3. Kopi Pahit

Mulai dari awal
                                    

Naina menghela napasnya sejenak, ia tak mau memperpanjang ucapan Awan, atau tugas kelompok mereka tak akan selesai.

"Yaudah, nih Asia, lo baca dulu deh referensinya di laptop gue, nanti kita analisis bareng-bareng," serunya ramah.

Asia mengangguk kemudian memutar laptop yang ada di depan Naina. "Oke, Nai."

Gadis berhijab merah itu nampak fokus meneliti kata per kata yang terpampang di layar laptop Naina.

"Nih, gue udah buat draft wawancaranya, liat deh," seru Awan sembari menunjukkan buku catatannya.

"Tes! Tes! Selamat sore semuanya ...," seru seseorang dari atas panggung.

"Eh ada live music ya?" seru Naina.

Drrrt! Drrttt! Drrttt!

Asia mengambil ponselnya yang bergetar dari dalam tas, lalu ia menatap layar ponsel yang menunjukkan keterangan 'Panggilan masuk---Bunda'.

"Eh sebentar ya, aku mau angkat telepon dulu."

"Yaelah ada-ada aja sih lo, jangan lama-lama! Gue nggak ada waktu buat lama-lama di sini." u

Asia hanya dengan sekilas melirik sebal kepada Awan. Sabar, Asia, sabar!

"Hush. Lo kenapa sih, Wan? Sensi banget sama Asia, heum? Lagi PMS?"tegur Naina.

"Apaan sih lo, gue kesel aja sama dia, udah dateng telat, ada aja gangguannya, ini kapan tugas kita kelar kalau begitu?" jawab Awan ketus.

"Jangan gitu lah, namanya juga dia ada urusan dulu, siapa tahu kan penting. Lo kenapa sih? Ada masalah sama Asia?"

"Kepo banget sih, udah nggak usah bahas itu!"

Naina hanya geleng-geleng kepala. "Jadi cowok itu jangan terlalu keras kek batu gitu napa sih, Wan," nasihat Naina.

"Terus gue musti kaya apa? Lembek menye menye, ngomong bak putri keraton? Ogah!"

"Nggak gitu juga kali, ya seenggaknya lo ramah kek ke cewek, gimana mau ada yang suka kalau lo begitu mulu."

"Lah? Bodo amat! Gue ya gue, nggak bisa sok sok ramah begitu, itu namanya lo minta gue jadi orang lain. Nggak penting juga ... mau ada cewek yang suka gue kek, mau engga kek."

"Ck udah lah, capek ngomong sama lo, punya sodara gini amat sih," Naina berdecih kesal, menghadapi Awan memang harus siap stok kesabaran lebih dari selusin.

Beberapa menit kemudian, Asia kembali. "Sorry ... lama ya? Eh ada live music ternyata?"

"Lama lo!"

Asia hanya melirik sekilas ke arah Awan.

Itu cowok kenapa sih? Nyebelin banget, apa gue ada salah sama Awan? Dia kayanya benci sama gue, batin Asia.

"Iya nih, Asia. Ada live music. Seru deh!" Naina menanggapi.

Asia nampak menghela napasnya, menunjukkan ekspresi kurang suka. "Yahh, berisik dong kalau gitu, mana bisa konsen," gumamnya pelan.

"Ya kalau lo datengnya nggak telat kita pasti udah beres. Lo sih, lelet!" ujar Awan seolah menyalahkan Asia.

"Huft, iya gue tau gue salah, kan gue juga udah minta maaf. Lo kenapa sih, Wan? Kayanya lo benci banget sama gue?"

"Iya emang."

Ternyata benar, Asia jadi penasaran, apa salahnya sehingga Awan begitu membencinya? "Kenapa?"

"Lo itu munafik!"

"Munafik?"

"Awan! Apaan sih lo! Udah deh nggak usah cari gara-gara!" Marah Naina pada awan.

Uhibbuki, AlmahyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang