9. Jennie

766 178 0
                                    

Jakarta, Januari 2014

Sore itu tidak hujan, tapi tanahnya basah sisa gemericik siang tadi. Masih sore itu, mungkin pertemuan kali ini tidak hanya saling tahu nama atau saling sapa.

Kompleks mewah di bagian utara kota Jakarta hari ini cukup sepi dari biasanya. Seorang remaja umur delapan belas tampak asik menyusuri trotoar sembari mendengar musik yang menurutnya teralun merdu dari mp3 player kado ulangtahun pemberian sepupunya. Bersamaan dengan kaki yang menginjak dua blok dari rumahnya, matanya memincing saat sejauh sepuluh meter dari ia berdiri, ia menangkap sosok perempuan yang menenteng tas kusam berlari serabutan keluar rumah, kemudian berbelok hilang dari pandangannya.

Dua alis laki-laki itu bertaut tapi kemudian mengedikkan bahu acuh tak acuh, meskipun mata tajamnya bisa melihat muka gadis yang ia tahu 'artis remaja tidak terlalu terkenal' itu merah sedu. Ia terus saja melanjutkan perjalanannya menuju danau kompleks yang terkenal asri tapi jarang dikunjungi, katanya sih, ada gadis yang pernah bunuh diri disana. Serem, makanya sepi.

Namun sesampainya, mata laki-laki tampan itu melebar sempurna. Gila! Diujung danau, ia melihat gadis bersurai ke-karamelan sedang menatap kosong danau di hadapannya dan menodongkan senjata api ke kepalanya sendiri.

"HEI!!!" teriaknya, gadis itu menoleh dengan muka terkejut dan takut, napasnya naik turun dengan air mata mengalir deras saat laki-laki itu berlari kearahnya.

"Jennii——" Panggilannya tercekat dan dua tangannya terangkat seketika gadis itu berdiri tiba-tiba sambil menodongkan senjata padanya.

"APA?! PERGII!!" teriaknya dengan tangan gemetaran. Pemuda itu menaikkan sebelah alisnya dan mulai berjalan mendekat, gadis itu tidak akan berani menembaknya.

"Pergi! Pergii!!"

"Okay-okay, aku pergi, tapii...," ia perlahan mengambil senjata api yang sedang dipegang tangan kurus itu. Heran juga kenapa ada senjata sih dirumahnya, kan bahaya!

"Hemm, apasih ni? Mainan anak-anak kok dibawa-bawa," ujar laki-laki itu kemudian saat berhasil mengambil senjata api dari gadis dengan napas naik-turun, ia menarik kembali pelatuknya lalu memasukkan ke saku celana drawstring-nya. Lalu mengambil duduk di rerumputan halaman danau.

"Sini deh," ajaknya menepuk-nepuk tempat disampingnya. Hell! Dia masih syok, plis.

"Sini, Jennie," ajaknya lagi, ia berdiri dan menuntun gadis yang dipanggilnya Jennie untuk duduk. Kemudian diikuti dirinya yang ikut duduk disampingnya.

Seakan belum sadar, gadis itu masih menatap tidak percaya laki-laki tampan disampingnya.

"Aku Taehyung, kalau belum tahu sih," kata laki-laki itu santai.

"Cerita aja, gapapa," lanjutnya sembari tersenyum. Saat tidak ada tanggapan si lawan bicara, laki-laki bernama Taehyung itu menangkup tangan kemerahan gadis itu dan mengelus punggung tangannya.

"Cantik-cantik jangan kegabah," ucapnya lagi, sekitar limabelas detik hanya memandang dengan tatapan kosong orang didepannya. Akhirnya gadis itu menghembuskan napas berat dan menunduk.

"Cerita aja dibilangin," ujar Taehyung menarik dagu Jennie agar menatapnya. Hembusan napas gadis itu sempat tidak teratur saat irisnya beradu dengan iris lelaki yang ia tahu hanya seorang laki-laki tampan penerus perusahaan besar. Namun karena tatapannya yang kelewat teduh, ia berhasil meluruhkan rasa khawatir, curiga, dan waspada gadis itu. Perlahan tapi pasti, Jennie mengangguk, hendak meluapkan segala keluh kesahnya. Dan laki-laki itu, tersenyum lega pertanda akan mendengarkan semua yang akan dilontarkannya.

Masalah klise. Dimana perusahaan orang tua Jennie yang bangkrut, hubungan mereka yang tidak tahu dibawa kemana. Sampai karir ecek-ecek yang dipandang sebelah mata oleh kedua orang tuanya.

Catch Me! | TaeliceWhere stories live. Discover now