Bab 17

178K 5.2K 61
                                    

“Siapa pria yang memukulmu tadi?” tanya Wilson saat mereka sudah sampai di rumah Fandy. Bekas luka pukulan itu meninggalkan memar yang kini mewarnai pipi kanan Fandy, tapi walaupun begitu tidak mengurangi ketampanan pria itu. Wilson menghampiri pria itu dan memberikan sebotol air putih pada sahabatnya yang tengah mengompres pipinya itu dengan bantalan es.

Fandy mendengus, “Air putih? Aku lebih suka bir.” Pria itu bangkit dari sofa untuk mengambil kaleng bir di kulkas tapi dengan cepat Wilson meraih tangan Fandy untuk mencegah dan memaksanya kembali duduk. “Tidak ada bir malam ini. Aku membutuhkan kamu tetap sadar untuk menjawab pertanyaanku.”

Fandy menelan ludahnya, dia menyadari bahwa dia tidak bisa mengelak lagi.

“Okay, aku menyerah.” Fandy menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, “pria itu bernama Edric, kami teman satu club. Kami hanya sedang berselisih. Itu saja.”

Wilson mengernyitkan keningnya, seperti tak puas dengan jawaban Fandy, dia semakin yakin bahwa ada sesuatu yang Fandy tutupi darinya. “Berselisih? Masalah apa hingga dia sampai memukulmu?”

Dari pengalaman Wilson selama ini, Fandy jarang berselisih dengan seseorang, kecuali jika menyangkut wanita. Yah, sahabatnya itu terkenal sebagai playboy tampan dan kaya, tak heran jika dia sering berselisih karena merebut kekasih orang lain, berselingkuh, dan tindakan-tindakan lain seputar masalah percintaan dan wanita. Tapi pendengarannya masih tajam, pria itu menyebutkan tentang perusahaan dan Wilson semakin yakin ini semua ada hubungannya dengan Livia.

“Aku dan Edric terlibat permainan yang membuat dia kalah bertaruh.” Ujar Fandy meyakinkan Wilson, tapi sepertinya Wilson tidak semudah itu mau menerima pernyataan Fandy tersebut. Fandy selalu memperhitungkan segala sesuatunya dengan tepat, tapi kenapa kali ini dia bisa semeleset ini. Edric tiba-tiba marah, membatalkan perjanjian mereka, dan semua itu dilihat oleh Wilson. Damn, sekarang bukan hanya memar di pipinya yang terasa bedenyut, tapi kepalanya juga.

“Wilson, aku tahu ini mungkin terdengar sedikit tak masuk akal, tapi aku harap kamu mau mempercayai apa yang aku katakan, dan berjanjilah.. untuk tidak marah.” Sudah cukup dia mendapat satu pukulan di pipi malam ini, dan dia tidak ingin mendapatkannya lagi dari sahabatnya itu.

“Aku yakin kamu pasti mengenal Miss Livia Johnson.” Fandy sebenarnya bingung mau memulai cerita darimana, dan harus bagaimana untuk menceritakan perkara ini.

Wajah Wilson menegang saat Fandy mengucapkan nama itu, “Kamu mengenal Livia?” tanya Wilson serak seperti ada yang menyangkut di tenggorokannya. Dugaan Wilson tepat, pertengkaran di club tadi pasti ada sangkut pautnya dengan Livia. Terbesit dalam pikirannya, apakah Fandy juga salah satu kekasih Livia seperti pria itu, damn, mungkin pertengakaran di club tadi..

“Tidak, aku tidak mengenal Livia.. Aku hanya mengetahui Livia dari sepupunya, Edric, pria yang tadi memukulku.” Ujar Fandy.

Mendengar hal itu, anehnya Wilson malah merasa lega, seperti gumpalan yang sedari tadi bergelung di dadanya tiba-tiba menghilang. Jadi, Fandy bukan kekasih Livia dan pria yang semalam dia lihat bersama Livia adalah sepupunya.

“Lantas kenapa aku harus marah, aku tidak ada hubungan apapun dengan nama-nama yang kamu sebutkan tadi.” Ujar Wilson dingin. Ya, dia sudah emmutuskan untuk tidak mengingat Livia lagi dan menjalain hubungan apapun dengan wanita itu.

“Ada. Kamu tidak perlu menyangkal atau menutupinya, karena akulah yang membuatmu berhubungan dengan mereka.” Ujar Fandy mulai serius. Wilson terkejut mendengar perkataan sahabatnya itu. “Maksudmu?” tanyanya.

Wilson tak percaya dengan apa yang diucapkan Fandy. Sahabatnya itu telah membuat kesepakatan dengan Edric untuk sebuah invitation, dan Wilson tahu benar acara yang dimaksud Fandy, acara private dengan undangan khusus, yaitu hari ulang tahun Wilson. Edric yang berusaha untuk mendapatkan perusahaan taruhan itu meminta sepupunya, Livia. Lelucon apa ini? Batinnya.

Tempting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang