Bab 21

69.7K 3.1K 135
                                    


"Great.." andaikata saat ini Edric diperbolehkan untuk menyerukan beberapa umpatan, Edric ingin mengucapkannya keras-keras. Saat ini dirinya duduk di ruang keluarga, bersama 4 orang lainnya, ayahnya yang memasang wajah serius, Livia yang sebenarnya enggan ikut duduk bersama mereka, Wilson yang saat ini wajahnya tidak karuan percampuran antara tegang dan menyesal dan haru bahagia dan entah apalagi, terakhir Fandy yang berusaha tetap cool dengan wajah tampannya. Mereka berlima memang saat ini duudk di ruang keluarga yang tertata apik, dengan sofa empuk dan coffee table yang menyediakan berbagai camilan, serta tak ketingggalan TV plasma 72" lengkap dengan home theater nya, tapi sayangnya mereka bukan sedang dalam suasana untuk bersantai ataupun nonton film bersama, melainkan untuk membahas permasalahan Livia dan Wilson akibat perbuatan bodoh dirinya dan Fandy.

"Baik." Ujar Om Sam memecah keheningan, "Setelah mendengar cerita kalian semua, Om akan rinci dari awal. Fandy yang tidak ingin melihat sahabatnya terpuruk dalam kesendirian, tertarik untuk mencomblangkannya dengan Livia, sepupu Edric, tapi dengan cara yang agak ekstrim. Edric yang ketakutan, meminta Livia tanpa berfikir lebih panjang. Ok boy, untuk kali ini papa benar benar akan menghukum kamu." Ujar Om Sam sambil memijat-mijat dahinya.

Sebelum Edric memotong ayahnya untuk komplain mengenai hukuman, Om Sam mengangkat tangannya dengan tanda untuk 'jangan menyela' dan Om Sam melanjutkan kembali perkataannya. "Livia yang merasa berhutang budi lalu menolong Edric dan mulai berkenalan dengan Wilson. Akan tetapi mulai jatuh cinta pada Wilson dan sebaliknya."

"Aku nggak.." ujar Livia spontan tapi Om Sam sekali lagi mengangkat tangannya dan kemudian melanjutkan. "Saat Wilson sudah mulai membuka hati, Wilson tanpa sengaja memergoki Livia dan Edric dan mendengar tentang persengkokolan, lalu kecewa dan mulai memperlakukan Livia sesuai dengan image yang dia bayangkan." Kali ini Om Sam menghela nafas dalam-dalam sambil melihat Wilson. Pria itu tidak berusaha memotongnya, tapi mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai tanda membenarkan perkataan Om Sam. "Livia menjadi sakit hati dan pergi meninggalkan Wilson bersama anak yang dikandunngnya sekarang." Setelah mendengar perkataan Om Sam barusan, Wilson langsung terperanjat dari duduknya "Benar kan? Jadi benar itu anakku..!!" ujarnya bersemangat. Om Sam kali ini mengangkat tangannya ketiga kali dan kali ini meminta Wilson untuk tetap tenang.

"Om gak habis pikir, ada apa dengan kalian semua ini? Kalian sudah sama-sama dewasa, bahkan kalian seorang pemimpin perusahaan.. Om minta kalian meluruskan benang ruwet ini secara kepala dingin dan tidak berlarut-larut." Sebagai orang yang paling tua di rumahnya, Om Sam merasa bertanggung jawab, apalagi kondisi Livia yang sedang hamil.

Setelah lama diam, akhirnya Fandy angkat bicara "Aku yang salah dalam hal ini. Aku yang memulai, dan kalau saja aku tidak meminta yang macam-macam pada Edric, tidak akan begini jadinya,"

"Nggak.. Aku yang salah. Aku anak yang nggak bisa dibanggakan, aku nggak bertanggung jawab akan masalah yang aku buat, dan malah menyeret Livia dalam setiap masalahku." Sela Edric.

"Liv, maafkan aku. Aku yang berfikiran sempit ini, aku yang merendahkan kamu dan menyakiti kamu, maafkan aku Liv. Please, aku mohon kamu mau memaafkan aku dan kita mulai dari awal lagi." ujar Wilson sambil memohon.

Ketiga pria itu saling berebut siapa yang salah hingga membuat Livia yang tak tahan lagi mendengar mereka semua itu langsung bangkit berdiri. "Diamm semuanya..!! Aku nggak peduli siapa yang salah, tapi yang jelas tinggalkan aku sendiri dan jangan ganggu aku lagi. Leave me alone..!!" teriak Livia sambil berjalan cepat, setengah berlari keluar dari rumah Om Sam.

Pikiran Livia saat ini kalut, dia hanya butuh ketenangan tapi kenapa mereka semua malah datang ke rumah pelariannya. Tanpa sadar Livia berjalan menuju ke tengah jalan besar dan ada sebuah sedan yang melaju cukup kencang dari arah beralawanan. Brak...!!

"Liviaaaaa...!!" terdengar teriakan Wilson, Edric dan Fandy dari kejauhan, Livia melihat samar-samar ketiga pria itu berlari dan terlihat Wilson yang begitu panik memeluknya. "Please Livvy, jangan tinggalkan aku.. I love you.." suara itu sama-samar terdengar sebelum Livia memejamkan matanya yang terasa berat.


--


Catatan Author :

Pertama-tama author ingin mengucapkan beribu-ribu maaf karena sudah sekian lama tidak update. Tanpa banyak alasan, author mengakui bahwa sejak author sempat lupa kalau pernah menulis cerita ini. Awalnya menulis ini juga awalnya sekedar untuk menyalurkan hobi saja. Setelah sekian lama berkutat di dunia nyata, author berkunjung lagi ke sini dan teringat lagi. Kali ini author berjanji akan menyelesaikan cerita ini (karena memang sebenarnya draft aslinya ada di laptop lama, jadi sudah hilang) dan semoga bisa aktiv lagi untuk menulis lebih banyak cerita.

Kedua, author ingin mengucapkan banyaaaaaakkkkkk terimakasih buat teman teman reader yang masih setia membaca cerita ini dan menanyakan "thor, koq gak dilanjut?" "thor koq lama gak ada lanjutannya" "thor koq ngilang" I'm so touched by your support guys.. T__T thank you so much buat kalian yang comment, nge dm aku, bahkan silent reader.. thank you so much..!!!

Tempting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang