Chapter 11

1K 145 11
                                    

Taeyong saat ini tengah memperhatikan latihan ritual puncak. Pagi-pagi sekali ayahnya menyeret tubuh ngantuknya kesini, ke lapangan tempat latihan dilaksanakan.

Ia memperhatikan ibunya yang tengah berjalan membentuk sebuah pola di antara orang-orang cassian di tengah lapang. Ck, ibu?

Taeyong ingin sekali tertawa dengan pikirannya. Dalam 19 tahun hidupnya, Ia hanya tahu bahwa ibunya telah meninggal. Dan lihat sekarang, sang ibu terlihat sehat dan cantik di sana, seperti baru bangkit dari kubur.

"Kau harus memperhatikan semua gerakan pangeran Jaejoong dengan teliti." Donghae yang berdiri di samping Taeyong berbisik padanya.

Walaupun enggan, Taeyong tetap melakukannya. Mau bagaimana lagi, tak ada hal lain yang bisa dia lakukan disini.

Setelah latihan usai, Jaejoong mengajak Taeyong untuk berbincang di sebuah taman yang sepi.

"Taeyong, ini mungkin permintaan yang terlalu besar. Tapi hyung mohon, kamu mau ya memimpin ritual?" Jaejoong mengatakannya dengan sangat hati-hati. Jujur saja ia takut dengan penolakan sang anak.

"Hyung? Aku tak menyangka aku harus memanggil ibuku sendiri dengan panggilan hyung."

Kata-kata sinis Taeyong cukup melukai hati Jaejoong, tapi ia tak ingin memasukkannya ke dalam hati. Ia sadar, Taeyong pasti sangat kecewa.

"Maafkan mama nak. Mama mohon lakukanlah ritual itu. Ini demi negeri kita."

"Setelah hampir 20 tahun kau menjadi seorang hyung, sekarang dengan mudahnya berubah menjadi mama?"

Setelah mengatakan hal itu Taeyong bergegas pergi meninggalkan Jaejoong yang telah menitikkan air matanya.

Perasaan bersalah semakin menyelimuti hati Jaejoong. Ia menyesal tak mampu untuk menghadapi semuanya dulu, bukan malah bersembunyi dan mengorbankan anaknya.

Saking sakitnya, Jaejoong mendudukkan dirinya di rerumputan taman itu. Ia tak kuat lagi, sakit di dadanya merambat ke seluruh tubuhnya.

Di balik sebuah pohon besar di dekat sana, seseorang memperhatikan Jaejoong dengan tatapan sendu.

***

Ritual puncak akan digelar malam ini. Jaejoong mondar-mandir di kamarnya, menunggu kedatangan Taeyong dan Donghae.

Sebenarnya ia ragu Taeyong akan datang, mengingat percakapan terakhir mereka yang tak berjalan baik. Tapi ia percaya pada Donghae. Pemimpin suku itu selalu dapat diandalkan.

K

RIET

Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang. Jaejoong tersenyum dengan lebar ketika melihat anaknya memasuki ruangan.

"Sini nak, kau pakai ini." Jaejoong menyodorkan sebuah pakaian seperti gaun pada Taeyong. Pakaian itu adalah pakaian suci yang telah digunakan turun-temurun untuk ritual puncak.

Tanpa mengucapkan apapun, Taeyong meraih pakaian itu dan pergi ke ruang ganti.

"Kau sangat cocok memakainya!" Jaejoong berseru dengan senang ketika melihat Taeyong keluar dari ruang ganti. Lagi, ia tak mendapat jawaban dari sang anak.

Senyuman miris sempat tercetak di bibirnya dan itu tertangkap oleh penglihatan Taeyong. Sejujurnya remaja 19 tahun itu sedikit menyesal akan perilakunya, walau bagaimanapun Taeyong adalah anak dengan hati lembut, tetapi rasa kecewanya mengatakan ia berhak bersikap seperti itu.

"Ayo! Kali ini kita harus segera merias mu." Jaejoong segera membuang rasa kecewanya dan berusaha kembali ceria, ia tak ingin hari yang sulit ini menjadi lebih sulit lagi.

Selama proses merias, tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Baik Jaejoong maupun Taeyong sama-sama tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

"Kau cantik sekali." Puji Jaejoong ketika Taeyong telah berhasil dirias.

"Sini sayang, kau harus memakainya." Jaejoong memasangkan sebuah cadar di wajah Taeyong yang telah dirias.

Taeyong hanya tersenyum miris dalam hati. Bahkan di saat seperti ini pun dirinya tetap disembunyikan. Mungkin kelahirannya memang sebuah kesalahan.

***


Taeyong melangkahkan kakinya dengan hati-hati memasuki lapangan tempat ritual berlangsung. Matanya bergerilya memperhatikan seluruh sudut. Di arah selatan ia bisa melihat anggota kerajaan duduk di kursinya masing-masing. Tentu saja tanpa Jaejoong, karena orang-orang harus percaya bahwa dirinya adalah pangeran itu sekarang.

Ketika sudah waktunya menari, Taeyong melakukannya dengan percaya diri. Ia sudah ratusan bahkan mungkin ribuan kali melakukan gerakan-gerakan ini bersama Jaejoong. Ia tidak mungkin salah bergerak, tubuhnya sudah hafal dengan gerakan ini.

Ketika tiba saatnya mengambil cahaya dari para cassian, degup jantung Taeyong tiba-tiba meningkat. Ia gugup, takut seseorang menyadarinya. Apalagi ketika ia tepat berdiri di depan Ten, kegugupannya naik berkali-kali lipat. Tapi sukurnya, sahabatnya itu tak menyadari apapun, dia terlalu fokus dengan tugasnya.

Setelah selesai membuat pola, Taeyong kembali menari. Pada bagian akhir, ia mengangkat tangannya ke atas. Bersamaan dengan itu, pola-pola yang tadi ia buat melayang ke atas, membuat lukisan indah di langit.

Ia puas dengan hasilnya. Apalagi ketika titik-titik cahaya merah berjatuhan, itu sangat indah. Ia senang bisa melakukan hal seperti ini.

SRET

Panah yang tiba-tiba mengarah padanya dan membuat cadar yang dipakainya terlepas menghentikan semua rasa bahagia Taeyong pada saat itu. Apalagi ketika ia mendengar suara Ten memanggilnya "Taeyong".

Tanpa berpikir apa-apa lagi, Taeyong segera berlari keluar dari area itu. Ia takut.

***

To Be Continued

[YunJae] Land of Cassiopeia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang