Calon menantu bunda

1.1K 73 0
                                    

"Dirga." Tubuh keduanya menegang. Mereka segera melepaskan pelukan tak disengaja itu lalu, bersikap seperti semula.

"Kalian ngapaiin?" Vina menatap keduanya bergantian dengan tatapan penuh selidik.

"Em ... itu-itu, tadi ada kecoak jadi refleks peluk Pak Dirga. Hhhe ... maaf yah, Tante." Bulan tertawa kikuk seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dirga hanya menatap datar keduanya, tidak ada niat untuk menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada sang Ibunda.

"Bunda kira kalian ngapaiin, yaudah bunda tinggal dulu yah." Sebelum pergi Vina menghampiri sang putra.

"Jagaiin calon menantu bunda yah, Ga," ucap Vina sambil tersenyum menggoda kepada Bulan.

Dirga memberi hormat, layaknya anak SD memberi hormat pasca kenaikan Bendera Sang Merah Putih kepada Vina. "Siap, Bun." Vina terkekeh geli di susul oleh Dirga yang menatap Bulan dengan tatapan menggoda.

Bulan menunduk malu. Gadis itu menutupi pipinya yang memerah akibat ulah keduanya yang tidak henti-hentinya menggoda dirinya.

"Bulan."

Gadis itu tersentak kaget saat Dirga memanggil namanya.

"Eh, iyah, Pak."

"Mau pulang atau nginap di sini?" tanya Dirga  masih dengan menatap Bulan.

Bulan menutupi wajah manisnya menggunakan kedua telapak tangan. "Bapak jangan liatin saya kayak gitu, 'kan saya jadi malu ...," lirihnya pelan. Dirga memalingkan wajahnya ke samping sambil terkekeh kecil.

"Mau pulang gak?" tanya Dirga sekali lagi. Gadis itu mengangguk pelan.

***

Saat ingin ke Garasi, tiba-tiba saja hujan datang dengan sangat deras, diiringi dengan suara gemuruh yang menggelegar. Gadis itu meringkuk di samping Dirga, tak lupa dengan tangan yang menutup kedua telinganya.

"P--pak, sa--saya takut ...." Bulan menarik ujung jaket Dirga.

Dirga menarik Bulan ke dalam dekapannya. Tubuh gadis itu bergetar hebat saat mendengar suara petir yang menyambar ke mana-mana.

"Bunda ...!" Gadis itu semakin erat memeluk Dirga saat Petir menyambar salah satu tiang listrik yang berada dekat di Mansion Dirga. Tiba-tiba saja mati lampu, pasti ada kerusakan saat petir menyambar tiang itu.

"Pak, saya takut!" Dirga melepaskan pelukannya, ia menggendong Bulan di depan. Gadis itu mengeratkan pelukannya dan Dirga juga semakin mengeratkan gendongannya.

"Jangan takut! Saya akan menemani kamu," seru Dirga sambil mengelus puncak kepala Bulan.

"Aga ... Bulan kenapa?" Vina menghampiri mereka berdua dengan raut wajahnya khawatir, tak lupa dengan lilin di tangannya.

"Gak papa kok, Bun. Bulan cuman takut sama petir." Dirga mencoba menenengkan Vina agar tidak khawatir.

"Ya Allah ... kamu jagaiin Bulan yah, Bang. Ajak ke kamar kamu, Bunda mau ke kamar Vano." Dirga mengangguk pelan.

***

Dirga membaringkan tubuh Bulan lalu, menyelimuti gadis itu sampai dada.

"Selamat malam, Bulan," seru Dirga lalu, beranjak pergi dari kamarnya. Ada rasa tidak tega ketika ia meninggalkan Bulan sendirian di kamarnya tapi, sekamar dengan gadis lain itu akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Cekalan di tangan Dirga menghentikan langkahnya. Dia berbalik, menatap Bulan yang tengah menatapnya.

"Jangan pergi, Pak! Bulan takut ...." Gadis itu terisak pelan, hujan juga belum reda. Dirga yang mendengar isakan Bulan semakin tidak tega untuk meninggalkannya. Alhasil ia ikut naik di sampingnya, lalu mulai mengelus puncak kepala gadis itu.

Suara petir kembali terdengar,  yang ini lebih kuat dari petir sebelumnya. Bulan semakin meringkuk ketakutan, bahkan air matanya semakin mengalir dengan deras.

"Pak ... peluk Bulan! Bulan takut ...." Gadis itu menatap penuh harap kepada Dirga. Tak mau membuat Bulan semakin takut, ia memeluk Bulan seraya mengelus puncak kepala Bulan sampai ia tertidur.

Rasa kantuk mulai menghampiri Dirga. Lelaki berparas tampan itu ikut tertidur di samping Bulan dengan Bulan yang berada di pelukannya.

Bos Galak (ON GOING) Where stories live. Discover now