"S-sabar Ris, tenangin diri dulu. Aku bisa jelasin kok"

"Hiks... aku itu khawatir sama kamu! Aku berusaha enggak mikir yang aneh-aneh sama kamu. Ketemunya malah keadaan kamu penuh luka gitu! Gimana aku bisa tenang kalo liat kamu kayak gini! Aku... hiks... sangat khawatir tahu..."

Tangisan Brisa pecah. Esme yang melihat itu langsung turun dari motor dan menarik Brisa ke pelukannya. Ada rasa bersalah dalam diri Esme karena sudah membuat Brisa menangis lagi.

"Sudahlah Ris, jangan nangis lagi ya. Maaf udah buat kamu jadi sekhawatir ini."

Ucap Esme mengelus kepala Brisa untuk menenangkannya. Saat Esme terus berusaha menenangkan Brisa, ia sempat melihat ada bik Hanina tak jauh dari mereka. Tambak bik Hanina tersenyum pada Esme dan langsung pergi dari sana. Esme yang melihat itu merasa sudah mendapatkan tanggung jawab dari bik Hanina.

Brisa mulai tenang. Ia sedikit melonggarkan pelukan itu agar bisa melihat Esme. Tampak matanya yang memerah. Esme menghapus air mata itu dengan lembut dan kemudian mengecup dahi Brisa begitu lama. Lagi, semburat merah muncul di pipi Brisa atas perlakuan manis dari Esme.

"Ciee... udah merah aja di giniin, uwuu imutnya"

Ucap Esme mengeluskan wajahnya ke pipi Brisa membuat si empu merasa geli sekaligus tambah malu.

"Aaa... udah ah, gombal!"

"Hihi, iya sayangku. Mumpung udah ada kamu gimana kalo kita makan?"

"Mm... boleh aja. Oh ya tadi kan aku bersama bik Hanina pergi belanja, tapi kemana ya bibik? Perasaan dia ada di belakang ku tadi"

"Ya iyalah, toh bik Hanina nya udah pulang duluan"

"Lah kok kamu bisa tahu?"

"Aku kan pacar kamu, pasti tahulah"

"Huft... enggak ada hubungannya. Udah ah, yuk kita pergi. Eh tapi kamu yakin bisa bawa motor?"

"Bisalah pacarmu ini kan kuat, percayalah"

Brisa hanya terkekeh mendengar perkataan Esme barusan. Esme kini juga mulai senang melihat Brisa kembali tersenyum lagi.

"Iyaiya, pacarku. Sebelum itu kita ke rumah aku dulu ngobatin luka-luka kamu itu"

"Siap, bos!"

Balas Esme dengan bergaya hormat pada Brisa. Brisa sengaja tidak menanyakan dari mana luka-luka itu muncul. Saat ini Brisa hanya ingin menghabiskan waktu bersama dengan Esme.

Setelahnya Esme menghidupkan motornya dibarengi Brisa yang menaiki motor Esme. Mereka mulai pergi dari tempat itu. Perjalanan itu diselimuti hening, tidak ada yang bersuara diantara mereka, hingga mereka sampai di depan rumah Brisa. Untungnya gerbang rumahnya sudah terbuka jadi Brisa tidak perlu memanggil bik Hanina.

Mereka berdua langsung masuk ke dalam rumah. Di dalam, mereka dapat melihat bik Hanina sedang berurusan dengan dapur. Brisa menyuruh Esme untuk duduk di sofa ruang tamu, sedangkan dirinya menemui bik Hanina.

"Bik, maaf tadi Brisa main ninggalin bibik aja tadi"

Ucap Brisa merasa bersalah pada bik Hanina. Meski bik Hanina adalah ART di rumah itu, Brisa tetap menganggap beliau adalah ibu keduanya setelah ibu kandungnya.

"Nggak papa kok Non, bibik tahu Non pasti khawatir dengan Mbak Esme apalagi dengan penuh luka kayak gitu"

"Iya, bik"

"Bibik ambilin obat P3K nya dulu yah"

"Makasih bik"

Bik Hanina langsung mengambil kotak P3K dan memberikannya pada Brisa. Tanpa membuat lama lagi, Brisa langsung pergi ke ruang tamu untuk mengobati Esme.

Yang TercintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang