sibuk mengejar Kak Juyeon yang entah telah pergi ke arah mana.

Gadis itu berlari kesana kemari, berusaha mencari keberadaan Juyeon yang entah menghilang bak ditelan bumi.
Napas Taehwa tersenggal; keringat pun sudah membasahi kemeja putih abu-abu mikiknya; namun sosok yang dicari masih belum terlihat batang hidungnya.

"Bego banget. Harusnya tadi gue langsung nyapa kak Juyeon pas ada kesempatan."

Dilihatnya kembali area sekitar, namun naas. Hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang, tanpa ada tanda tanda sosok seorang Lee Juyeon diantaranya.

Tetapi sepertinya Tuhan berkehendak lain. Didapatinya sosok sang lelaki yang lebih tua tengah bersender pada tembok toko buku di seberang jalan. Namun mirisnya lelaki itu tidak sendiri.

Juyeon nampak tengah bergandengan tangan mesra dengan Mirae.

Bagaikan tertusuk bilah panas, ingin rasanya Taehwa mengutuk dunia ini yang telah memberinya begitu banyak cobaan.

"Ditampar kenyataan tuh ternyata sakit ya..."

Taehwa tidak pernah menyangka bahwa ia akan begitu membenci senja. Langit bertaburkan emas kuning kemerahan selalu menjadi pemandangan favoritnya, namun tidak ketika latar belakang yang indah itu justru semakin memperkeruh rasa sakitnya.

"Entahlah senja, mungkin memang bukan engkau -lah yang salah; bukan juga aku ataupun kak Juyeon. Memang mungkin takdir yang pernah diucapkan kak Juyeon itu sekadar omong kosong," ujar Taehwa dalam hati.

Entah, disaat seperti ini 'tak akan indah rasanya jika hanya ditemani kata-kata penguat. Mungkin ini sudah saatnya Taehwa bangun pada kenyataan dan mulai merelakan.

"Kamu udah bekerja begitu keras hati, tapi ini memang mungkin sudah saatnya aku ucapkan selamat tinggal terakhir. Goodbye kak Juyeon, I'll miss you..."

--

Throwback | Lee Juyeon [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang