20. Sandi Yang Pecah

5.8K 1.3K 262
                                    

.
.
.

    Eric, Jaemin, dan Jeno tiba di SMA 7 Puncak beberapa saat lalu dan keinginan untuk kembali bersekolah disana naik drastis setelah melihat betapa megahnya SMA mereka yang telah di renovasi. Kadang heran kenapa tiap lulus dari sebuah lembaga pendidikan, barulah bangunan itu di renovasi jadi bagus banget, kenapa nggak pas mereka jadi siswa disana?

  
  "Baru juga tiga tahun setengah, bangunannya kok udah mewah nyaingin rumahnya Sunwoo? Ini emang komitenya yang kaya atau ada tipu daya muslihat dari setan?" Tanya Jaemin mengikuti Jeno dan Eric berjalan menaiki tangga menuju lantai 2.

  "Tipu daya muslihat dari setan ga, tuh?" Tawa Eric.

  "Komitenya berduit semua, Na. Jaman kita mah apaan, bayar kas aja berat banget kek mau bayarin uang jajannya mantan." Jawab Jeno.

    Jaemin mendengus, "iya, kalo mantan lu ada 17 emang berat banget."

  "Udah tambah jadi 21, Na." Koreksi Eric sambil berbelok ke arah deretan kelas X.

  "Yang 4 siapa aja?" Tanya Jaemin 'tak' terkejut sama sekali dengan fakta baru itu.

  "Sekretaris BEM, Mahasiswi jurusan kecantikan, dosen magang, ama anak SMA." Jawab Eric.

  "Wanjir Jen, selera lu kalo milih cewek di upgrade sana! Bisa bisanya pacaran ama dosen, ama anak SMA juga, malu diliatin Hyunjin yang digebet anak koas cantik." Omel Jaemin.

    Jeno mendelik kesal, "lu mau aja digoblokin ama si Eric, Na. Padahal gua cuma pacaran ama temen seangkatan dari jurusan Matematika biar dia mau bantuin gua ngerjain tugas."

  "Wiih, kalo cowok kek gini sebutanya udah bukan buaya lagi." Kagum Jaemin bertepuk tangan.

    Mereka berhenti di depan kelas X A IPA. Eric berbalik dan menatap Jaemin.

  "Sebutannya apa?" Tanya Eric.

  "Brengsek :')" Jawab Jaemin menunjuk Jeno dengan telunjuknya.

  "Sakit hati gua, Na." Ucap Jeno.
  
  
. . . . Saya ingin kalian membayangkannya saja."

 
    Tangan Eric berhenti, dia tak jadi membuka pintu kelas itu ketika mendengar suara halus dan ramah yang berasal dari dalam sana. Mereka mengintip dan menemukan seorang guru yang begitu asing bagi mereka. Jelas. Saat mereka jadi siswa disana hingga lulus, orang itu belum mengajar disana.

    Perawakan tubuhnya kecil, dan wajahnya penuh karisma. Senyumannya ramah, seakan kau bisa mempercayainya hanya karena dia tersenyum padamu. Tempat untuk berlindung' mungkin itu yang bisa Eric deskripsikan dari sosoknya.
  
  
  "Kira kira, dongeng apa yang membuat seorang anak berusia 9 tahun menangis hingga jatuh demam selama satu minggu?" Tanyanya.

  "Horor?" Ucap salah satu muridnya.

  "Itu jawaban klasik, semua pasti menduga itu, bukan? Tapi, kembali ke penokohan, si anak berumur 9 tahun ini sangat pemberani dan tak takut apapun. Tapi hari itu, dia menangis... Menangis sangat keras seakan dia baru saja kehilangan, sebuah kehilangan mengerikan." Suara guru itu memelan di akhir ucapannya, bersamaan dengan ekor matanya yang menangkap keberadaan tiga pemuda dengan kalung tanda pengenal Universitas.

    Guru muda itu tersenyum ramah dan menghampiri mereka di ambang pintu. Dengan muka yang seakan telah melukiskan pertanyaan "Ada yang bisa saya bantu?"—itu dia menunggu reaksi ketiganya.

  "Apakah Jinwoo Wira Bagaskara berada di kelas ini, Kak?" Tanya Eric, dia merasa canggung jika harus memanggil guru itu dengan 'Pak' karena terlihat masih sangat muda. Eric kira dia seorang mahasiswa tahun akhir yang sedang menyelesaikan kegiatan intrakulikulernya, namun melihat name tag-nya, dia tau jika pemuda itu benar benar seorang tenaga kependidikan.
   

[✔] Klub 513 | vol.1 | Ep.2 : Miss Me? Where stories live. Discover now